Minahasa Tenggara (ANTARA) - KPU Kabupaten/Kota Lakukan Verminfak Parpol
Oleh: Otnie N. Tamod (Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Minahasa Tenggara)
Pelaksanaan tahapan Pemilihan Umum tahun 2024 sudah digulirkan sejak 14 Juni lalu. Bahkan proses pendaftaran partai politik di KPU RI sedang berlangsung hingga 14 Agustus 2024 lalu. Sesudah Parpol melakukan pendaftaran, maka KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten/Kota segera akan melakukan Verifikasi administrasi maupun faktual (Verminfak) sesuai regulasi dan petunjuk KPU RI.
Terkait kerangka hukum Pemilihan Umum (Pemilu) tidak mengalami banyak perubahan. Jika tidak ada perubahan hingga 2024, aturan main megapesta demokrasi ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 2019. Namun untuk Pemilu 2024 ini khusus pendaftaran Partai politik peserta pemilu dipusatkan di KPU RI, yang mana Pemilu sebelumnya partai politik selain mendatar di KPU RI, juga diwajibkan mendaftar dengan menyerahkan dokumen persyaratan berupa daftar nama anggota dan dan salinan fotocopy KTA dan KTP di KPU Kabupaten/Kota.
Peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) kecil kemungkinan, seiring dengan dinamika politik pada pelaksanaan Pemilu Presiden/Wakil Presiden, Pemilu Anggota DPR RI, Pemilu Anggota DPD RI dan Pemilu anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota serta pemilihan Kepala Daerah di 34 Provinsi dan di 514 Kabupaten/Kota. Apalagi dengan penambahan 3 Provinsi di Papua dengan IKN Nusantara, maka sesuai kesepakatan dengan DPR, Pemerintah dan KPU serta Bawaslu akan diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU ) oleh Presiden Joko Widodo. Sebab PERPU terkait Pemilu ini ada beberapa norma dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang harus diubah. Salah satu norma yang harus diubah adalah terkait, jumlah daerah pemilihan setelah bertambahnya tiga Provinsi baru di Papua dan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Semula pembentuk undang-undang, DPR RI dan pemerintah, bermaksud menyatukan regulasi pemilihan tersebut. Namun, belakangan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum ditarik dari Daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2021.
Dengan demikian, UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu tetap berlaku. Begitu pula UU Nomor 1/2015 yang telah mengalami tiga kali perubahan (UU Nomor 8/2015, UU Nomor 10/2016, dan terakhir UU Nomor 6/2020) bakal menjadi landasan hukum pelaksanaan Pilkada 2024.
Nama undang-undang ini relatif panjang, atau sering disingkat UU Pilkada. Undang-undang ini berlabel: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang.
Namun, kedua undang-undang itu urung direvisi. Padahal, berdasarkan draf RUU Pemilu (pemutakhiran November 2020), rancangan undang-undang ini menyatukan sekaligus merevisi UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 1/2015 beserta tiga perubahannya.
Tidak hanya UU Pemilu dan UU Pilkada, pembuat undang-undang juga tidak melakukan revisi kembali UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Undang-Undang Parpol ini baru sekali mengalami revisi melalui UU No. 2/2011.
Pada tanggal, 4 Mei 2021, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan uji materi verifikasi Parpol peserta Pemilu melalui Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020. Putusan ini mewarnai perdebatan meski tidak seseru ambang batas pencalonan Presiden maupun ambang batas parlemen.
Dalam putusan MK itu, KPU tetap melakukan verifikasi secara administrasi terhadap sembilan Partai Politik (Parpol) yang lolos "parliamentary threshold" (ambang batas parlemen). Namun, Parpol yang memiliki kursi di DPR ini tidak diverifikasi secara faktual. (Kliwantoro D.Dj, antaranews.com, 31 Desember 21).
Sementara itu, tujuh Parpol yang tidak lolos ambang batas parlemen pada pemilu lalu dan partai baru yang sudah kantongi surat keputusan (SK) pengesahan badan hukum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) diverifikasi secara administrasi dan faktual oleh KPU.
Perolehan suara partai politik pada Pemilihan Legislatif 2019 sekaligus partai politik yang lolos parliamentary threshold atau ambang batas minimal perolehan kursi di DPR RI yakni 4 persen dari 575 total kursi DPR RI
Sembilan partai itu yakni PDIP (19,33%), Gerindra (12,57%), Golkar(12,31%), PKB (9,69%), Nasdem (9,05%), PKS (8,21%), PAN, Demokrat (7,77%) PAN (6,84%) dan PPP (4,52%).
