Jakarta, 18/5 (Antara) - Pertamina Energy Trading Limited atau yang disingkat Petral merupakan unit usaha Pertamina yang bertempat di Singapura.
Petral mengemban tugas sebagai broker penyedia minyak untuk dijual oleh Pertamina.
Namun tahun lalu tugasnya telah berpindah ke tangan Integrated Supply Chain (ISC)-Pertamina, sehingga Petral sering diberi kesempatan untuk ikut menjadi salah satu peserta lelang pengadaan dan penjualan minyak mentah serta produk kilang yang diadakan ISC-Pertamina.
Setelah bertahun-tahun menjadi calo migas dan berkali-kali diwacanakan oleh pemerintah untuk dibubarkan, tepat pada Rabu (13/5) pemerintah Indonesia resmi membubarkan Petral dengan alasan secara bisnis perusahaan itu tidak signifikan.
"Kami melihat bahwa peran Petral sudah tidak lagi signifikan dalam proses bisnis Pertamina sehingga kami putuskan mulai hari ini dilakukan penghentian kegiatan Petral," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto.
Langkah tersebut akan didahului dengan uji kepatutan keuangan dan hukum, serta audit investigasi yang akan dilakukan auditor independen.
"Supaya betul-betul transparan, kita sertakan auditor yang independen dan kualifikasinya bagus. Kami juga akan mengikutkan instansi pemerintah terkait, misalnya Badan Pemeriksa Keuangan," tuturnya.
Kegiatan bisnis Petral, terutama menyangkut ekspor dan impor minyak mentah serta produk kilang, akan sepenuhnya dijalankan oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.
"Pada saat yang sama, Pertamina juga akan merampungkan perbaikan tata kelola dan proses bisnis yang dijalankan oleh ISC," kata dia.
Keputusan ini membuat segala hak dan kewajiban Petral yang masih ada akan dibereskan atau diambilalih oleh Pertamina, termasuk segala betuk Aset juga akan dimasukan sebagai bagian dari BUMN itu.
Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyampaikan bahwa selama ini PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) sangat lekat dengan persepsi negatif.
"Reputasi Petral ini, apa boleh buat, lekat dengan persepsi negatif. Ada banyak praktik yang ditengarai tidak transparan. Penyelesaian dari reputasi ini harus dengan tindakan likuidasi," kata Sudirman di Jakarta.
Dia menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan kuat untuk membubarkan PT Petral.
Menurut dia, melalui pembubaran Petral maka akan memberikan ruang bagi Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya ke depan.
"Ini disambut baik, karena memang sesuai dengan arahan presiden. Kita harus memutus masa lalu yang buruk, dan itu juga sejalan dengan rekomendasi tim reformasi tata kelola migas," tuturnya, menjelaskan.
Keputusan tersebut diambil sebagai bentuk komitmen untuk memutus praktik buruk di masa lalu dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah.
Ia berpendapat, Petral menjadi tempat para mafia migas untuk leluasa mencari keuntungan melalui impor BBM dengan mekanisme yang tidak sesuai prinsip keadilan.
Alasan lainnya, tuturnya, terkait dengan upaya efisiensi yang akan diperoleh Pertamina melalui pembubaran anak perusahaan yang beroperasi di Singapura tersebut.
"Jelas di masa lalu ada penyimpangan. Jadi pemerintah berkepentingan untuk membuat pasokan mata rantai efisien dan masyarakat mendapat harga BBM yang wajar," tukasnya.
Ekonom Faisal Basri mengatakan pembubaran Petral tersebut memudahkan pemerintah untuk menjaring mafia migas.
"Itu seperti membakar sarang tawon, begitu sarangnya dibakar tawonnya bertebaran. Ada yang emosi, sehingga memudahkan pemerintah untuk memetakan orang di baliknya," kata mantan tim Anti Mafia Migas tersebut.
Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mendukung reformasi tata kelola minyak dan gas terkait pengalihan fungsi Petral ke Pertamina untuk pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Indonesia.
Ia menjelaskan selama ini perusahaan nasional yang bergerak dalam perdagangan Migas nyaris jadi penonton karena pengadaan dan penjualan minyak mentah serta produk kilang hampir semuanya jatuh ke tangan pengusaha nonnasional.
"Pengadaan dan penjualan minyak mentah serta produk kilang untuk pemenuhan kebutuhan nasional, selama ini ditangani ISC dan Petral, melalui tender terbuka hanya melibatkan National Oil Company (NOC) yang nyatanya pula tidak terbatas hanya pada produksinya sendiri dan produsen minyak atau kilang termasuk didalamnya Major Oil Company pula," ungkapnya.
