Tingginya jumlah pengangguran selalu menjadi persoalan yang berdampak pada ekonomi suatu negara, setiap tahun Sekolah Menengah, Sekolah Tinggi/ Universitas mencetak lulusan-lulusan baru yang se-akan disiapkan untuk berkompetisi mencari pekerjaan, bukan mencipta lapangan kerja, belum lagi dengan para pekerja dari anak-anak yang putus sekolah berdasarkan data BPS tahun 2013, rata-rata nasional angka putus sekolah usia 7–12 tahun mencapai 0,67 persen atau 182.773 anak; usia 13–15 tahun sebanyak 2,21 persen, atau 209.976 anak; dan usia 16–18 tahun semakin tinggi hingga 3,14 persen atau 223.676 anak.
Hal ini tidak hanya akan mengakibatkan naiknya jumlah angkatan kerja tapi akan terciptanya pengangguran baru dan bisa jadi mengarah pada naiknya angka kemiskinan.
Transformasi pola pikir tentang selesai menamatkan sekolah mencari kerja ke menciptkan lapangan kerja (enterpreneur) merupakan salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi terutama dalam menggerakkan perekonomian Nasional karena Enterpreneur merupakan salah satu elemen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu Negara.
Syarat untuk menjadi negara dengan perekonomian yang maju adalah jika negara itu telah memiliki standar minimum enterpreneurs sebesar 2% dari jumlah penduduknya.
Indonesia tercatat baru 1,6 % atau sekitar 3,9 juta dari total sekitar 250juta penduduk Indonesia, masih tertinggal dengan negara Singapura, rasio entrepreneur-nya sudah mencapai 7,2%. Sedangkan Jepang memiliki rasioentrepreneur-nya sekitar 10% meski populasi penduduknya sebanyak 127 juta jiwa dan Malaysia dan Korea Selatan yang sudah di atas 4%.
Jumlah lulusan siswa di pedesaan yang tidak lagi melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi terbilang masih banyak, termasuk jumlah anak yang putus sekolah.
Sekolah seharusnya menjadi lembaga pendidikan yang tidak hanya belajar menulis,berhitung,sejarah, ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial tetapi sekolah seharusnya menjadi tempat dalam menempa ilmu dan kreatifitas anak dan kaum muda yang produktif, sekolah harusnya menjadi rahim untuk melahirkan angkatan kerja yang siap tampil bahkan siap untuk menciptakan lapangan kerja, tetapi saat ini sekolah masih belum maksimal memberikan solusi karena pengajaran tentang pentingnya berwirausaha belum diajarkan sejak dini, belum dimasukkan dalam kurikulum sekolah, apalagi mata kuliah wirausaha hanya diperoleh ketika memasuki perguruan tinggi, padahal dengan belajar berwirausaha para pemuda diharapkan lebih berani untuk terjun mengimplementasikan ilmu berbisnis dengan menangkap setiap peluang dan potensi yang tersebar di sekitar kita.
Salah satu potensi yang saat ini belum tergarap baik adalah lahan pertanian desa yang jika dikelola secara profesional dengan memanfaatkan sumber informasi dan teknologi seharusnya menjadi komoditi andalan dan dari sana akan lahir para pelaku agribisnis-agribisnis baik perorangan ataupun kelompok karena pada sektor pertanian terdapat jutaan produk turunan yang permintaan pasarnya sangat besar baik dalam dan luar negeri, tetapi sektor pertanian sepertinya kurang diminati apalagi masih banyak pemuda lulus sekolah yang menganggap pertanian adalah urusan orang tua.
Keengganan para pemuda desa untuk melirik sektor in juga diakibatkan karena sektor ini masih dianggap sebelah mata bahkan sering diidentikkan dengan sektor miskin, padahal sektor pertanian terbukti salah sektor yang mampu bertahan pada waktu krisis ekonomi melanda bangsa Indonesia di tahun 1998, bahkan satu-satunya elemen ekonomi yang mampu menyumbang pertumbuhan ekonomi di waktu itu.
Dalam berbagai kesempatan sudah puluhan kali saya memotivasi para siswa ditingkat SMU/SMK, Universitas, Komunitas Organisasi pemuda dengan mengajak untuk berani melakukan aksi, merubah paradigma berpikir “ setelah lulus mencari pekerjaan harus ditransformasi ke setelah lulus harus menciptakan lapangan pekerjaanâ€
Setiap kali seminar, kuliah umum dan semacamnya peserta tampak antusias seakan termotivasi apalagi ketika mendengar saya yang hanyalah anak petani desa Winorangian, kampung asri nan indah terletak di lereng gunung soputan yang berada di Kecamatan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara tetapi mampu membuktikan bahwa anak desa pun bisa jadi pengusaha, antusiasme mereka karena ternyata sangat mungkin secara sederhana saya dapat dijadikan model dalam usia yg relatif masih muda telah dapat menciptakan lapangan pekerjan dan mampu bersaing bisnis dalam kota dengan aroma kompetitif yang ibaratanya bisnis berada dalam samudera merah. tetapi saya menyadari bahwa motivasi lewat seminar dan kuliah umum saja tidak cukup, peluang untuk melahirkan enterpreneurship sangat kecil, mungkin perlu ada “cuci otak†secara kontinyu dan konsisten untuk menggelorakan semangat berwirausaha, dan harus dilakukan sampai ke desa-desa, harus ada pelatihan dan pendidikan dengan sistim yang terkelola baik dan ini akan terlaksana dengan baik pula jika adanya peran pemerintah yang serius dengan membentuk wadah di tingkat desa yang dibuat secara khusus untuk memfasilitasinya.
