Tuna Indonesia raih ekolabel MSC lagi, pengakuan dunia
Jakarta (ANTARA) - Meski masih dihantam pandemi COVID-19, Indonesia tetap menorehkan prestasi membanggakan, dan itu di level dunia.
Catatan prestasi itu adalah diraihnya sertifikasi ekolabel internasional untuk sektor perikanan dan kelautan, yakni Marine Stewardship Council (MSC) di sektor perikanan tuna.
MSC sendiri merupakan program sertifikasi dan ekolabel terkemuka di dunia untuk makanan laut alami yang lestari.
Dengan program sertifikasi dan ekolabel makanan lautnya, MSC berusaha untuk mengakui dan memberi penghargaan pada perikanan
lestari dan untuk memanfaatkan daya beli konsumen dan retailer untuk mempromosikan praktik-praktik yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Perolehan sertifikat MSC untuk perikanan ini dikoordinasikan oleh Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI), dan kali ini merupakan raihan yang ketiga untuk perikanan di Indonesia, namun yang terbesar dari sebanyak 380 kapal, dengan estimasi volume produksi sebesar 11.894 ton, di empat wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
Sebelumnya perikanan pole and line tuna yang berbasis di Sorong, Papua Barat, dan perikanan handline yang berbasis di Pulau Buru, Provinsi Maluku, juga telah mendapatkan sertifikasi serupa, masing-masing di 2018 dan 2019.
Sertifikat yang diraih oleh AP2HI ini mencakup perairan sekitar Selat Makasar dan Laut Flores (Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP 713), Laut Banda (WPP 714), Laut Maluku (WPP 715), Laut Sulawesi (WPP 716) untuk perikanan dengan target tuna sirip kuning dan cakalang.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengapresiasi sekaligus menyatakan bahwa dengan diperolehnya sertifikasi ekolabel
MSC itu perikanan tuna Indonesia diakui secara global telah menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan.
"Diraihnya sertifikat MSC ini merupakan pengakuan global bahwa perikanan tuna nasional, khususnya pole and line dan handline telah memenuhi prinsip dan indikator perikanan yang berkelanjutan", kata Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas Sri Yanti.
Penilaian dalam sertifikasi ini dilakukan secara sistematis dan secara menyeluruh mencakup aspek kesehatan stok ikan target, minimalisasi dampak lingkungan dari perikanan dan keberadaan tata kelola perikanan yang efektif.
Secara khusus, hasil penilaian terhadap perikanan tuna pole and line dan handline dalam proses sertifikasi yang berlangsung sejak akhir 2019 ini menyatakan bahwa stok kedua spesies target, yaitu tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dan cakalang (skipjack tuna) Indonesia ini berada jauh di atas batasan yang dapat mengganggu proses rekrutmen dan berfluktuasi di batasan yang konsisten dengan maximum sustainable yield (MSY).
Informasi stok tersebut berasal dari penilaian stok yang sangat mumpuni (state of the art stock assessment) untuk menentukan status stok.
Data terbaru dari pengamatan di atas kapal penangkap ikan, pemantauan di pelabuhan pendaratan dan kamera timelapse juga menunjukkan perikanan ini memiliki selektivitas yang tinggi sehingga sangat sedikit menangkap spesies ikan lainnya.
Jadi model
Sri Yanti menyebut sinergi adalah kata kunci dari capaian di perikanan tuna.
Pembelajaran dari perikanan tuna menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi dan karakteristik perikanan tangkap di Indonesia. Perlu kolaborasi semua pihak di sepanjang rantai pasok perikanan, termasuk pemerintah pusat dan daerah, akademisi, lembaga mitra, generasi muda, partisipasi perempuan dan tentunya nelayan untuk bisa mewujudkan perikanan Indonesia yang adil, mandiri, memiliki daya saing dan berkelanjutan.
Kesuksesan perikanan tuna ini menjadi model pembangunan dan pembelajaran bagi komoditas perikanan unggulan lainnya, seperti rajungan, udang, dan perikanan demersal.