Kemudian terdapat tujuh partai tidak melenggang ke Senayan yakni Perindo (2,67 %), Berkarya (2,09%), PSI (1,89%), Hanura (1,54%), PBB (0,79%), Garuda (0,50%) dan PKPI (0,22%).
Partai politik yang dapat mendatar sebagai calon peserta Pemilu 2024 dikategorikan menjadi empat kategori yakni.
1. Partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 % dari perolehan suara sah secara nasional hasil pemilu terakhir.
2. Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 % daei perolehan suara sah secara nasional hasil pemilu terakhir dan memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
3. Partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 % dari perolehan suara sah secara nasional hasil pemilu terakhir dan tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dan
4. Partai politik yang tidak menjadi peserta Pemilu dalam kerakhir.
*PKPU PRIORITAS 2022*
Dalam pelaksanaaan Pemilu tahun 2024 dasar hukumnya dan pedoman teknis pelaksanaan tahapan Pemilu menjadi prioritas yang disusun oleh KPU terkait Peraturan KPU. Di tahun 2022 ini, KPU menargetkan prioritas PKPU yang dikeluarkan diantaranya, tahapan dan jadwal penyelenggaraan yang sudah ditetapkan yakni Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Kemudian Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang pendaftaran, verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sementara PKPU yang masih menjadi prioritas yakni, Partisipasi masyarakat, Pemutakhiran Data Pemilih, Penetapan Daerah Pemilihan (Dapil) dan alokasi kursi anggota DPRD Kabupaten/Kota, Pencalonan perseorangan Pemilu Anggota DPD, Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta PKPU Perlengkapan Pemungutan Suara.
Sedangkan Keputusan KPU terkait tahapan pendaftaran Partai Politik, maka KPU mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 258 Tahun 2022 tentang, Penetapan Jumlah Kabupaten/Kota dan Kecamatan serta Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Setiap Provinsi Sebagai Pemenuhan Persyaratan Kepengurusan dan Keanggotaan Partai Politik.
Kemudian Keputusan KPU Nomor 259 Tahun 2022 tentang, Pedoman Teknis Bagi Partai Politik Calon Peserta Pemilihan Umum Dalam Pelaksanaan Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dan terakhir di awal Agustus ini KPU juga mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 260 Tahun 2022 tentang, Pedoman Teknis Bagi Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota Dalam Pelaksanaan Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta Keputusan KPU Nomor 274 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 258 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah Kabupaten/Kota dan Kecamatan serta Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di Setiap Provinsi Sebagai Pemenuhan Persyaratan Kepengurusan dan Keanggotaan Partai Politik.
Dan terakhir Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 292 tentang Pedoman Teknis Penerimaan dan Verifikasi Dokumen Persyaratan Pendaftaran Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam bentuk dokumen fisik.
Harus diakui dalam proses Pemilu, kepastian hukum menjadi salah satu syarat mutlak membangun Pemilu yang berintegritas. Kepastian hukum ini meliputi regulasi yang jelas, tidak multitafsir, tidak saling bertentangan dan tumpang tindih.
Sebab dalam konteks Pemilu sebuah kepastian hukum menjadi suatu hal yang harus di lakukan KPU dengan komitmen untuk bisa melaksanakan Pemilu dan Pemilihan Serentak di Tahun 2024 secara jujur, adil dan berkepastian hukum
Ada tiga hal yang menjadi dasar dari Pemilu yakni rakyat atau pemilih, kemudian peserta Pemilu atau Parpol, dan selanjutnya adalah regulasi dari Pemilu. (Syam R, tribunnews.com, 15 Februari 22)
Kepastian hukum juga bisa diartikan regulasi yang berlaku dalam jangka waktu panjang. Serta mengatur secara lengkap detail dan seluruh aspek yang ada dalam Pemilu. Sebab, bukan perkara mudah untuk mewujudkan kepastian hukum dalam Pemilu. Hal itu dikarenakan regulasi Pemilu disusun secara simultan dengan tahapan Pemilu.
Syarat lain Pemilu berintegritas adalah penyelenggara harus independen dan profesional, data pemilih yang lengkap dan akurat, serta otentitas suara pemilih yang terjaga dengan baik. (*)