Jakarta, (AntaraSulut) - Menjadikan rakyat sejahtera merupakan tujuan utama dan harapan setiap pemimpin, termasuk Presiden RI Joko Widodo.
Oleh karena itu, setiap pemimpin berusaha membuat berbagai terobosan agar tujuan mulia tersebut bisa tercapai.
Pemerintah sangat memperhatikan faktor-faktor utama yang menjadi indikator kesejahteraan, antara lain, kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, infrastruktur perdesaan, akses permodalan, dan penyediaan rumah layak huni.
Dengan demikian, pengendalian inflasi yang rendah dan stabil penting dalam mewujudkan perekonomian daerah serta kesejahteraan masyarakat.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan pengendalian inflasi mampu menurunkan angka kemiskinan di daerah.
Pengendalian inflasi sangat penting karena dampaknya bisa ke semua sektor masyarakat, kata Ganjar dalam kegiatan Pelatihan Wartawan Daerah BI 2017 di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa naik-turunnya inflasi akan sangat memberikan dampak pada kesejahteraan masyarakat. Jika masyarakat sejahtera, otomatis angka kemiskinan itu turun.
Ganjar memandang perlu ada koordinasi yang terintegrasi dengan pemerintah pusat dan daerah. Jika semua sudah terintegrasi, akan mudah dipantau naik-turunnya harga sejumlah bahan makanan yang sering kali menjadi penyebab inflasi.
Kepala BI Perwakilan Sulut Soekowardojo mengatakan bahwa pihaknya sudah meluncurkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) yang dapat menjadi acuan untuk menekan angka inflasi. Harga kebutuhan pokok bisa dipantau setiap hari. Dengan demikian, kenaikan atau penurunan akan sesegera mungkin diantisipasi.
Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Gubernur Sulut Olly Dondokambey, jumlah penduduk miskin di Provinsi Sulut sekitar 198.000 jiwa atau turun sekitar 1.400 jiwa dari data penduduk miskin pada bulan September 2016 sebanyak 200.350 jiwa.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Sulut sebesar 8,10 persen, atau turun dari data semester sebelumnya (September 2016) sebesar 8,98 persen.
Tingkat kemiskinan masih lebih tinggi di perdesaan daripada perkotaan. Di perdesaan sebanyak 10,77 persen (139.050 jiwa), sedangkan perkotaan sebesar 5,14 persen (59.820 jiwa).
Menurut dia, tingkat kemiskinan di perkotaan dan perdesaan sama-sama mengalami penurunan pada periode September 2016 s.d. Maret 2017, yaitu sebesar 0,08 di perkotaan dan 0,05 di perdesaan.
Garis kemiskinan pada bulan Maret 2017 sebesar Rp333.510,00. Peranan komoditas makanan jauh lebih besar daripada peranan komoditas bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan).
Dilihat dari indeks kedalaman kemiskinan (P-1) mengalami sedikit penumnan. Sebaliknya, indeks keparahan kemiskinan (P-2) mengalami sedikit kenaikan pada periode September 2016.
Gini Ratio Sulawesi Utara pada bulan Maret 2017 sebesar 0,396, atau naik jika dibandingkan dengan September 2016 sebesar 0,379.
Kerja Sama TPID
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinasi Perekonomian Iskandar Simorangkir memandang perlu kerja sama antartim pengendali inflasi daerah (TPID) untuk menstabilkan inflasi di daerah.
Perbedaan karakteristik antardaerah apakah sebagai daerah produsen atau daerah konsumen ataupun perbedaan kondisi ketersediaan (surplus atau defisit) membutuhkan sinergi agar tercipta kestabilan harga di kedua daerah tersebut, kata Iskandar.
Ia mengaskan tugas TPID di kota/kabupaten dan provinsi melakukan pengumpulan data dan informasi perkembangan harga barang kebutuhan pokok dan penting serta jasa pada tingkat kabupaten/kota.
Menyusun kebijakan pengendalian inflasi pada tingkat kabupaten/kota dengan memperhatikan kebijakan pengendalian inflasi nasional dan pengendalian inflasi pada tingkat provinsi.
Melakukan upaya untuk memperkuat sistem logistik pada tingkat kabupaten/kota, jelasnya.
Selain itu, melakukan koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan TPID provinsi.
Tidak lupa melakukan langkah-langkah lainnya dalam rangka penyelesaian hambatan dan permasalahan pengendalian inflasi pada tingkat kabupaten/kota.
Dalam hal ini, TPI Pusat melakukan koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, pengendalian, dan pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Melakukan langkah-langkah penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam rangka perencanaan, pengendalian, dan pencapaian sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Di samping itu, melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pengendalian dan pencapaian sasaran inflasi.
Lebih terkendalinya inflasi dari tahun ke tahun, terutama inflasi "volatile foods" sejalan dengan perkembangan jumlah TPID.
TPID melakukan berbagai inovasi dalam program pengendalian inflasinya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah sehingga berjalan efektif dalam menekan laju inflasi.
Data inflasi untuk menilai sejauh mana program pengendalian inflasi pemerintah daerah berjalan efektif.
Inflasi secara keseluruhan relatif terkendali. Inflasi pada bulan Oktober 2017 mencapai 0,01 persen (mom) dan 3.58 persen (yoy). Hingga Oktober 2017, inflasi mencapai 2.67 persen (ytd).
Inflasi pangan terus mengalami tren penurunan sejak awal tahun dan mulai dapat dikendalikan dengan semakin intensnya koordinasi, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun Bank Indonesia, dalam menjaga ketersediaan pasokan dan stok.
Optimalisasi Program Klaster
BI mengembangkan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan mengoptimalkan program klaster di daerah.