Kerja sama yang diprakarsai oleh Kementerian PPN/Bappenas yang berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pemerintah daerah, asosiasi, mitra LSM, seperti International Pole and Line Foundation (IPNLF) serta Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), dan mitra pembangunan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) saling mengisi dan berkontribusi mendorong hadirnya good governance dalam perikanan tuna nasional.
Keberadaan platform multistakeholder Perikanan Nasional dapat menjadi salah satu solusi strategis untuk mengonsolidasikan seluruh pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya ikan secara berkelanjutan, sesuai dengan karakteristik dari setiap WPP.
Pengelolaan berbasis WPP atau dikenal sebagai pembangunan ekonomi berbasis WPP ini akan mengintegrasikan tata ruang darat dan laut, mengoptimalkan fungsi kawasan konservasi perairan bagi perikanan, memperkuat investasi, menata penyediaan data yang reliable, mengoptimalkan penyediaan pangan, khususnya protein, serta membangun sinergitas industri sesuai dengan karakteristik dan kekuatan dari setiap WPP.
Manajer Program UNDP Indonesia Iwan Kurniawan menyatakan UNDP bersama Kementerian PPN/Bappenas dengan hibah pendanaan dari Global Environment Facility (GEF) mendukung usaha pemerintah Indonesia untuk meningkatkan keberlanjutan dan daya saing komoditas perikanan di pasar global melalui proyek Global Marine Commodities (GMC).
Sejak 2018, hibah ini menyediakan dukungan untuk akselerasi percepatan kegiatan perbaikan perikanan tuna yang dikoordinasi oleh AP2HI dan mitranya sebagai model pembangunan, mendukung pembaharuan Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol 2020-2024, mendukung penyempurnaan database online kapal penangkap ikan tuna Indonesia yang disebut DIVA Tuna, serta mendorong terbentuknya platform multistakeholder perikanan nasional.
Selain berkontribusi terhadap raihan sertifikasi ini, kesemuanya ini menjawab target pencapaian sustainable development goals (SDGs), khususnya Tujuan-14 mengenai ekosistem lautan dan menjamin keberlanjutan serta daya saing perikanan tuna Indonesia dalam jangka panjang.
Komitmen bersama
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zaini menyebut sertifikasi yang diperoleh itu melibatkan 380 kapal penangkap ikan yang tersebar di kepulauan Indonesia, mulai dari Sulawesi Utara dan Maluku Utara hingga ke Laut Banda, dan Flores Timur dan Flores Barat.
Ini juga merupakan implementasi kerja sama antara KKP dan MSC yang menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi tentang penangkapan ikan yang berkelanjutan.
"Adanya sertifikasi ini menunjukkan komitmen kita terhadap penangkapan tuna yang berkelanjutan di Indonesia pada dunia," katanya.
Sebagai salah satu penghasil tuna terbesar di dunia, sangat vital bagi Indonesia untuk mendukung proses perolehan sertifikasi ini melalui program perbaikan perikanan agar segala sektor perikanan bisa tumbuh secara berkelanjutan sembari memberikan jaminan mata pencaharian di masa depan.
Sertifikasi tersebut menentukan penangkapan ikan untuk tetap berada pada tingkat praktik terbaik global dengan pengelolaan stok yang baik.
Perolehan ini menjadi komitmen yang harus tetap dijaga selama waktu lima tahun untuk mempertahankan sertifikatnya, terkait dengan stok dan manajemen.
Tentu saja dukungan seluruh pemangku kepentingan terkait terhadap perikanan tuna skala kecil menjadi hal yang sangat penting dalam mendorong percepatan proses menuju keberlanjutan sehingga Indonesia bangga saat ini memiliki perikanan ketiga yang memenuhi standar keberlanjutan perikanan tertinggi.
Koordinator Proyek GMC UNDP Indonesia Jensi Sartin sepakat bahwa kesuksesan AP2HI, perusahaan anggota, dan nelayan mitranya ini menyediakan praktik terbaik sekaligus menjadi model bagi usaha serupa oleh perikanan lainnya.
