Jakarta (ANTARA) - Pakar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Ari Ganjar Herdiansah memandang partai politik (parpol) harus memperbaiki pola kaderisasi, terutama setelah kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah kembali terjadi, yakni Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya.
“Saya kira partai politik harus membenahi pola kaderisasinya. Jadi, mereka tidak perlu lagi memberikan tiket kepada orang yang masih memerlukan dana yang besar untuk ongkos politiknya,” ujar Ari saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, partai politik dapat memanfaatkan sekolah partai yang dimiliki, kemudian dalam tahap kandidasi memberikan rekomendasi kepada kader terbaik untuk maju pada pemilihan kepala daerah (pilkada).
“Orang yang sudah punya nama, sudah dikenal oleh masyarakat karena kinerjanya selama berkiprah di partai atau sebagai aktivis politik gitu ya, itu kan bisa mengurangi (potensi korupsi, red.). Kaderisasi ini lah yang harus sejak awal ya, dan partai politik menjadikan kadernya sebagai bakal calon pada pilkada nanti,” katanya.
Selain itu, dia memandang penunjukan kader terbaik dari sistem kaderisasi partai politik dapat mencegah seseorang yang maju pilkada karena hanya bermodalkan mempunyai penyokong dana kampanye yang besar.
Ia menilai bila calon tersebut yang maju, maka potensi korupsi tetap ada karena calon tersebut dibiayai atau diberikan pinjaman untuk kebutuhan pemenangan.
“Tentu saja gaji ataupun juga pendapatan yang diperoleh oleh kepala daerah tidak mencukupi dan tidak memadai, apalagi kalau para donatur atau para pemberi utang yang sebelumnya itu segera menagih dengan berbagai cara dan tekanan. Nah ini yang bisa mendorong kepala daerah untuk melakukan tindakan korupsi, bisa jual beli jabatan dan seterusnya,” ujarnya.
Sebelumnya, pada 11 Desember 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya sebagai salah satu dari lima tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang dan jasa, serta penerimaan lainnya di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah tahun anggaran 2025.
KPK menduga Ardito Wijaya menerima Rp5,75 miliar terkait kasus tersebut, dan memakai Rp5,25 miliar guna melunasi pinjaman bank untuk kebutuhan kampanye selama Pilkada 2024.