Terkait dengan sasaran pencapaian inflasi, kebijakan tersebut dilakukan melalui salah satu strategi pengembangan UMKM yang dilakukan BI, yaitu meningkatkan kapasitas ekonomi UMKM, salah satunya peningkatan produktivitas melalui penguatan dan optimalisasi program pengendalian inflasi (klaster) dengan fokus pada komoditas penyumbang inflasi (volatile foods), kata Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Yoga Affandi.
Ia menyebutkan salah satu penyumbang inflasi berasal dari komoditas "volatile foods", yaitu komoditas bahan makanan yang rentan terhadap gangguan sisi pasokan sehingga memiliki volatilitas harga yang tinggi.
Permasalahan pada komoditas "volatile foods" terjadi di hampir seluruh wilayah umumnya terkait dengan kendala produksi.
Sejak 2014, pengembangan Program Pengendalian Inflasi (klaster) difokuskan pada komoditas ketahanan pangan, komoditas berorientasi ekspor, dan komoditas sumber tekanan inflasi/volatile foods.
Dengan tujuan meningkatkan kapasitas UMKM untuk memperkecil gap antara "supply" dan "demand" sehingga meminimalisasi tekanan harga yang mendorong inflasi.
Ia menyebutkan ada 173 klaster binaan komoditas pertanian di seluruh Indonesia yang memanfaatkan lahan seluas 7.534 hektare, melibatkan 13.767 petani/peternak dan menyerap 27.552 tenaga kerja.
Yoga menjelaskan dampak Program Klaster Bank Indonesia meningkatkan kinerja usaha tani yang tergambar dari peningkatan produktivitas, akses terhadap pasar input, pemanfaatan dan luas lahan, serta penerapan teknik dan inovasi budi daya yang lebih baik (organik).
Meningkatkan pendapatan rata-rata pelaku usaha tani yang disebabkan meningkatnya jumlah dan kualitas produksi, katanya.
Berkembangnya aspek kelembagaan pelaku usaha tani bertambahnya jumlah anggota koperasi/kelompok tani, meningkatnya peran dan kontribusi koperasi/kelompok tani, meningkatkan akses terhadap informasi dan pasar "output" serta peningkatan daya tawar petani dengan bertambahnya pilihan pasar "output" bagi petani, dan meningkatkan akses pembiayaan bagi pelaku usaha tani.
Pengendalian inflasi pada tahun 2017, kata dia, menghadapi beberapa tantangan, baik berasal dari eksternal maupun domestik, yang perlu diwaspadai dan dimitigasi sejak dini.
Tantangan dari eksternal, terutama terkait dengan kenaikan harga komoditas global, sedangkan tantangan domestik berasal kelanjutan kebijakan reformasi subsidi energi yang lebih tepat sasaran, yakni berupa penyesuaian harga untuk pelanggan listrik dengan daya 900 VA.
Meskipun demikian, kebijakan reformasi tersebut perlu didukung untuk mewujudkan aspek pemerataan dan menciptakan keuangan negara yang lebih sehat.
Cegah Ketidastabilan Politik
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Lana Soelistyoningsih mengatakan bahwa pengendalian inflasi akan mampu mencegah ketidakstabilan politik.
Ia menyebutkan ada tren turun inflasi yang ditengarai sebagai efek melambatnya ekonomi, menurunnya pendapatan (daya beli), dan menurunnya permintaan.
Sumber inflasi bersumber dari sisi permintaan, katanya.
Kebijakan pemerintah dalam stabilisasi harga membuat "harga terjangkau" melalui harga eceran tertinggi (HET) di tengah daya beli yang melemah. Akan tetapi, perlu dipertimbangkan dampak negatifnya bagi dunia usaha.
Upaya membantu daya beli dengan bansos, menurut dia, bersifat temporer sehingga perlu kegiatan usaha yang tumbuh dan penciptaan lapangan kerja untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dana desa dan transfer daerah diprioritaskan untuk penciptaan lapangan kerja.
Inflasi inti bisa menjadi "proxy" dari respons permintaan yang terlihat melemah pada tahun 2015. Begitu pula dengan penjualan ritel, juga melemah.
Melemahnya inflasi inti ini mengonfirmasi melemahnya daya beli, jelasnya.
Inflasi yang bersumber dari permintaan, di antaranya karena kebijakan moneter ekspansi dengan menambah jumlah uang beredar, kebijakan ekspansi fiskal, dan naiknya pendapatan masyarakat.
Dorongan permintaan dari masyarakat, misalnya karena faktor musiman, seperti pada bulan puasa, Lebaran, Natal, dan tahun baru, perubahan selera, struktur demografi.***3***
Berita Terkait
Pendidikan vokasi harus dekat dengan potensi daerah
Kamis, 5 Desember 2024 7:33 Wib
SAR Manado tingkatkan kapasitas tenaga medis hadapi situasi darurat
Sabtu, 30 November 2024 8:08 Wib
Srikandi Movement PLN gelar pelatihan-pendampingan kelompok perempuan rentan
Rabu, 13 November 2024 13:10 Wib
Pemprov Sulut beri pelatihan pelaku peternakan terhindar dari virus
Selasa, 29 Oktober 2024 12:32 Wib
Peringati Hari Kelapa Sedunia, PT Sasa Inti gelar pelatihan cegah stunting untuk kader posyandu
Senin, 30 September 2024 15:57 Wib
Kemenag latih kepemimpinan dasar siswa di Boltim
Kamis, 26 September 2024 22:08 Wib
LKBN ANTARA gelar pelatihan jurnalistik bagi LPM di AHC
Sabtu, 21 September 2024 19:55 Wib
LKBN ANTARA gelar pelatihan jurnalistik ke lembaga pers mahasiswa di Solo
Kamis, 22 Agustus 2024 19:54 Wib