Manado (ANTARA) -
Tim penasihat hukum (PH) tersangka dugaan kasus korupsi dana hibah GMIM, Asiano Gammy Kawatu (AGK), yakni Santrawan Paparang resmi membacakan permohonan praperadilan kepada Kapolda Sulut, Cq. Direskrimsus, dalam sidang terbuka untuk umum, Senin.
Sidang dipimpin hakim PN Manado Ronald Massang, tim PH mengajukan permohonan agar termohon menghadirkan para saksi fakta diantaranya Kapolda Sulut Roycke Langie, mantan gubernur Olly Dondokambey, Kepala Perwakilan BPK dan Kepala Perwakilan BPKP.
"Bahwa kalaupun hanya dengan kapasitas pemohon sebagai saksi I yang bertandatangan di dalam naskah pemberian hibah daerah aquo, dan termohon menetapkan sebagai tersangka, maka secara hukum termohon telah secara sengaja melakukan kesalahan berat dan melawan hukum dalam menerapkan hukum, dikarenakan status tersangka bukan disematkan kepada diri pemohon, melainkan demi hukum, wajib disematkan kepada pihak pertama pemberi dana hibah, yakni Olly Dondokambey selaku Gubernur Sulawesi Utara," kata Paparang, yang membacakan fakta hukum ke 16 dalam permohonan praperadilan di PN Manado.
Paparang mengatakan bahwa tidak dijadikannya pihak pertama sebagai pemberi dana hibah, yakni mantan Gubernur Sulawesi Utara sebagai tersangka, maka diduga kuat termohon telah nyata-nyata melakukan perbuatan tebang pilih dalam proses penegakan hukum, bahwa merujuk pada UU nomor 30 tahun 2002 yang telah diubah dan dibaharui dengan UU nomor 19 tahun 2029, tentang perubahan kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi, dimana pasal 10 A ayat 2 huruf e, yang dikutip sesuai teks asli, penanganan tindak pidana korupsi untuk melindungi pelaku sesungguhnya.
"Maka dengan tidak ditetapkannya mantan Gubernur Sulut, Olly Dondokambey sebagai tersangka, memantik berbagai pertanyaan kritis di kalangan praktisi hukum, para dosen fakultas hukum, mahasiswa dan masyarakat Sulut sedunia, serta Indonesia pada umumnya. Apakah termohon diduga kuat akan melindungi pemberi dana hibah, yakni Olly Dondokambey, atau secara nyata sengaja dan melawan hukum menjadikan pemohon dan ketiga ASN lainnya sebagai tumbal dan kambing hitam dengan status sebagai tetrsangka?" katanya.

"Yang pasti hal itu membuat dunia hukum dan keadilan berduka, dan publik juga ikut meragukan kinerja penegakan hukum yang dilakukan termohon. Seharusnya termohon berkiblat pada KPK yang berani menetapkan Hasto Kristianto sebagai tersangka. Jika termohon tidak bergeming dan tak berani menetapkan sebagai tersangka, maka marilah kita introspeksi diri dan merenung dalam memaknai adegium yang berkembang di masyarakat, bahwa hukum di Indonesia tumpul ke atas dan tajam ke bawah," katanya.
Paparang yang bergantian dengan Hanafi Saleh, Semmy Leihitu, Reynaldy Muhammad, Marcsano Wowor, Samuel Tatawi, membaca permohonan tersebut, mengatakan, seharusnya termohon benar-benar asta cita Presiden dan wakil presiden RI, khususnya yang ketujuh yakni memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.

Di sisi lain, tim hukum itu, juga mengajukan permohonan kepada hakim praperadilan untuk memerintahkan termohon, menghadirkan para 12 saksi fakta dan 4 saksi ahli, dimana lima diantaranya ditahan di Rutan Polda Sulut yakni AGK, JFK, SK dan FK, serta Ketua Sinode GMIM yakni HA.
Sedangkan lainnya adalah mantan gubernur, mantan Wagub Steven Kandouw, anggota DPR-RI Rio Dondokambey, Ketua KPU Sulut Kenly Poluan, Sekum GMIM Pdt Evert Tangel, Kapolda Sulut, Kepala perwakilan BPK Agus Mulyo dan Kepala perwakilan BPKP Sulut.
Usai persidangan, Paparang, didampingi Hanafi Saleh dan Zemi Leihitu, serta empat advokad muda lainnya menegaskan bahwa mereka bermohon dan mengimbau kapolda hadir sebagai kontrol horizontal dan anak buah dalam proses penyidikan, maka diminta dalam proses persidangan, demi penegakan hukum (equity before the law) keadilan. Sebab tidak sedang bermusuhan atau memusuhi termohon, tetapi hanya mengajak adu argumen hukum dalam sidang, sebagai fungsi kontrol untuk membuktikan dalil masing-masing.
"Kalau ditanya apakah kami takut, kami tidak pernah takut, sudah puluhan tahun sebagai advokat, tidak pernah kenal takut, karena bukan permusuhan. Ini hanya penegakan hukum, bahwa semua sama di mata hukum," tegas Paparang.
Sedangkan Zemi Leihitu, kepada media mengatakan, bahwa berkas yang diserahkan kepada Kejaksaan itu masih P19 atau dikembalikan kepada polisi, artinya belum lengkap.
Sedangkan pihak termohon dari Polda Sulut, yang diwakili kuasa hukumnya, menyatakan akan memberikan tanggapan terhadap semua permohonan yang diajukan oleh pemohon, termasuk akan berkoordinasi dengan atasan mengenai permohonan untuk menghadirkan para saksi.
Sidang praperadilan tersebut berjalan tenang, meskipun ruangan sidang harus diganti sampai tiga kali, karena massa yang membludak, ingin menyaksikan jalannya persidangan yang melibatkan pejabat publik yang tenar di Sulawesi Utara itu.