Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan memeriksa mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan era Menaker Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto (HS), mengenai pungutan liar pada era Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
“Penyidik menggali pengetahuan HS terkait pungutan uang tidak resmi kepada para pengaju RPTKA di Kemenaker saat periode yang bersangkutan sebagai Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA), dan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Dirjen Binapenta dan PKK),” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Senin.
Selain itu, Budi mengatakan KPK mendalami prosedur pengesahan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) kepada tersangka baru kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker tersebut.
Sementara itu, berdasarkan data KPK, Hery Sudarmanto menjabat Direktur PPTKA pada 2010-2015, dan sebagai Dirjen Binapenta dan PKK pada 2015-2017.
Dengan demikian, Hery Sudarmanto menjabat Direktur PPTKA pada masa Menakertrans Cak Imin, dan Dirjen Binapenta dan PKK pada era Menaker Hanif Dhakiri.
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 atau pada era Menaker Ida Fauziyah telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan demikian, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.
Pada 29 Oktober 2025, KPK mengumumkan penambahan tersangka baru kasus tersebut, yakni Sekjen Kemenaker era Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto.

