Manado (ANTARA) - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dalam pesan natalnya menyebutkan keluarga adalah tempat suami dan istri mengambil peran yang setara dan bertanggung jawab terhadap pasangannya, anak anak, dan siapa pun yang Tuhan tempatkan dalam keluarga.
"Keluarga adalah gereja terkecil, tempat di mana kasih Kristus pertama tama dihidupi," kata Anggota Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Petra Kinilow Penatua Mardy Takalao saat membacakan sambutan Natal PGI-KWI, di Kinilow, Kota Tomohon, Sulawesi Utara, Kamis (25/12).
Dia menyebutkan, kelahiran Yesus Kristus di tengah keluarga serta cara Maria dan Yusuf mengubah relasi keluarga mereka dalam terang kehendak Allah, sangat relevan untuk memaknai berbagai krisis yang dihadapi keluarga saat ini.
Berbagai krisis keluarga, yang sering menghancurkan tersebut, antara lain adalah perpisahan dan bahkan perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, masalah ekonomi, judi online (judol), pinjaman online (pinjol), narkoba, individualisme, dan materialisme.
"Amanat yang tersirat dalam Matius 1.21 24 mendorong kita untuk terlibat secara aktif dalam menjadikan keluarga sebagai tempat Allah hadir dan melaksanakan karya penyelamatan-Nya bagi umat manusia," ujarnya.
Perayaan Natal, menurut PGI-KWI, menjadi saat yang tepat untuk merenungkan dan mengalami karya Allah yang hadir untuk menyelamatkan, melalui pemulihan dan penguatan kehidupan keluarga.
"Karena itu hendaknya keluarga Kristiani menjadi tempat di mana kehendak Allah didengarkan dan dilaksanakan. Hendaknya nilai nilai kristiani dihidupi oleh tiap anggota keluarga Hal itu akan berdampak baik bagi gereja, bangsa, dan dunia," ajaknya.
Dalam pesan Natal yang ditandatangani Ketua dan Sekretaris Umum PGI Pdt Jacklevyn F Manuputty-Pdt Darwin Darmawan serta Ketua Presidium dan Sekretaris Jenderal KWI Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC-Mgr Adrianus Sunarko OFM disebutkan, gereja Indonesia dan umat manusia juga mengalami aneka krisis terkait kebangsaan, kekerasan kemanusiaan, ekologi, pendidikan, dan budaya.
Salah satu akar dari berbagai persoalan tersebut adalah kecenderungan manusia yang lebih mengikuti keinginannya sendiri daripada kehendak Tuhan.
"Oleh karena itu, keluarga-keluarga perlu dengan tekun dan cermat mendengarkan dan mengutamakan Tuhan, sehingga kita sungguh mengalami karya keselamatan Tuhan, memiliki daya tahan, dan menjadi berkat di tengah berbagai krisis yang ada," katanya pula.

