Manado (ANTARA) - Lanjutan sidang praperadilan Asiano Gammy Kawatu (AGK), selaku tersangka dugaan kasus korupsi dana hibah GMIM, melawan Direskrimsus Polda Sulut, di PN Manado, Selasa, memanas karena pemohon dan termohon saling adu argumen, juga termohon menolak semua permohonan praperadilan yang diajukan AGK.
Termohon menyatakan bahwa pihaknya sudah melakukan penetapan tersangka dan penahanan sesuai dengan ketentuan dan sah demi hukum.
"Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka kami memohon agar ketua pengadilan dalam hal ini hakim menyidangkan perkara ini, menolak permohonan praperadilan yang diajukan AGK dan kuasa hukum, atau setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima,"kata Ipda Ridwan S, saat membacakan tanggapan atas permohonan praperadilan yang diajukan AGK, dalam sidang yang dipimpin Hakim Ronald Massang, di PN Manado, Selasa.
Ipda Ridwan mengatakan, penahanan yang dilakukan kepada AGK adalah sah menurut hukum dan memiliki kekuatan hukum yang mengikat, lalu menolak permohonanya untuk mengeluarkan AGK dari Rutan Polda dan menolak untuk memulihkan dan merehabilitasi nama baik AGK dan menghukum pemohon membayar biaya perkara, dan jika memiliki pendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya.

Kuasa hukum termohon, Kompol Moh. Fadli, AKP Rusli Ruben dan Ipda Ridwan S, secara bergantian membacakan tanggapannya, dan menyatakan, bahwa pihaknya sudah mengikuti semua aturan, dalam penetapan tersangka, serta penahanan AGK yang merupakan pemohon praperadilan tersebut.
"Apa yang dilakukan termohon sesuai dengan peraturan Kapolri nomor 6/2019 tentang penyidikan pasal 5, ayat 1 dimana penyidikan tindak pidana dilakukan berdasarkan laporan dan atau pengaduan dan surat perintah penyelidikan, dua dalam hal terdapat informasi mengenai tindak pidana, membuat laporan informasi dan membuat penyelidikan, sebelum adanya laporan," katanya.
Dengan demikian, kata Ridwan, semua prasangka buruk pemohon praperadilan dalam posita nomor 12 bahwasanya penetapan pemohon sebagai tersangka, adalah tidak benar, maka termohon selaku penyidik akan membuktikan pada sidang ini.
Secara keseluruhan, termohon dalam tanggapannya mengatakan, bahwa semua yang dilakukan sudah sesuai dengan prosedurnya, serta tetap yakin bahwa pemohon dalam hal ini, AGK tetap terlibat dan bersalah dalam kasus dugaan korupsi dana hibah GMIM.

Sementara setelah mendengar semua tanggapan termohon itu, kuasa pemohon dalam hal ini Dr. Santrawan Paparang dan Hanafi Saleh, langsung memberikan replik atau tanggapannya, secara lisan sebanyak enam poin dan dicatatkan oleh panitera.
"Yang mulia hakim, replik lisan pemohon mohon dicatat dalam berita acara persidangan, yang pertama kuasa hukum pemohon menolak setegas-tegasnya semua tanggapan tanpa terkecuali. Kedua bahwa ketika laporan polisi model A yang dibuat anggota termohon dengan tindak pidana tipikor 12 November 2024, pada saat itu estimasi kerugian negara belum ada," kata Santrawan Paparang.
Ketiga, kata Paparang, bahwa terbukti demi hukum termohon sama sekali tidak melakukan penyelidikan, karena pada 13 November 2024, termohon langsung menerbitkan surat perintah penyidikan dan terbukti pula demi hukum, pada saat diterbitkan saat itu belum ada indikasi kerugian negara, karenanya terbukti estimasi korektif potensi total lost yang diterbitkan secara nyata dan riil, yang diterbitkan BPKP nanti pada akhir Maret 2025 atau awal Mei 2025, nanti akan mereka buktikan.
"Maka dari sisi formil laporan polisi dan penyidikan beserta urutannya, adalah melawan hukum, tidak sah, tidak mengikat tidak berkekuatan hukum, cacat yuridis, cacat formil dan batal demi hukum,"kata Paparang.
Kemudian keempat dengan dikembalikannya berkas perkara pemohon oleh Kejati dengan istilah internal P18 dan P19, kelengkapan formil dan materiil termohon, belum memenuhi syarat dan itu sangat konform dengan materi praperadilan pemohon.
Kelima, Paparang mengatakan, pemohon menolak sekeras-kerasnya, poin tiga halaman dua dan akta 4 halamn 88 menyarakan termohon melakukan penyelidiakn nomor : SP./141/X/Res.3.5/2024/Direkrimsus, tanggal 30 Oktober 2024, dan surat perintah tugas penyelidikan nomor : SP.Gas/357/X/Res.3.5/2024/Ditreskrimsus, tanggal 30 Oktober 2024, sebab tanggal penyelidikan tersebut, 30 Oktober 2024, jelas-jelas melawan hukum sebab dasar penyelidikan termohon sama sekali tidak didasarkan pada laporan polisi, sebagaimana menjadi syarat mutlak, ditentukan pasal 5 ayat 1 Peraturan Kapolri nomor 6 tahun 2029 tentang penyidikan tindak pidana.
"Dikutip sesuai teks asli, sebagai berikut, penyelidikan dilakukan berdasarkan laporan polisi dan atau pengakuan. B surat perintah penyelidikan, bahwa terbukti menurut laporan polisi nomor LP/A/XI/2024/Spkt/Ditrskrimsus/PoldaSulawesi Utara, dibuat pada 12 November 2024, dan surat perintah penyidikan Nomor: SP.Sidik/68/XI/Res.3.3/2024/Spkt.Ditreskimsus tanggal 13 November 2024, semua surat yang diterbitkan termohon sama sekali tidak dibuat dalam surat termohon, termasuk penyidikan, panggilan, penahanan bahkan semua surat sama sekali tidak mencatumkan adanya laporan informasi, padahal transparansi dan keterbukaan sangat diperlukan,"katanya.
Dengan demikian kata Paparang, bahwasanya laporan informasi nanti dibuat termohon dan diterbitkan termohon, ketika sudah menerima praperadilan dari pemohon, bahwa dengan melawan hukumnya termohon lakukan penyidikan tanggal 30 Oktober 2024, yang sama sekali tidak didasarkan pada laporan polisi, padahal biasanya perkara tindak pidana korupsi, baik dilakukan oleh KPK, Kejagung RI, maupun Bareskrim Mabes Polri, selalu mencantumkan surat-surat apapun, termohon sangat tertutup seolah-oleh kerja termohon hanya untuk kepentingan pribadinya saja.

