Jakarta (ANTARA) - Ekonom Bank UOB Indonesia Enrico Tanuwidjaja mengatakan Indonesia perlu mentransformasi pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan meningkatkan kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) agar pertumbuhan ekonomi dapat lebih berkelanjutan.
“Kita tahu Indonesia pengekspor dan pemasok komoditas terbesar di dunia, dan ke depan kita harus menekankan tentang ekspor komoditas yang berkesinambungan dan sustainable. Oleh karena itu, kita menekankan pengendalian yang dinamakan ESG (environmental, social, and governance), dengan penekanan kepada environmental effect,” kata Enrico dalam webinar UOB Economic Outlook 2022 yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, dari survey UOB, sebanyak 50 persen responden mengatakan bahwa apabila ESG terkendali, business return untuk jangka waktu panjang akan jauh lebih baik. Saat ini, baru negara-negara di Eropa yang berfokus mengendalikan dampak bisnis terhadap ESG, tetapi negara-negara lain termasuk negara-negara di Asia Tenggara akan beradaptasi dan turut melakukan hal yang sama.
“Ini kunci keberhasilan menjaga revenue dari komoditas yang berkesinambungan,” kata Enrico.
Selanjutnya, Indonesia juga perlu memperbanyak perjanjian dagang regional agar dapat mengekspor lebih banyak SDA, Di smping itu, dengan peningkatan jumlah masyarakat usia produktif yang melek teknologi, Indonesia perlu memanfaatkan digitalisasi dalam pengelolaan SDA karena nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai 100 miliar dolar AS dalam empat sampai lima tahun ke depan.
Sementara itu, untuk meningkatkan kontribusi UMKM pada perekonomian nasional, Enrico memandang Indonesia perlu juga meningkatkan akses pelaku UMKM terhadap teknologi digital. Pasalnya, saat ini hanya 15 persen dari pelaku UMKM yang mampu beradaptasi dengan mengadopsi teknologi digital guna meningkatkan kapasitas usaha mereka.
Indonesia juga perlu meningkatkan akses UMKM terhadap pendanaan atau kredit. Karena itu, Enrico mengapresiasi target pemerintah agar kredit UMKM mencapai 30 persen dari total kredit dalam empat sampai lima tahun ke depan.
“Di sini dibutuhkan reformasi, contohnya untuk standar akuntansi, pembukuan, dan cashflow UMKM, butuh dibenahi agar akses terhadap kredit boleh diberikan dengan baik,” kata Enrico.
Di samping itu, UMKM juga perlu diintegrasikan dengan perusahaan-perusahaan besar nasional maupun tingkat regional. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kontrol kualitas dan kemampuan mengkomunikasikan produk dan jasa yang diproduksi UMKM.
“Sangat penting untuk meningkatkan integrasi terhadap perusahaan besar dan menengah. Kita mesti belajar dari Jerman bagaimana mereka mampu mengekspor ke luar bahkan dalam kondisi mereka sebagai pelaku UMKM ini harus terus kita bina,” ucap Enrico.