Manado (ANTARA) - Di tengah kesunyian yang melanda dunia akibat pandemi COVID-19, Sulawesi Utara tak terkecuali dari dampak yang dirasakan.
Kala itu, seluruh aktivitas nyaris terhenti, termasuk di sektor pertanian, yang biasanya menjadi nadi kehidupan masyarakat.
Namun, setelah pandemi mulai mereda dan masyarakat bisa kembali beraktivitas, seorang pemimpin kelompok tani, Atma Tarigan, merasakan dorongan kuat untuk kembali bergerak.
Atma Tarigan, Ketua Kelompok P4S Sari Hutan Abadi, di Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), menyadari bahwa pemulihan pasca-pandemi harus dimulai dari langkah kecil namun berdampak besar.
Bersama anggotanya, Atma memulai kembali aktivitas penanaman di ladang yang telah lama kosong. Mereka menanam cabai rawit, tomat, bawang, dan berbagai jenis tanaman pangan lainnya.
Setiap harapan mereka tanam bersama benih-benih itu, dengan keyakinan bahwa hasilnya akan membantu masyarakat bangkit kembali.
Tidak lama berselang, Atma mendengar bahwa apa yang mereka lakukan ternyata sejalan dengan upaya Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas harga pangan di daerah.
Bank Indonesia berusaha mengatasi inflasi dengan memastikan pasokan pangan yang cukup di pasar, terutama dari komoditas yang sering mengalami fluktuasi harga seperti cabai rawit dan bawang. Upaya kelompok tani ini menjadi bagian penting dalam strategi besar tersebut.
Pada tahun 2023, setelah cukup lama berfokus pada penanaman dan produksi, kelompok P4S Sari Hutan Abadi mulai bekerja sama dengan Bank Indonesia. Kerja sama ini membuka banyak peluang baru bagi Atma dan anggotanya.
Mereka tidak hanya menerima pembinaan teknis yang membantu meningkatkan hasil panen, tetapi juga mendapatkan alat-alat canggih seperti pengukur pH (keasaman) tanah. Alat ini sangat berguna untuk menentukan apakah tanah masih layak ditanami atau memerlukan perbaikan sehingga produktivitas lahan dapat terus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.
Dari bimbingan yang diberikan, Atma dan kelompoknya belajar banyak tentang teknik budi daya modern, penggunaan pupuk yang tepat, hingga cara menjaga kualitas tanah agar tetap subur.
Kerja sama ini juga memperkuat tekad mereka untuk berperan aktif dalam menjaga kestabilan harga pangan di daerah, membantu menekan inflasi, dan mendukung pemulihan ekonomi Sulawesi Utara.
Kini, hasil panen dari ladang-ladang mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan lokal tetapi juga menjadi penopang stabilitas ekonomi daerah. Atma merasa bangga dengan apa yang telah mereka capai.
Menanam pola pikir
Di tengah hijau hamparan lahan pertanian, Pak Tarigan--sapaan akrab Atma Tarigan--juga seorang pemimpin yang visioner karena ia juga menjalankan sebuah misi penting. Bukan sekadar menanam tanaman pangan, melainkan juga menanamkan pola pikir yang kuat dan cinta terhadap pertanian sejak usia dini.
Bersama siswa-siswi PKL dari SMK Negeri Pertanian Pembangunan Kalasey, Pak Tarigan memimpin upaya ini dengan penuh semangat.
Setiap pagi, suara tawa dan canda para siswa yang tengah belajar di ladang bercampur dengan suara alam.
Di bawah bimbingan Pak Tarigan, mereka tidak hanya mempelajari teknik menanam cabai rawit, tetapi juga memahami pentingnya ketekunan, kerja keras, dan perencanaan dalam bercocok tanam.
Mereka menanam hingga 10.000 pohon cabai rawit, dengan target ambisi untuk mencapai 25.000 pohon di lahan seluas 2 hektare.
Pak Tarigan selalu mengatakan kepada para siswa bahwa pertanian bukan hanya soal menanam dan memanen, melainkan juga soal memahami siklus alam, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat. Itulah mengapa, selain cabai rawit, mereka juga menargetkan menanam 25.000 pohon tomat.
Melalui kegiatan ini, para siswa belajar tentang diversifikasi tanaman dan pentingnya menjaga ketahanan pangan.