Berkaca dari kesuksesan perikanan pole and line dan handline tuna, perikanan tuna lainnya, yaitu tuna longline (rawai tuna) yang dikoordinatori oleh Asosiasi Tuna Longline Indonesia juga sudah memulai inisiatif perbaikan perikanan (fishery improvement project).
Pihaknya mengapresiasi dan mendukung usaha perikanan longline tuna karena mereka adalah ujung tombak Indonesia untuk mendorong produksi dari Zona Ekonomi Eksklusif dan laut lepas, khususnya produk segar.
Kemajuan-kemajuan itu memberi kontribusi bagi pencapaian target nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goal/SDG), khususnya tujuan 14, yaitu melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera.
Alhasil, dengan torehan prestasi berskala global tuna Indonesia itu, lagi-lagi membuktikan bahwa kerja bersama mampu mengatasi tekanan-tekanan saat pandemi, yang membuahkan kebanggaan bersama.
Capaian gemilang itu diharapkan bisa menular pada sektor dan bidang lain di negeri ini, yakni tetap berprestasi di setiap tantangan.
Catatan prestasi itu adalah diraihnya sertifikasi ekolabel internasional untuk sektor perikanan dan kelautan, yakni Marine Stewardship Council (MSC) di sektor perikanan tuna.
MSC sendiri merupakan program sertifikasi dan ekolabel terkemuka di dunia untuk makanan laut alami yang lestari.
Dengan program sertifikasi dan ekolabel makanan lautnya, MSC berusaha untuk mengakui dan memberi penghargaan pada perikanan
lestari dan untuk memanfaatkan daya beli konsumen dan retailer untuk mempromosikan praktik-praktik yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Perolehan sertifikat MSC untuk perikanan ini dikoordinasikan oleh Asosiasi Perikanan Pole and Line dan Handline Indonesia (AP2HI), dan kali ini merupakan raihan yang ketiga untuk perikanan di Indonesia, namun yang terbesar dari sebanyak 380 kapal, dengan estimasi volume produksi sebesar 11.894 ton, di empat wilayah pengelolaan perikanan (WPP).
Sebelumnya perikanan pole and line tuna yang berbasis di Sorong, Papua Barat, dan perikanan handline yang berbasis di Pulau Buru, Provinsi Maluku, juga telah mendapatkan sertifikasi serupa, masing-masing di 2018 dan 2019.
Sertifikat yang diraih oleh AP2HI ini mencakup perairan sekitar Selat Makasar dan Laut Flores (Wilayah Pengelolaan Perikanan/WPP 713), Laut Banda (WPP 714), Laut Maluku (WPP 715), Laut Sulawesi (WPP 716) untuk perikanan dengan target tuna sirip kuning dan cakalang.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mengapresiasi sekaligus menyatakan bahwa dengan diperolehnya sertifikasi ekolabel
MSC itu perikanan tuna Indonesia diakui secara global telah menerapkan prinsip perikanan berkelanjutan.
"Diraihnya sertifikat MSC ini merupakan pengakuan global bahwa perikanan tuna nasional, khususnya pole and line dan handline telah memenuhi prinsip dan indikator perikanan yang berkelanjutan", kata Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas Sri Yanti.
Penilaian dalam sertifikasi ini dilakukan secara sistematis dan secara menyeluruh mencakup aspek kesehatan stok ikan target, minimalisasi dampak lingkungan dari perikanan dan keberadaan tata kelola perikanan yang efektif.
Secara khusus, hasil penilaian terhadap perikanan tuna pole and line dan handline dalam proses sertifikasi yang berlangsung sejak akhir 2019 ini menyatakan bahwa stok kedua spesies target, yaitu tuna sirip kuning (yellowfin tuna) dan cakalang (skipjack tuna) Indonesia ini berada jauh di atas batasan yang dapat mengganggu proses rekrutmen dan berfluktuasi di batasan yang konsisten dengan maximum sustainable yield (MSY).
Informasi stok tersebut berasal dari penilaian stok yang sangat mumpuni (state of the art stock assessment) untuk menentukan status stok.
