Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pendidikan, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie menyebut pentingnya memprioritaskan keterampilan atau skill manusia di era akal imitasi atau artificial intelligence (AI).
"Pendidikan di era AI, itu lebih baik fokus ke apa dan bagaimana (menggunakan AI), jadi lebih memprioritaskan skill manusia untuk bisa mengevaluasi hasil pengolahan yang didapatkan dari AI, karena kita harus memahami bahwa manusia itu memiliki keunggulan lebih sistematis jika dibandingkan dengan AI," katanya di Jakarta, Rabu.
Stella mencontohkan salah satu kegiatan sederhana ketika manusia memilih barang yang hendak dibeli di niaga-el atau e-commerce, yang ternyata membutuhkan nalar berpikir lebih luas.
Skill manusia, tetap dibutuhkan untuk menentukan apakah barang tersebut akan dibeli sesuai dengan kebutuhan, mengingat saat ini banyak sekali iklan yang menggunakan AI untuk membuat suatu barang terlihat terlalu sempurna.
"Untuk bisa mengevaluasi bahwa foto yang dihasilkan itu terlalu bagus (AI-generated), itu manusia yang akan membeli harus mengerti, inginnya seperti apa, apakah mereka akan membeli sesuatu yang dihasilkan dari iklan yang high resolution atau dari iklan yang sepertinya hanya diambil sendiri di rumah, itu namanya memprioritaskan skill manusia," ujar dia.
Menurutnya, manusia mesti memahami kapan menggunakan AI, dan kapan menggunakan pemikiran sendiri untuk mengevaluasi hasil AI yang didapatkan.
"Menggunakan AI untuk menghasilkan gambarnya, tetapi menggunakan pemikiran sendiri untuk menentukan apakah gambar yang dikeluarkan oleh AI tadi sesuatu yang kita inginkan," ucapnya.
Stella juga menegaskan pentingnya mengutamakan proses dibandingkan hasil akhir untuk meningkatkan kemajuan pendidikan Indonesia di era serba AI.
"Kita mesti fokus pada pertanyaan 'mengapa' dan 'bagaimana', alih-alih hanya pada 'apa', 'siapa', 'kapan', dan 'di mana'," tuturnya.
Memprioritaskan skill manusia, lanjut dia, juga dapat meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam melatih AI agar dapat menjalankan tugas dan memberikan hasil optimal sesuai dengan yang diinginkan.
"Kemampuan mengevaluasi AI lebih penting dimiliki, misalnya mengidentifikasi saat AI memberikan informasi yang keliru atau menyesatkan, serta mengidentifikasi bias dalam data yang digunakan sebagai input (masukan) untuk melatih AI," paparnya.
Stella juga mengemukakan, skill manusia tetap diperlukan untuk memahami secara tepat apa yang dioptimalkan oleh AI saat menjawab pertanyaan atau memberikan rekomendasi.
"Kita juga perlu peningkatan skill untuk mengidentifikasi dampak tingkat kedua atau dampak lanjutan dari penerapan AI di kehidupan nyata," kata Stella.