Namun, rencana Pak Tarigan tidak berhenti di situ. Dia memandang ke depan dengan visi yang lebih besar penanaman padi di lahan seluas 20 hektare.
Proyek ini direncanakan untuk melibatkan lebih banyak siswa dan komunitas lokal sehingga dampaknya bisa dirasakan lebih luas.
Baginya, ini tidak hanya tentang mencapai target jumlah tanaman, tetapi juga tentang membangun masa depan yang berkelanjutan bagi Sulawesi Utara.
Melalui proses ini, para siswa akan membawa pengalaman berharga ini ke masa depan mereka, menjadi generasi penerus yang mencintai dan memajukan pertanian di daerah mereka.
Dengan pola pikir yang telah terbangun sejak dini, mereka tidak hanya akan menjadi petani yang sukses, tetapi juga pemimpin yang bijaksana dan inovatif dalam menghadapi tantangan pertanian di masa depan.
Bagi Pak Tarigan, melihat senyum penuh kebanggaan di wajah para siswa saat mereka melihat hasil jerih payah mereka tumbuh subur, adalah kepuasan yang tak ternilai.
Benih-benih yang mereka tanam di tanah ini tidak hanya akan menghasilkan panen yang melimpah, tetapi juga akan menumbuhkan masa depan yang cerah bagi pertanian di Sulawesi Utara.
Kolaborasi
Bank Indonesia (BI) Sulawesi Utara mengambil langkah proaktif untuk meningkatkan produksi cabai, tomat, dan bawang di wilayah tersebut, sebagai bagian dari upaya strategis menekan inflasi yang sering kali dipicu oleh kenaikan harga volatile food tersebut.
Di berbagai kabupaten dan kota, kolaborasi antara BI, pemda, dan para petani lokal semakin erat, dengan tujuan meningkatkan ketahanan pangan dan menstabilkan harga di pasaran.
Andry Prasmuko, Kepala BI Sulut, menjelaskan bahwa meskipun BI bukanlah aktor utama dalam produksi pangan, kehadiran mereka sangat penting sebagai kontributor yang memberikan stimulus kepada petani.
BI hadir untuk mendukung dan memberikan dorongan yang diperlukan agar produksi cabai, tomat, dan bawang dapat ditingkatkan sehingga ketahanan pangan di Sulut makin kuat dan tidak mudah terdampak fluktuasi harga.
Dalam kolaborasi ini, BI tidak hanya memberikan dukungan berupa pelatihan dan pendampingan teknis kepada para petani, tetapi juga menyediakan akses ke teknologi dan peralatan yang dapat meningkatkan efisiensi produksi.
Misalnya, pengenalan alat ukur pH tanah dan teknik pemupukan yang tepat menjadi bagian dari paket dukungan yang diberikan kepada petani, memastikan bahwa setiap langkah dalam proses penanaman cabai dilakukan dengan standar yang tinggi.
Juga ditekankan pentingnya memperhatikan keadaan lingkungan sekitar, jangan sampai merusak lingkungan alam, sehingga konsep pembangunan ekonomi hijau atau berkelanjutan untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan, bisa dicapai.
Keberlanjutan hasil produksi komoditas yang kerap memicu inflasi tersebut harus mampu memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi. Dengan pasokan yang stabil, harga diharapkan tidak lagi menjadi faktor pendorong inflasi.
Sejak awal tahun 2024, BI melakukan panen cabai rawit, cabai merah keriting, bawang merah, dan tomat hasil kolaborasi dengan petani serta pemerintah setempat.
Pada awal tahun 2024, telah melakukan panen bawang merah di lahan Pondok Pesantren Darul Istiqamah Bawang Merah Manado dan di lahan Kelompok Tani Berkah Bawang Merah Kotamobagu.
Kemudian, di April 2020, melakukan panen cabai rawit di lahan Kelompok Tani Sukoi Rabbit Cabai Rawit Tomohon, panen cabai merah keriting di lahan Kelompok Tani Mitra Bersama Cabai Merah Keriting Manado, panen cabai rawit di lahan Kelompok Tani P4S Sari Hutan Abadi Cabai Rawit Minahasa Utara
Pada bulan Mei 2024 melakukan panen tomat di lahan Kelompok Tani Kelelondey Sejahtera Tomat Minahasa, panen cabai merah keriting di lahan Kelompok Tani Pinasungkulan Cabai Merah Keriting Minahasa Utara, panen cabai merah keriting di lahan Kelompok Tani Frens Farming Cabai Merah Keriting Minahasa.
