Gernas BBI -produk olahan ikan Mr Phep siap masuki pasar digital
Banda Aceh (ANTARA) - Berbagai produk olahan hasil perikanan asal Kota Lhokseumawe, Aceh dengan merek Mr Phep terus berkembang dan masuk di pasar penjualan secara digital, sejalan dengan kampanye yang dilakukan pemerintah terkait Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI).
“Kita sudah mulai pasarkan melalui digital ini sejak 2018, melalui facebook, instagram, grup whatsapp, dan sekarang siap masuk market place Shopee,” kata Munawar, pemilik Mr Phep Food and Culinery, usai peluncuran Gernas BBI Ragam Aceh, kopi dan ikan di Banda Aceh, Rabu.
Ia mengatakan produk perikanan yang diolah menjadi kuliner sambal sunti dan keumamah tersebut seperti keumamah atau ikan kayu siap saji, yang dijual dengan harga Rp20 ribu per kemasan toples isi 120 gram.
Kemudian, teri atau kareeng siap saji Rp25 ribu per kemasan botol isi 120 gram, sambal sunti original Rp18 ribu per botol saus isi 125 gram, sambal sunti udang Rp22 ribu per kemasan botol isi 120 gram, sambal sunti teri Rp23 ribu per kemasan botol isi 120 gram, sambal sunti teri nasi Rp25 ribu per kemasan botol isi 120 gram.
Munawar menjelaskan, semua produk itu sudah terjual keluar Aceh melalui pesanan secara online (daring).
Usaha Mr Phep masih berbasis industri rumahan. Dirinya baru bisa memproduksi sekitar 300-500 kemasan keumamah dan samba sunti dalam sekali produksi.
Selain berjualan secara digital, dia juga memasarkan produk olahan ikan tersebut ke beberapa reseller baik di Banda Aceh, Lhokseumawe, Bener Meriah, Langsa serta juga beberapa supermaket dan cafe.
“Tapi selama COVID-19 ini reseller sudah tidak ada lagi, jadi konsumen langsung pesan ke saya. Omzet kita saat ini sekitar Rp5 juta-Rp10 juta per bulan, kalau sebelum pandemi bisa mencapai Rp15 juta-Rp20 juta,” kata Munawar.
Selain berjualan, dia juga juga ikut melatih masyarakat dalam membuat produk olahan ikan seperti cara membuat bakso, kerupuk, abon, dalam kegiatan yang bekerjasama dengan pemerintah.
Ia berharap melalui kampanye Gernas BBI itu, masyarakat Aceh termotivasi untuk berinovasi mengembangkan usaha produk olahan perikanan. Sebab Aceh kaya sumber daya perikanan maupun pertanian. Pemerintah dan masayrakat harus menggalakkan industri rumahan.
“Jadi kita enggak jual bahan mentah lagi, hasil perikanan. Seperti ikan kita olah dulu jadi bakso, sambal, keumamah, kerupuk, maka ada nilai tambah secara ekonomi,” katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan kepada Munawar agar menekuni produk olahan perikanan tersebut dengan serius sehingga bisa mencapai omzet yang lebih besar.
“Ini produk luar biasa, dari perikanan. Kamu jangan main-main ini, kalau digarap dengan serius bisa omzetnya miliaran rupiah,” kata Luhut, yang turut membeli ikan keumamah dalam kampanye Gernas BBI di Banda Aceh.
“Kita sudah mulai pasarkan melalui digital ini sejak 2018, melalui facebook, instagram, grup whatsapp, dan sekarang siap masuk market place Shopee,” kata Munawar, pemilik Mr Phep Food and Culinery, usai peluncuran Gernas BBI Ragam Aceh, kopi dan ikan di Banda Aceh, Rabu.
Ia mengatakan produk perikanan yang diolah menjadi kuliner sambal sunti dan keumamah tersebut seperti keumamah atau ikan kayu siap saji, yang dijual dengan harga Rp20 ribu per kemasan toples isi 120 gram.
Kemudian, teri atau kareeng siap saji Rp25 ribu per kemasan botol isi 120 gram, sambal sunti original Rp18 ribu per botol saus isi 125 gram, sambal sunti udang Rp22 ribu per kemasan botol isi 120 gram, sambal sunti teri Rp23 ribu per kemasan botol isi 120 gram, sambal sunti teri nasi Rp25 ribu per kemasan botol isi 120 gram.
Munawar menjelaskan, semua produk itu sudah terjual keluar Aceh melalui pesanan secara online (daring).
Usaha Mr Phep masih berbasis industri rumahan. Dirinya baru bisa memproduksi sekitar 300-500 kemasan keumamah dan samba sunti dalam sekali produksi.
Selain berjualan secara digital, dia juga memasarkan produk olahan ikan tersebut ke beberapa reseller baik di Banda Aceh, Lhokseumawe, Bener Meriah, Langsa serta juga beberapa supermaket dan cafe.
“Tapi selama COVID-19 ini reseller sudah tidak ada lagi, jadi konsumen langsung pesan ke saya. Omzet kita saat ini sekitar Rp5 juta-Rp10 juta per bulan, kalau sebelum pandemi bisa mencapai Rp15 juta-Rp20 juta,” kata Munawar.
Selain berjualan, dia juga juga ikut melatih masyarakat dalam membuat produk olahan ikan seperti cara membuat bakso, kerupuk, abon, dalam kegiatan yang bekerjasama dengan pemerintah.
Ia berharap melalui kampanye Gernas BBI itu, masyarakat Aceh termotivasi untuk berinovasi mengembangkan usaha produk olahan perikanan. Sebab Aceh kaya sumber daya perikanan maupun pertanian. Pemerintah dan masayrakat harus menggalakkan industri rumahan.
“Jadi kita enggak jual bahan mentah lagi, hasil perikanan. Seperti ikan kita olah dulu jadi bakso, sambal, keumamah, kerupuk, maka ada nilai tambah secara ekonomi,” katanya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan kepada Munawar agar menekuni produk olahan perikanan tersebut dengan serius sehingga bisa mencapai omzet yang lebih besar.
“Ini produk luar biasa, dari perikanan. Kamu jangan main-main ini, kalau digarap dengan serius bisa omzetnya miliaran rupiah,” kata Luhut, yang turut membeli ikan keumamah dalam kampanye Gernas BBI di Banda Aceh.