"Padahal ini menyangkut tegaknya marwah wibawa GMIM, karenanya kuasa hukum pemohon, akan pertimbangkan mengajukan laporan kode etik dan profesi secara langsung terhadap termohon kepada Kapolri, Wakapolri, Irwasum Polri, Kabaresrim polri, Kadiv Propam Polri, Karo Paminal Polri, dan Kompolnas RI, karena itu dengan segala hormat yang mulia, kami kuasa hukum AGK memohon putusan seadil-adilnya,"kata Paparang.
Kemudian Hanafi Saleh, juga menyampaikan tambahan pendapat, pertama menyangkut Surat perintah penyidikan, apakah dalam tahapan lidik termohon sudah mengundang pemohon untuk klarifikasi, karena itu adalah hal yang penting, sebagaimana diatur dalam KUHAP maupun Peraturan Kapolri nomor 6/2019, kemudian ketika SPDP diterbitkan apakah sudah diserahkan pada pemohon dan keluarganya, sebagaimana putusan MK nomor 130/PU/2015, kemudian apakah pemohon sudah melakukan menggali fakta, dimana korelasi kerugian negara Rp8,9 miliar, dengan termin 2022 semenjak termohon menjabat sebagai Sekprov Sulut, dengan nilai Rp 7,5 miliar.
Setelah jawab menjawab, akhirnya hakim praperadilan, memberikan kesempatan kepada termohon menanggapi permohonan pemohon untuk menghadirkan 14 saksi, yang dijawab kuasa termohon Ipda Ridwan, karena kapolda adalah termohon, maka tidak bisa menjadi saksi, kemudian yang lainnya, karena pemohon yang mendalilkan maka wajib menghadirkannya.
Itu juga disanggah Paparang, yang menegaskan bahwa mereka mengajukan permohonan tentang saksi, kepada hakim praperadilan, maka akan minta agar sesuai dengan kewenangannya, memerintahkan termohon menghadirkan saksi.
Mengenai Kapolda yang diminta wajib hadir, karena tidak pernah menjadi termohon, yang menjadi termohon adalah Direskrimsus Polda Sulut, sesuai pengertian Cq yakni Casu quo dalam bahasa latin, atau dalam hal ini atau dalam kasus ini di Bahasa Indonesia.

Demikian juga Hanafi Saleh, menegaskan, bahwa para saksi wajib hadir, karena bisa saja karena keterangan para saksi itu, maka AGK dijadikan tersangka, kemudian pokok perkara ada kaitan dengan praperadilan, sebab karena pokok perkara itu, maka muncul permohonan praperadilan ini.
Sedangkan Zemi Leihitu, berkali-kali menegaskan tidak ada dua alat bukti yang bisa menjerat AGK, sebab berkas polisi dikembalikan oleh kejaksaan tinggi Sulut.