Pemerintah sudah semestinya berpikir bahwa sektor agribisnis yang profesional dengan melatih dan mendidik para pemuda – pemudi desa misalnya dengan membentuk kelompok-kelompok usaha (diwadahi dalam koperasi) yang diberi pelatihan teknik berwirausaha yang baik, dan pada prakteknya dilakukan pengawasan dan pembinaan dengan penerapan teknologi, informasi yang modern untuk menjadi pelaku usaha dalam bidang pertanian dengan profesional, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan akses pasar dan akses modal karena sejatinya ada 3 hal utama agar suatu usaha itu berjalan lancar yaitu selain akses knowledge, akses modal dan akses pasar juga penting.
Kita berharap ketika para pemuda pemudi kampung membentuk suatu kelompok usaha yang telah dilatih, dimodali, dibina, diawasi dan pasar sudah tercipta dan mereka sudah merasakan hasil memperoleh keuntungan penghasilan yang memadai maka mereka akan berpikir panjang untuk melakukan hal-hal yang tidak ada untugnya, hal-hal yang negatif karena perhitungan untung rugi akan menjadi kecenderungan dalam menentukan pilihan, bahkan sangat mugkin mereka pada akhirnya akan berpikir menjadi petani dengan konsep agribisnis adalah suatu kebanggaan.
Belum lagi sektor peternakan dan kelautan, potensi Negara ini harusnya sangat kaya untuk dimanfaatkan dan dikelola secara baik dan bertanggungjawab yang tujuannya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk tujuan memperkaya diri sendiri, kelompok dan golongan.
Jika saja sektor pertanian, peternakan dan kelautan ini tergarap dengan baik maka dapat dipastikan Negara Indonesia akan kuat dan berdaulat di bidang pangan, dan Mandiri dalam bidang ekonomi, Indonesia bukan menjadi negara peng-impor dan kita tidak akan lagi mendengar bahwa Indonesia menjadi negara yang ironis dalam hal impor pangan, kaya tapi tidak berdaya.
Jika saja potensi sumber daya sektor pertanian, peternakan dan kelautan dapat melahirkan kelompok pelaku-pelaku usaha mandiri, cabang-cabang unit usaha/produksi dengan produk lokal yang kompetitif dengan kualitas yang dapat diterima oleh pasar dan memberi dampak pada kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan maka tidak berlebihan jika kita menyebutkan bahwa sektor-sektor ini menjadi elemen penting yang punya peran dalam mewujudkan sistim ekonomi kerakyatan sesuai dengan penekanan ayat 3 dan 4 pasal 33 UUD 1945 yaitu ayat 3): Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; dan Ayat 4): berbunyi Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Hal ini sejalan juga dengan cita-citai Partai Gerindra Dalam 6 Program Aksi Transformasi Partai Gerindra, pada point 2 yaitu MELAKSANAKAN EKONOMI KERAKYATAN, pada huruf f.7 akan melaksanakan Pendidikan Wirausaha Muda Desa.
jika Rakyat Memberi Mandat dn Doa Restu maka inilah program Aksi yang akan jadi prioritas untuk dilaksanakan.
PEMUDA WIRAUSAHA DESA SALAH SATU SOLUSI MENEKAN ANGKA PENGANGGURAN.
Menurut data Kemendagri wilayah administrasi pemerintahan desa tahun 2013, terdapat 72.944 wilayah administrasi desa dan 8.309 wilayah administrasi kelurahan. Jika kita asumsikan setiap desa memiliki 1 kelompok usaha pemuda yang terdiri dari 20 orang x 72.944 desa, maka program ini akan mampu menyerap angkatan kerja sebanyak 1.458.880 dan berkontribusi untuk menekan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 2% dari jumlah pengangguran terbuka saat ini yang berjumlah 6, 25% (7,39 juta orang) (BPS, Sakernas Agustus 2013).
Belum termasuk dengan terserapnya tenaga kerja pada unit-unit produksi dan distribusi yang akan terlibat pada sektor ini yang diperkirakan mencapai jutaan tenaga kerja karena sektor agribisnis merupakan usaha padat karya dalam setiap aktifitas produksi dan distribusi.
Mari bersama kita Transformasi Paradigma berpikir “setelah lulus mencari pekerjaan harus diubah dengan setelah lulus harus menciptakan lapangan pekerjaanâ€
Bahkan sudah saatnya kita mulai membiasakan pertanyaan kepada anak-anak kita dengan pertanyaan:
“anakku, kelak nanti cita-citamu apa?†kita ganti dengan pertanyaan: “ anakku, jika besar nanti bisnismu apa?â€
Kalau bukan sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.(*)