Menurut dia ini adalah waktu yang tepat untuk reformasi bagi perusahaan nasional agar dapat berperan aktif dalam pengadaan dan penjualan minyak mentah serta produk kilang.
Hal ini tentunya dengan bantuan serta dukungan mutlak pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi dan mendorong para perusahaan nasional untuk dapat berpartisipasi yang pada akhirnya berdampak baik bagi negara seperti nilai tukar rupiah, kenaikan pajak dan devisa lebih stabil, mengingat dalam satu bulan saja pada saat harga minyak rendah telah terjadi transaksi sekitar 1,1 miliar dolar AS.
Pertamina, kata Sofyano, seharusnya pula memberi kesempatan kepada badan usaha nasional yang berbentuk PT, untuk dapat berkembang menjadi perusahaan internasional trading minyak mentah dan BBM, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor minyak terbesar di kawasan Asia Pasific.
Menurut dia, ISC-Pertamina harusnya mengikutkan perusahaan Indonesia berbentuk PT dalam tender pengadaan minyak yang diadakan berikutnya. Bila ingin transparan gunakanlah perusahaan dalam negeri karena bila terjadi penyimpangan bisa diawasi oleh kepolisian, kejaksaan dan KPK.
Pada awalnya Petral didirikan pada 1969 dengan nama Petral Group, sahamnya dipegang oleh Petral Oil Marketing Corporation Limited di Bahama dan berkantor di Hong Kong.
Selain itu, saham tersebut dipegang juga oleh Petral Oil Marketing Corporation di California, Amerika Serikat.
Pada 1978 kedua perusahaan tersebut dilebur menjadi Petra Oil Marketing Limited kemudian 1972 hingga 1992 saham tersebut dibeli oleh Zambesi Investment Limited yang terdaftar di Hong Kong dan Pertamina Energy Service Pte Limited yang terdaftar di Singapura.
Pada 1998 diakuisisi oleh PT Pertamina Persero dan diubah namanya pada 2001 menjadi Pertamina Trading Energy Limited.
Dalam Tahap Audit
Setelah pemerintah mengumumkan pembubaran Petral (Pertamina Energy Trading Limited), Pertamina berhasil menghemat Rp250 miliar per hari.
"Transaksi (impor minyak) yang beredar tiap hari sebesar 150 juta dolar AS atau setara Rp1,7 triliun per hari, setelah pembubaran Pertamina menghemat 22 juta dolar Amerika (setara Rp250 miliar," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat diskusi "Energi Kita".
Dia mengatakan pembubaran Petral bukanlah hal yang sulit karena yang dibutuhkan pemerintah adalah keberanian dan komitmen untuk mewujudkan tata kelola migas yang bersih.
"Ini suatu yang sederhana hanya soal keberanian memberantas yang mau menyogok. Bukan enggak boleh jualan, hanya saja harus mengikuti tata kelola yang berlaku," kata Sudirman.
Meskipun banyak pihak yang tidak setuju dengan pembubaran Petral, Sudirman tidak takut jika kebijakan tersebut mengancam jabatannya.
"Mandat saya pertama menertibkan Kementerian ESDM, orang-orang yang melawan dan bikin repot adalah orang-orang yang tidak mau ESDM tertib. Perkara menteri diganti penertiban ESDM harus tetap jalan," kata Sudirman.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan proses pembubaran Petral Ltd (Pertamina Energy Trading Limited) saat ini dalam tahap audit.
"Saat ini audit sedang dijalankan, setelah semuanya jelas baru akan dilikuidasi," kata Menteri ESDM.
Dia mengatakan audit tersebut dimulai dengan yang umum seperti pemeriksaan laporan, data, surat elektronik.
Setelah itu baru dilakukan audit forensik untuk menggali data-data lama.
Dia mengatakan fase pertama audit Petral berlangsung selama enam bulan, secara keseluruhan proses audit diperkirakan selesai dalam satu tahun.
"Pertamina sudah menyiapkan data, tinggal kewenangan auditor untuk melakukan tugasnya," kata dia.
Menurut Sofyano Zakaria audit forensik perlu dilakukan sehingga kecurigaan terhadap Petral yang diduga telah merugikan negara dalam hal pengadaan minyak mentah bisa dibuktikan.
Sejak pengadaan dilakukan lewat ISC-Pertamina dari awal 2015, Pertamina berhasil melakukan penghematan atas pembelian minyak mentah sebesar Rp1,3 triliun pada kwartal I/2015.