Dan, pada Juni 2024, melakukan panen cabai merah keriting dan tomat di lahan Kelompok Tani Palemboyan Cabai Merah Keriting & Tomat Minahasa.
Dari hasil panen tersebut, para petani diminta memprioritaskan kebutuhan lokal terlebih dahulu sebelum menjual hasil panen ke luar daerah.
Dengan memenuhi kebutuhan lokal, daerah bisa memastikan ketersediaan cabai, tomat, dan bawang tersebut di pasaran Sulut tetap terjaga. Setelah kebutuhan lokal terpenuhi, barulah bisa memanfaatkan peluang pasar di luar daerah.
Kolaborasi ini bukan hanya soal meningkatkan produksi, melainkan juga soal membangun kesadaran di kalangan petani tentang peran penting mereka dalam menjaga stabilitas ekonomi daerah.
Dengan dukungan BI, para petani Sulawesi Utara kini memiliki harapan baru untuk tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri, tetapi juga menjadi penjaga stabilitas harga pangan di daerah sehingga berdampak pada inflasi yang tetap terjaga, juga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menuju Sulut maju.
Di tengah pertumbuhan ekonomi global masih dibayangi risiko dan ketidakpastian, justru Provinsi Sulut secara umum menunjukkan penguatan seiring dengan meningkatnya aktivitas perekonomian dan masyarakat.
Hal ini ditunjukkan dari beberapa indikator, pertumbuhan ekonomi di Sulut tumbuh 5,13 persen pada triwulan II TA 2024 yakni berada di atas angka nasional yang 5,05 persen. Sementara itu, untuk Sulawesi Utara, dalam periode yang sama, justru mengalami inflasi 4,03 persen, yakni lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional mengalami inflasi sebesar 2,13 persen.
Bank Indonesia terus menjalin sinergi dengan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulawesi Utara untuk mengatasi potensi inflasi. Sebagai bagian dari upaya ini, BI memberikan dukungan penuh terhadap program Gerakan Pangan Murah (GPM) yang dijalankan secara berkelanjutan oleh pemerintah provinsi Sulut.
Semangat gotong royong
Gubernur Sulut Olly Dondokambey bersyukur karena Presiden Joko Widodo telah mengambil langkah berani. Kini, pembangunan tidak lagi dimulai dari Sabang ke Merauke, melainkan dari timur ke barat, mengikuti alur Matahari.
Dengan metafora yang kuat, Olly menggambarkan bagaimana Matahari yang terbit dari timur ke barat menjadi simbol harapan baru bagi wilayah Indonesia Timur. Pembangunan pasti akan berjalan dengan baik.
Olly menegaskan pentingnya sinergi antara Pemerintah Pusat dan daerah dalam pengendalian inflasi.
Sinergi ini sangat penting, terutama di tengah pemulihan ekonomi yang masih berlangsung sehingga peningkatan resiko inflasi bisa berdampak buruk pada peningkatan angka kemiskinan.
Inflasi di negara-negara besar, hampir mencapai 10 persen. Beruntung, di Indonesia, masih bisa menahan inflasi di sekitar 4 persen.
Capaian tersebut tidak lepas dari kerja keras dan sinergi yang terjalin baik antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Sulut.
"Di sini, kita punya budaya mapalus, gotong royong yang menjadi dasar kekuatan masyarakat Sulut," jelas Olly.
Dukungan dari Forkopimda, TNI-Polri, FKUB, hingga perbankan, semuanya telah berperan besar dalam keberhasilan program pengendalian inflasi ini.
Gubernur yakin, pertumbuhan ekonomi Sulut di akhir tahun ini bisa mencapai 6 persen. Sektor pariwisata yang sempat terpukul pandemi kini mulai bangkit.
Jika Sulut bisa bertahan di angka 5,93 persen saat kondisi sulit, pihaknya optimistis, dengan sinergi ini, akan mencapai target 6 persen tersebut, serta menjaga inflasi tetap stabil.
Melalui kerja keras dan kolaborasi, Sulut tidak hanya berhasil pulih dari dampak pandemi, tetapi juga menjadi bagian penting dari upaya besar menjaga kestabilan inflasi daerah untuk ekonomi yang berkelanjutan di Sulawesi Utara.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Strategi kendalikan inflasi untuk ekonomi hijau menuju Sulut maju