Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan merupakan hal yang lumrah dan tetap harus saling menghormati serta menjunjung nilai toleransi.
"Ada beberapa perbedaan dan itu lumrah saja. Namun kita harus tetap saling menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi sehingga tercipta suasana yang kondusif," ujar Menag di Jakarta, Minggu.
Sebelumnya, Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024. Begitu pula dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang menetapkan awal puasa pada Selasa.
Namun Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berpedoman pada kriteria Wujudul Hilal menetapkan awal Ramadhan jatuh pada Senin (11/3).
Menag mengajak umat Islam untuk menjadikan momentum Ramadhan ini untuk saling mengintrospeksi diri sendiri, memperbanyak ibadah, dan kembali bergandengan tangan pascakontestasi politik.
"Perjuangan politik, biarkan berlalu, mari kita berjuang meraih fitri," katanya.
Senada dengan Menag, Ketua MUI Abdullah Zaidi mengajak agar saling menghormati akan perbedaan penentuan awal Ramadhan. Masyarakat tak perlu membesar-besarkan masalah ini, justru harus menjadi perekat persaudaraan dan persatuan.
"Yang terpenting tingkatkan kesalehan kita, dengan kepedulian sosial kita kepada saudara-saudara kita yang memerlukan uluran tangan kita," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII RI Ashabul Kahfi mengatakan perbedaan penentuan awal Ramadhan menunjukkan kekayaan dan dinamika dalam pemahaman terhadap ilmu falak dan metode hisab yang digunakan.
"Sidang isbat momen penting bagi kita untuk bersama-sama menentukan awal bulan Ramadhan. Ini waktu di mana kita dituntut memperhatikan perbedaan pendapat yang ada sambil tetap mempertahankan semangat persatuan dan persaudaraan," kata dia.
Menurutnya, Ramadhan bukan hanya tentang menentukan tanggal, tetapi mempersiapkan diri untuk bulan penuh berkah dalam meningkatkan takwa, kesabaran, dan keikhlasan.
"Semangat Ramadhan harus tetap hidup tidak peduli tanggal dimulainya. Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak untuk terus berdialog dan berdiskusi demi mencapai pemahaman bersama yang akan membawa kita pada persatuan dan kebersamaan umat Islam," katanya.
Sebelumnya, Pemerintah menetapkan 1 Ramadhan 1445 Hijriah jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024. Begitu pula dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang menetapkan awal puasa pada Selasa.
Namun Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berpedoman pada kriteria Wujudul Hilal menetapkan awal Ramadhan jatuh pada Senin (11/3).
Menag mengajak umat Islam untuk menjadikan momentum Ramadhan ini untuk saling mengintrospeksi diri sendiri, memperbanyak ibadah, dan kembali bergandengan tangan pascakontestasi politik.
"Perjuangan politik, biarkan berlalu, mari kita berjuang meraih fitri," katanya.
Senada dengan Menag, Ketua MUI Abdullah Zaidi mengajak agar saling menghormati akan perbedaan penentuan awal Ramadhan. Masyarakat tak perlu membesar-besarkan masalah ini, justru harus menjadi perekat persaudaraan dan persatuan.
"Yang terpenting tingkatkan kesalehan kita, dengan kepedulian sosial kita kepada saudara-saudara kita yang memerlukan uluran tangan kita," katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VIII RI Ashabul Kahfi mengatakan perbedaan penentuan awal Ramadhan menunjukkan kekayaan dan dinamika dalam pemahaman terhadap ilmu falak dan metode hisab yang digunakan.
"Sidang isbat momen penting bagi kita untuk bersama-sama menentukan awal bulan Ramadhan. Ini waktu di mana kita dituntut memperhatikan perbedaan pendapat yang ada sambil tetap mempertahankan semangat persatuan dan persaudaraan," kata dia.
Menurutnya, Ramadhan bukan hanya tentang menentukan tanggal, tetapi mempersiapkan diri untuk bulan penuh berkah dalam meningkatkan takwa, kesabaran, dan keikhlasan.
"Semangat Ramadhan harus tetap hidup tidak peduli tanggal dimulainya. Oleh karena itu, saya mengajak semua pihak untuk terus berdialog dan berdiskusi demi mencapai pemahaman bersama yang akan membawa kita pada persatuan dan kebersamaan umat Islam," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menag: Perbedaan awal Ramadhan lumrah dan harus saling menghormati