Jakarta (ANTARA) - Sebanyak 10 perusahaan Indonesia masuk dalam kategori ASEAN Asset Class (aset berkelas) yang dinilai memiliki tata kelola perusahaan yang baik dan layak dilirik kalangan investor global.
Corporate Governance Expert (CG Expert) yang ditunjuk oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mewakili Indonesia di Forum ASEAN Corporate Governance tahun 2019, Angela Simatupang, mengatakan, hasil penilaian ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS) dari 100 perusahaan tercatat dengan kapitalisasi pasar paling besar di tiap negara, dibuat dalam rangka mendukung upaya untuk meningkatkan kepercayaan investor atas kualitas perusahaan di regional ASEAN.
"Hasil penilaian ASEAN Asset Class tahun 2019 yaitu untuk tahun buku yang berakhir pada tahun 2018, terdapat sepuluh perusahaan tercatat Indonesia yang masuk dalam daftar ASEAN Asset Class, dengan nilai 97,5 ke atas, dan terdapat peningkatan sebesar 25 persen jika dibandingkan pada tahun 2017 yaitu sebanyak delapan perusahaan tercatat” ujar Angela saat pembukaan perdagangan di BEI secara virtual dalam rangka "Apresiasi kepada Perusahaan Tercatat Pemenang ASEAN Corporate Governance Scorecard (ACGS)" di Jakarta, Selasa.
Angela menuturkan, untuk peringkat ACGS, Indonesia yang dinilai dua tahunan secara rata-rata, menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 0,3 persen, dari 70,59 pada 2017 menjadi 70,8 pada 2019. Skor tertinggi meningkat sebesar 3,9 persen, dari 109,61 menjadi 113,84. Namun, skor terendah menurun sebesar 8,12 persen, dari 40,9 menjadi 37,58.
Terdapat tiga perusahaan tercatat yang mendapat skor ACGS tertinggi yaitu PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Sementara perusahaan tercatat yang masuk dalam kategori ASEAN Asset Class lainnya adalah PT Antam Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT XL Axiata Tbk, dan PT Maybank Indonesia Tbk.
Wanita yang telah mendalami bidang governance sejak 1996 dan merupakan salah satu penyusun pedoman governance di Indonesia itu mengatakan, hasil penilaian menunjukkan bahwa tingkat praktik tata kelola yang baik dan pengungkapan sangat dipengaruhi oleh sikap dari manajemen puncak perusahaan daripada ukuran perusahaan.
"Selain itu, ketersediaan peraturan yang lebih ketat juga berperan signifikan dalam penerapan praktik tata kelola yang baik, seperti ditunjukkan oleh pencapaian lebih tinggi skor yang dibukukan perusahaan tercatat perbankan," ujar Angela, yang juga anggota dari International Internal Audit Standards Board (IIASB) di Institute of Internal Auditor Global dan salah satu Global Board of Directors RSM International yang berkantor di London.
Bersama dengan Corporate Governance Experts dan Domestic Ranking Body dari negara-negara ASEAN lainnya, Angela melakukan review dan penilaian terhadap skor ASEAN Corporate Governance 100 Perusahaan tercatat berkapitalisasi besar dari masing-masing negara.
Ia memaparkan, penilaian corporate governance terhadap 100 perusahaan tersebut sudah mewakili 84,3 persen dari total kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia per 31 Maret 2019 dan 15,9 persen dari jumlah perusahaan tercatat di Indonesia.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, pihaknya sangat mendukung pelaksanaan ACGS tersebut serta rangkaian rencana kerja sama yang akan dilaksanakan bersama dengan OJK, RSM, dan ADB kepada perusahaan tercatat kedepannya, di antaranya dalam bentuk pembangunan kapasitas (capacity building) dan penghargaan (recognition).
Hal tersebut dilakukan agar dapat mengoptimalkan kinerja perusahaan tercatat di Indonesia, sehingga skalanya meningkat setara dengan kualitas perusahaan tercatat di ASEAN dan ke depannya di kancah internasional.
"Selain itu, penerapan Good Corporate Governance atau GCG disertai pengungkapan informasi yang baik, dapat memberikan investor informasi yang komprehensif dari perusahaan tercatat, yang diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor lokal dan global untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia," ujar Nyoman.