Jakarta (ANTARA) - Salah seorang Warga Negara Indonesia mantan pengikut ISIS mengatakan masyarakat harus waspada propaganda "janji manis" media ISIS yang mengajak orang untuk datang dan bergabung dalam kelompok teroris itu di Suriah.
"Di propagandanya itu bagus, tapi kenyataannya sampai sana itu jelek, kita hanya tertipu dari propaganda medianya. Saya dan keluarga mengira kalau tempat itu memang aman dengan yang sudah dijanji-janjikan bagus," kata mantan pengikut ISIS Febri Ramdani di Jakarta, Selasa, menceritakan awalnya dia tertarik datang ke Suriah.
Kenyataannya menurut dia, semua daerah hancur akibat perang, tidak ada kedamaian hidup di bawah negara Islam seperti yang dijanjikan dalam propaganda media, bahkan semua biaya yang dihabiskan untuk ke Suriah juga tidak dikembalikan seperti janji dari ISIS.
"Ada propaganda seperti itu kita perlu mengkroscek, jangan kita hanya melihat dari satu sisi saja (dari propaganda media ISIS) tanpa menerima masukan informasi dari media-media lainnya," ungkap dia.
Febri menceritakan, awalnya keluarga dia terpropaganda media ISIS untuk datang Suriah, sebanyak 26 orang keluarganya berangkat Negeri Syam pada 2015 karena ingin hidup di negara yang menerapkan kaidah Islam seperti zaman Nabi Muhammad SAW.
Ketika keluarganya berangkat, Febri menolak untuk ikut, namun karena dia hanya tinggal sendiri di Indonesia sementara seluruh keluarganya sudah ada di Suriah, akhirnya dia mencoba mencari tahu seperti apa ISIS. Febri melihat propaganda-propaganda ISIS tentang Suriah dan tertarik datang ke sana, alasan lainnya adalah untuk bertemu keluarganya.
"Propaganda bagus, ke sana kita boleh jadi apa saja, tidak diwajibkan perang, dijanjikan fasilitas pendidikan, kesehatan dan pekerjaan. Janji di bawah syariat Islam sempurna seperti zaman Nabi Muhammad," ucapnya.
Akhirnya, Febri dibantu salah seorang kerabatnya masuk ke Turki, ia tinggal sekitar 5 hari di Turki kemudian langsung masuk menuju Suriah.
Bukannya kedamaian, Febri malah mendapatkan kekacauan, ia tertangkap salah satu fraksi yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, namun karena beralasan ia datang sebagai relawan kemanusiaan akhirnya Febri dilepaskan.
Setelah itu Febri melanjutkan ke salah satu kota di Suriah untuk mencari keluarganya, sepanjang yang ia lihat tidak ada kedamaian di sana bahkan di kota tempat keluarnya intinya tinggal, semuanya porak-poranda karena perang.
Setelah bertemu anggota keluarganya, Febri memutuskan untuk kembali ke Indonesia, mereka keluar dari ISIS dengan cara menyerahkan diri pada pasukan militer Kurdi dan dipenjara selama dua bulan.