Manado, (AntaraSulut) - Kepadatan penduduk dewasa ini menjadi masalah serius yang memberi dampak negative terhadap kota. Akibat dari itu juga, muncul berbagai permasalahan lain yang lebih besar diberbagai aspek mulai dari sosial, ekonomi, lingkungan, kesehatan dan lain sebagainya.
Diperlukan kerja ekstra bagi pemerintah untuk meminimalisir berbagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang tak bisa dihindari. Seiring dengan pertambahan penduduk maka siapapun tidak bisa menghindari perkembangan fisik bangunan menjadi padat dan bahkan seperti tidak ada lagi ruang hijau yang seharusnya menjadi sumber oksigen bagi penghuni kota.
Masyarakat harus mengetahui bahwa oksigen yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan sesungguhnya adalah sumber hidup yang harus dijaga kelestariannya. Zona hijau kota bukan hanya berfungsi sebagai estetika saja melainkan memiliki fungsi yang begitu besar terhadap keseimbangan alam demi kesehatan bersama. Ketersediaan ruang terbuka hijau yang belum bisa terpenuhi sampai hari ini dapat menjadi petaka yang harus dihindari sedini mungkin. Sebagai solusi paling mudah adalah dengan menyediakan ruang hijau mulai dari pekarangan rumah masyarakat dan halaman perkantoran.
Sekedar diketahui bahwa tumbuhan hijau yang berdimensi 4 meter persegi mampu menyediakan oksigen kepada 10 orang, dengan perbandingan seperti itu kita dapat menghitung oksigen yang bisa dihasilkan dari tanaman dalam satu pekarangan rumah masyarakat. Paling tidak satu halaman yang ditumbuhi tanaman dapat memenuhi kebutuhan oksigen seiisi rumah. Karena penting untuk disadari bahwa kekurangan oksigen alami dalam kota akan mengancam kesehatan kita. Tentu kita bisa membandingkan bernafas ditengah kota yang padat dengan duduk dibawah pohon yang lebat atau ditengah perkebunan yang hijau.
Sasaran Pertanian Kota
Urban Farming (Pertanian Kota) adalah salah satu jalan keluar yang menurut saya dapat membantu memecahkan masalah diatas. Urban farming dapat dilakukan oleh siapa saja yang memiliki lahan yang belum dimanfaatkan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian. Lahan pertanian ini dapat memberi manfaat yang sangat besar mulai dari manfaat ekonomi dari hasil pertanian, tetapi lebih dari itu mampu memberikan ruang hijau yang cukup bagi kebutuhan bernafas masyarakat kota. Teknologi pertanian kota sendiri memiliki banyak alternative penerapannya dan bahkan dapat dilakukan tanpa tanah (pekarangan yang sudah dibeton), melalui pemanfaatan air sebagai sumber kehidupan tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan pertanian system hidroponik.
Manfaat paling sederhana yang dapat dirasakan oleh warga kota dengan adanya pertanian perkotaan adalah dapat menyediakan bahan pangan untuk konsumsi anggota keluarga untuk kebutuhan gizi keluarga. Dengan terpenuhinya bahan pangan dari hasil bertani sendiri dapat menekan pengeluaran rumah tangga karena alokasi uang yang tadinya digunakan untuk membeli bahan pangan kini dapat disediakan sendiri. Manfaat selanjutnya adalah dapat menambah penghasilan keluarga jika hasil bertani dijual.
Jika banyak keluarga yang melakukan usaha pertanian perkotaan dan hasilnya dijual ke pasar, maka menambah pasokan bahan pangan bagi masyarakat di kota. Dengan dijual ke pasar, pasokan akan berlimpah sehingga bisa mencukupi kebutuhan masyarakat kota akan kebutuhan pangan. Dengan kata lain ketahanan pangan di daerah perkotaan akan terbantu dengan pertanian perkotaan. Kestabilan harga pangan juga akan terbantu oleh adanya panen dari hasil pertanian perkotaan dan yang penting secara global adalah manfaat ekologis, dengan diterapkannya program ini yakni turut berkontribusi dalam meningkatkan proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota.
Pertanian perkotaan ini pastinya banyak memberikan mafaat yang dirasakan langsung oleh. Lebih dari itu, apabila dikaitkan dengan konsepsi pembangunan maka program ini dapat mewujudkan pembangunan kota yang berkelanjutan. Manfaat lainnya secara umum, pertanian kota sangat membantu perekonomian kota karena seluruh rangkaian kegiatan tersebut, mulai dari persiapan, penanaman, prosesing, kemasan, dan distribusi serta pemasaran membantu penciptaan lapangan kerja baru.
Pertanian Kota dengan Sistem Hidroponik
Urban farming hidroponik ini memang didesain untuk dikembangkan di perkotaan padat yang tidak mempunyai jumlah lahan kosong yang besar dan bahkan tidak memiliki lahan tanah sama sekali (sudah di beton). Pertanian hidroponik merupakan system bertani modern yang sudah mulai dikembangkan di Indonesia. Bagi sebagian daerah Sulawesi Utara yang memiliki lahan pertanian yang masih sangat luas, mungkin konsep ini dianggap belum sesuai kebutuhan namun bagi kota-kota berbasis industry seperti kota Manado dan Kota Bitung, konsep ini harus mulai dilirik sebagai sebuah cara baru agar ditengah-tengah aktivitas kota yang sangat padat, masih tersedia zona hijau yang luas.
System hidroponik bahkan bisa diaplikasikan di dinding-dinding rumah/pagar dan atap plat beton pun bisa bila kita mengendakinya. Pengembangan system pertanian hidroponik bisa menjadi sebuah solusi jitu bagi kota-kota padat di Sulawesi Utara. Selain itu, pertanian perkotaan membantu memberikan kontribusi terhadap ketahanan pangan kita.
System hidroponik sendiri memiliki beberapa cara mulai yang paling canggih yaitu system aeroponik, system tetes, system NFT dan paling sederhana adalah system sumbu (wick system). Semua itu bisa kita pelajari lebih mendalam sebelum mengaplikasikan dalam pertanian kota. Berdasarkan sumber yang saya baca, system hidroponik ini memiliki kelebihan dibanding cara konvensional, dimana pada hidroponik, tingkat pertumbuhan tanaman adalah 30-50 persen lebih cepat dibanding dengan cara konvensional menggunakan tanah dan selain itu aplikasi seperti ini bersifat natural karena menggunakan nutrisi organic sehingga sangat baik untuk kesehatan.
Urusan teknologinya tentu bisa kita pelajari dan pemerintah dapat mengembangkannya melalui dinas agribisnis dan balai penyuluhan pertanian yang ada, namun yang pasti penerapan pertanian kota secara hidroponik merupakan sebuah solusi untuk memenuhi kebutuhan ruang hijau bagi kota-kota yang padat. Dalam hal ini pertanian kota dapat dilakukan dengan berbagai metode baik konvensional (bila lahan tanah masih memadai), system mulsa (meminimalisir perawatan tanaman) dan melalui system hidroponik bila memang ketersediaan tanah pada pekarangan sudah tidak memadai.(Hendry Roy Somba, ST, Pengamat Tata Kota & Lingkungan)