Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Jejen Musfah menyampaikan bahwa pendekatan “deep learning” dalam dunia pendidikan pada dasarnya merupakan metode pembelajaran dengan suasana yang menyenangkan bagi para siswa.
“Agar siswa senang belajar, tentu dipengaruhi oleh kemampuan bapak dan ibu guru untuk menguasai materi di satu sisi. Di sisi lain, tentu saja kita memilih metode yang tepat. Dan yang terakhir adalah kepribadian guru,” kata Jejen dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Rabu.
Ia mengingatkan, guru harus memiliki kepribadian yang rendah hati dan tidak menganggap diri sendiri sebagai satu-satunya sumber ilmu bagi siswa. Guru juga hendaknya menganggap peserta didik seperti buah hatinya sendiri.
Untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, terutama sekali hal ini harus lahir dari batin dan mindset guru sendiri. Guru perlu memandang peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang harus diberikan kesempatan untuk belajar. Guru juga sebaiknya tidak terpaksa dalam mengajar.
“Kalau kita mengajar dengan niat yang baik, tulus, tidak menjadi beban, Insya Allah itu akan menular bahwa siswa-siswi kita akan punya perasaan senang dan bahagia berada di kelas bersama kita,” kata Jejen.
Ia menjelaskan, terdapat sejumlah poin penting yang perlu diperhatikan untuk menjadi guru modern dengan keterampilan yang profesional salah satunya yaitu guru harus adaptif atau memperbarui standar pembelajaran di kelas.
Guru harus memiliki kepercayaan diri, menguasai komunikasi yang baik, mampu bekerja dalam tim, menjadi seorang yang tidak berhenti untuk belajar, hingga menyajikan pembelajaran yang kreatif dengan menggunakan kemampuannya dalam berimajinasi.
“Sekali lagi, pembelajaran yang menyenangkan hanya mungkin terjadi kalau kita punya imajinasi atau terlatih untuk berimajinasi dalam rangka melahirkan kreativitas di dalam pembelajaran. Baik metode, media, pendekatan maupun cara kita menyampaikan materi,” kata Jejen.
Selain itu, guru juga harus memiliki kepemimpinan yang baik, mampu mengorganisasi dan menyiapkan antisipasi dalam pembelajaran, mempunyai kemampuan untuk mencoba hal-hal baru atau inovatif, serta berkomitmen dan berdedikasi terhadap profesinya.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, guru perlu memahami teknologi terkini yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran di kelas. Jejen mengingatkan, kapasitas editorial perlu dimiliki oleh guru untuk menemukan dan memilih materi-materi terbaru dan menarik bagi siswa yang disediakan oleh teknologi dan informasi.
Guru juga sebaiknya selalu bijak menggunakan media sosial dengan mempertimbangkan bahwa konten yang diunggah akan dilihat oleh para siswa. Dalam bermedia sosial, guru harus menyadari kapan mereka harus berhenti dan melakukan relaksasi dari dunia maya.
Jejen memahami bahwa terkadang guru mengalami kebosanan dan menghadapi tekanan tertentu. Oleh sebab itu, guru berhak untuk mengambil jeda dan istirahat sejenak untuk dirinya sendiri. Hal ini juga berlaku untuk siswa dengan memberikan batas kapan mereka belajar dengan giat dan kapan mereka harus istirahat.
“Terakhir, ability to empower. Seorang guru harus punya kapasitas memotivasi siswa-siswi untuk menjadi pemikir yang kritis, kreatif, resilien, dan fleksibel. Dengan demikian, siswa-siswi kita bukan hanya sukses di sekolah, tapi juga di dalam kehidupan mereka saat ini dan masa depan,” kata Jejen.