Manado, (AntaraSulut) - Kepala Badan Pengelolaan-Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BP-DAS) Tondano, Sulawesi Utara, Aris Sutjipto mengatakan, untuk mencegah banjir di daerah hilir memerlukan tata ruang berbasis DAS.
"Pada tataran implementasi, tata ruang ini harus ditaati, jangan dilanggar apalagi bila dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman padahal itu diuntukkan sebagai daerah resapan," kata Aris di Manado, Senin.
Aris yang baru diserahterimakan kepada Rukma Dayadi yang sebelumnya menjabat Kepala BP DAS Krueng Aceh mengatakan, salah satu alasan perlunya tata ruang berbasis DAS adalah agar semakin banyak air yang terkonservasi dan tidak menjadi aliran air permukaan yang bisa mendatangkan banjir.
"Memang pola pengelolaan DAS harus terkoordinasi atau melibatkan para pihak, tidak mungkin hanya BP-DASHL," ujarnya.
Aris yang saat ini dimutasikan ke Kepala BP-DAS Beraw, Kalimantan Timur menyentil peristiwa banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang Kota Manado 2014.
Menurut dia, bencana tersebut erat kaitannya dengan tutupan hutan di daerah hulu Kabupaten Minahasa, yang saat ini diperkirakan tinggal 6,5 persen dari luasan DAS Tondano 49.415,76 hektare.
"Menciutnya luasan tutupan hutan inilah yang menyebabkan daerah hulu seperti Kota Manado menjadi rentan bencana banjir bandang," katanya.
Karena itu, kata dia, ke depan penutupan lahan perlu diperbaiki, tegakan pohon yang sebelumnya kurang rapat dirapatkan.
Banjir di Manado, kata dia, bisa saja diakibatkan penyempitan sungai di daerah hulu akibat aktivitas pertanian, perkebunan ataupun permukiman.
"Bisa juga juga banjir diakibatkan ada jeram-jeram di batang sungai longsor yang membendung air, namun akhirnya jebol karena tidak mampu menampung volume air," ujarnya.
Dia mengharapkan, sinergitas para pihak dalam pengelolaan DAS-HL Tondano semakin dimaksimalkan sehingga bencana di daerah hilir semakin berkurang.***4***
(T.K011/B/S023/S023) 09-01-2017 21:36:52

