Karantina Pertanian Manado dan BKSDA translokasi 107 satwa endemik Papua
Manado (ANTARA) - Karantina Pertanian Manado bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Utara (Sulut) melakukan translokasi sebanyak 107 satwa endemik Papua untuk dikembalikan ke habitatnya.
"Satwa endemik ini sebelumnya merupakan hasil repatriasi atau pemulangan kembali dari negara Filipina oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Juli 2020 yang lalu," kata Kepala Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan Saragih, di Manado, Selasa.
Sebanyak 107 satwa endemik asal Papua dan Papua Barat telah satu tahun lebih, dikarantina di Cagar Tasikoki, Minahasa Utara dan kini saatnya untuk dikembalikan ke habitat aslinya.
Selama masa karantina, pejabat dokter hewan karantina di wilayah kerja Bitung telah ditugaskan untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Ini dilakukan bersama dengan dokter hewan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, Minahasa Utara.
Donni menjelaskan, translokasi dilakukan sepenuhnya oleh BKSDA Sulut, sementara sesuai dengan tugasnya, Karantina Pertanian Manado memastikan bahwa selama proses rehabilitasi dan habituasi satwa dalam kondisi baik dan sehat.
Winanda selaku dokter hewan PPS Tasikoki mengatakan, sebelum satwa ini dilepasliarkan ke habitatnya kondisi kesehatannya baik secara fisik dan klinis dalam kondisi sehat, sifat dan perilaku alamiahnya sudah kembali, dan lokasi pelepasliaran terjamin ketersedian pakan alami dan keamanan habitatnya.
Secara rinci, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik dan laboratorium menggunakan pengujian ELISA terhadap Rabies untuk satwa Pelandu Papua serta pengujian PCR dan HA/HI terhadap penyakit Avian Influenza (AI) untuk satwa yang tergolong unggas. Dalam prosesnya untuk mengembalikan sifat liarnya seperti di habitat aslinya, para dokter hewan juga telah melakukan observasi selama 14 hari.
Donni juga menjelaskan jenis seluruh satwa endemis tersebut, yakni 33 ekor Nuri Kepala Hitam, 2 ekor Kasuari Gelambir Tunggal, Angsa Boiga 3 ekor, Kakaktua Rawa 11 ekor, dan Pelandu Papua 2 ekor, sehingga total sebanyak 51 ekor satwa yang dikembalikan ke Jayapura, melalui BKSDA Papua.
Sedangkan 56 ekor yang terdiri dari Kakaktua Koki 47 ekor, Nuri Kepala Hitam 1 ekor, Nuri Kabare 2 ekor, Julang Papua 4 ekor, dan Membruk Ubiat 2 ekor, dikembalikan ke BKSDA Papua Barat di Sorong.
“Setidaknya terdapat 9 jenis dari 10 jenis satwa yang dipulangkan merupakan jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi kata Plt. Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara, Rima Christi.
Nantinya satwa-satwa ini akan dilepasliarkan di beberapa kawasan konservasi di Papua dan Papua Barat.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Bambang sangat mengapresiasi pihak-pihak yang telah melakukan tugasnya dalam melakukan upaya perlindungan sumber daya alam hayati.
Menurutnya, perlindungan keanekaragaman hayati baik tumbuhan, hewan dalam hal ini satwa maupun ternak menjadi perhatian utama Badan Karantina Pertanian. Hal tersebut sesuai dengan amanah UU No. 21 th 2019 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.
Untuk itu, Bambang berharap sinergi seluruh entitas terkait juga masyarakat dapat terus diperkuat, agar dapat menjaga ekosistem tanah air dan bahkan juga dunia.
"Ini juga pesan pak Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo, red), Barantan harus jadi garda terdepan dalam melindungi sumber daya alam dan pertanian," ujar Bambang.
"Satwa endemik ini sebelumnya merupakan hasil repatriasi atau pemulangan kembali dari negara Filipina oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 31 Juli 2020 yang lalu," kata Kepala Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan Saragih, di Manado, Selasa.
Sebanyak 107 satwa endemik asal Papua dan Papua Barat telah satu tahun lebih, dikarantina di Cagar Tasikoki, Minahasa Utara dan kini saatnya untuk dikembalikan ke habitat aslinya.
Selama masa karantina, pejabat dokter hewan karantina di wilayah kerja Bitung telah ditugaskan untuk melakukan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Ini dilakukan bersama dengan dokter hewan di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki, Minahasa Utara.
Donni menjelaskan, translokasi dilakukan sepenuhnya oleh BKSDA Sulut, sementara sesuai dengan tugasnya, Karantina Pertanian Manado memastikan bahwa selama proses rehabilitasi dan habituasi satwa dalam kondisi baik dan sehat.
Winanda selaku dokter hewan PPS Tasikoki mengatakan, sebelum satwa ini dilepasliarkan ke habitatnya kondisi kesehatannya baik secara fisik dan klinis dalam kondisi sehat, sifat dan perilaku alamiahnya sudah kembali, dan lokasi pelepasliaran terjamin ketersedian pakan alami dan keamanan habitatnya.
Secara rinci, pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik dan laboratorium menggunakan pengujian ELISA terhadap Rabies untuk satwa Pelandu Papua serta pengujian PCR dan HA/HI terhadap penyakit Avian Influenza (AI) untuk satwa yang tergolong unggas. Dalam prosesnya untuk mengembalikan sifat liarnya seperti di habitat aslinya, para dokter hewan juga telah melakukan observasi selama 14 hari.
Donni juga menjelaskan jenis seluruh satwa endemis tersebut, yakni 33 ekor Nuri Kepala Hitam, 2 ekor Kasuari Gelambir Tunggal, Angsa Boiga 3 ekor, Kakaktua Rawa 11 ekor, dan Pelandu Papua 2 ekor, sehingga total sebanyak 51 ekor satwa yang dikembalikan ke Jayapura, melalui BKSDA Papua.
Sedangkan 56 ekor yang terdiri dari Kakaktua Koki 47 ekor, Nuri Kepala Hitam 1 ekor, Nuri Kabare 2 ekor, Julang Papua 4 ekor, dan Membruk Ubiat 2 ekor, dikembalikan ke BKSDA Papua Barat di Sorong.
“Setidaknya terdapat 9 jenis dari 10 jenis satwa yang dipulangkan merupakan jenis satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang dilindungi kata Plt. Kepala Balai KSDA Sulawesi Utara, Rima Christi.
Nantinya satwa-satwa ini akan dilepasliarkan di beberapa kawasan konservasi di Papua dan Papua Barat.
Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Bambang sangat mengapresiasi pihak-pihak yang telah melakukan tugasnya dalam melakukan upaya perlindungan sumber daya alam hayati.
Menurutnya, perlindungan keanekaragaman hayati baik tumbuhan, hewan dalam hal ini satwa maupun ternak menjadi perhatian utama Badan Karantina Pertanian. Hal tersebut sesuai dengan amanah UU No. 21 th 2019 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.
Untuk itu, Bambang berharap sinergi seluruh entitas terkait juga masyarakat dapat terus diperkuat, agar dapat menjaga ekosistem tanah air dan bahkan juga dunia.
"Ini juga pesan pak Menteri Pertanian (Syahrul Yasin Limpo, red), Barantan harus jadi garda terdepan dalam melindungi sumber daya alam dan pertanian," ujar Bambang.