Manado (ANTARA) - Tersangka dugaan kasus korupsi dana hibah GMIM Asiano Gammy Kawatu (AGK) dalam sidang praperadilan, melalui kuasa hukumnya Dr. Santrawan Paparang, Hanafi Saleh, SH dan Zemi Leihitu, SH, menegaskan bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi yang melilit klien mereka itu, adalah korporasi atau badan hukum, bukan personal, maka seharusnya yang menjadi tersangka adalah korporasi.
"Pada prinsipnya perkara pidana dari ajaran korporasi, tanggung jawab pidana bukan pada personal tetapi pada korporasi. Itu adalah merupakan badan hukum dan atau bukan," kata Santrawan Paparang, usai sidang yang dipimpin hakim Ronald Massang, SH, MH, di PN Manado, Selasa sore.
Paparang mengatakan, dana yang diberikan gubernur Sulut, ditransfer langsung ke rekening GMIM, sehingga secara ajaran hukum doktrin hukum pidana dan pandangan korporasi, perkara yang melilit AGK sangat keliru jika menyangkut personal, karena yang harus bertanggungjawab adalah korporasi.
Dia lalu menyebutkan perkara pidana yang terjadi di PN Jakarta pusat, yang melibatkan ketua PN, majelis hakim, panitera pengganti dan para advokad yang menangani hal tersebut, sepakat bahwa yang menjadi terdakwa adalah korporasi.

Paparang juga menegaskan pada dasarnya, pihaknya mampu membuktikan dalil-dalil praperadilan tersebut, tetapi mengenai keputusan tak mau mendahului hakim, maka mereka menyerahkan palu keadilan kepada hakim yang memimpin praperadilan tersebut, akan terima semua keputusan, jika yang mulia hakim sependapat bersyukur, jika tidak maka itu baru awal, ini masih "cek ombak" saja dulu.
Sementara Hanafi Saleh, SH, mengatakan, bahwa AGK adalah pihak yang dikorbankan, karena tidak ada satupun fakta secara detail yang mampu dibuktikan oleh termohon, melalui saksi dan ahlinya, keterlibatan AGK dalam tindak pidana korupsi tersebut.
"Yang diajukan dalam persidangan atau yang diproses penyidik tidak ada satupun fakta yang mampu membuktikan keterlibatan dalam dugaan kerugian negara yang bernilai Rp8,9 miliar itu," tegas Hanafi Saleh.
Demikian juga dengan Zemi Leihitu, SH, yang mengatakan bahwa semua pengunjung sidang sudah melihat dan mendengarkan apa yang muncul dalam persidangan tersebut, jadi apa yang akan terjadi, maka terjadilah.
Sementara AGK sendiri menyampaikan ucapan terima kasihnya kepada semua yang mendukungnya, selama kurang lebih dua bulan ditahan, baik para advokad, keluarga, aparat keamanan, PN, bahkan semua kakak beradiknya yang selalu ada dan hadir dalam persidangan praperadilan itu.

Sementara dalam sidang tersebut, termohon melalui kuasa hukumnya, menghadirkan tiga saksi, dimana dua adalah ahli yakni, Punomo Aji dari Auditor Ahli Madya BPKP Sulut, Dr. Wendy Lolong, ahli hukum pidana dari Unima, dan Hendrik Siahaya, SH, ASN dari Kanwil Hukum Sulawesi Utara.
Ketiga saksi menjawab semua pertanyaan yang diajukan kuasa termohon, maupun pemohon, dan memberikan pendapat berdasarkan keahlian mereka, mulai dari soal kapan dimulainya audit atau pemeriksaan kerugian keuangan negara, dalam kasus terkait, juga mengenai posisi pejabat yang dianggap mengetahui tentang sesuatu hal namun tetap melakukan.
Namun ketika kuasa termohon, Ipda Ridwan Saripi, SH, mengajukan pertanyaan mengenai keberadaan AGK bersama istrinya di Jerman, langsung mendapat keberatan dari kuasa pemohon, sebab sudah masuk pokok perkara dan praperadilan hanya melihat memenuhi syarat atau tidak. Pemohon juga keberatan dengan jawaban ahli yang dianggap berbelit-belit dan tidak menjelaskan, apa yang ditanyakan.
Dalam kesempatan itu, saksi dari Kemenkum Hendrik Siahaya, SH, juga mengatakan, bahwa GMIM Sinode, tidak ditemukan dalam sistem administrasi badan hukum, maka Kakanwil menyurati Dirjen AHU, dijawab GMIM Sinode tidak ada. Namun terdapat nama yang hampir sama, yakni perkumpulan gereja masehi injili di Minahasa domain Albertus Zakarias Runturambi Wenas, (data terlampir).
Setelah mendengarkan semua keterangan saksi dan ahli, maka sidang yang dipimpin hakim Ronald Massang, dihadiri tujuh kuasa pemohon, dan kuasa termohon serta puluhan pengujung sidang itu, ditutup.