Data terbaru dari pengamatan di atas kapal penangkap ikan, pemantauan di pelabuhan pendaratan dan kamera timelapse juga menunjukkan perikanan ini memiliki selektivitas yang tinggi sehingga sangat sedikit menangkap spesies ikan lainnya.
Jadi model
Sri Yanti menyebut sinergi adalah kata kunci dari capaian di perikanan tuna.
Pembelajaran dari perikanan tuna menunjukkan kompleksitas tantangan yang dihadapi dan karakteristik perikanan tangkap di Indonesia. Perlu kolaborasi semua pihak di sepanjang rantai pasok perikanan, termasuk pemerintah pusat dan daerah, akademisi, lembaga mitra, generasi muda, partisipasi perempuan dan tentunya nelayan untuk bisa mewujudkan perikanan Indonesia yang adil, mandiri, memiliki daya saing dan berkelanjutan.
Kesuksesan perikanan tuna ini menjadi model pembangunan dan pembelajaran bagi komoditas perikanan unggulan lainnya, seperti rajungan, udang, dan perikanan demersal.
Kerja sama yang diprakarsai oleh Kementerian PPN/Bappenas yang berkolaborasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pemerintah daerah, asosiasi, mitra LSM, seperti International Pole and Line Foundation (IPNLF) serta Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), dan mitra pembangunan Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) saling mengisi dan berkontribusi mendorong hadirnya good governance dalam perikanan tuna nasional.
Keberadaan platform multistakeholder Perikanan Nasional dapat menjadi salah satu solusi strategis untuk mengonsolidasikan seluruh pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan potensi sumber daya ikan secara berkelanjutan, sesuai dengan karakteristik dari setiap WPP.
Pengelolaan berbasis WPP atau dikenal sebagai pembangunan ekonomi berbasis WPP ini akan mengintegrasikan tata ruang darat dan laut, mengoptimalkan fungsi kawasan konservasi perairan bagi perikanan, memperkuat investasi, menata penyediaan data yang reliable, mengoptimalkan penyediaan pangan, khususnya protein, serta membangun sinergitas industri sesuai dengan karakteristik dan kekuatan dari setiap WPP.
Manajer Program UNDP Indonesia Iwan Kurniawan menyatakan UNDP bersama Kementerian PPN/Bappenas dengan hibah pendanaan dari Global Environment Facility (GEF) mendukung usaha pemerintah Indonesia untuk meningkatkan keberlanjutan dan daya saing komoditas perikanan di pasar global melalui proyek Global Marine Commodities (GMC).
Sejak 2018, hibah ini menyediakan dukungan untuk akselerasi percepatan kegiatan perbaikan perikanan tuna yang dikoordinasi oleh AP2HI dan mitranya sebagai model pembangunan, mendukung pembaharuan Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol 2020-2024, mendukung penyempurnaan database online kapal penangkap ikan tuna Indonesia yang disebut DIVA Tuna, serta mendorong terbentuknya platform multistakeholder perikanan nasional.
Selain berkontribusi terhadap raihan sertifikasi ini, kesemuanya ini menjawab target pencapaian sustainable development goals (SDGs), khususnya Tujuan-14 mengenai ekosistem lautan dan menjamin keberlanjutan serta daya saing perikanan tuna Indonesia dalam jangka panjang.
Komitmen bersama
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zaini menyebut sertifikasi yang diperoleh itu melibatkan 380 kapal penangkap ikan yang tersebar di kepulauan Indonesia, mulai dari Sulawesi Utara dan Maluku Utara hingga ke Laut Banda, dan Flores Timur dan Flores Barat.
Ini juga merupakan implementasi kerja sama antara KKP dan MSC yang menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat kolaborasi tentang penangkapan ikan yang berkelanjutan.
"Adanya sertifikasi ini menunjukkan komitmen kita terhadap penangkapan tuna yang berkelanjutan di Indonesia pada dunia," katanya.
Sebagai salah satu penghasil tuna terbesar di dunia, sangat vital bagi Indonesia untuk mendukung proses perolehan sertifikasi ini melalui program perbaikan perikanan agar segala sektor perikanan bisa tumbuh secara berkelanjutan sembari memberikan jaminan mata pencaharian di masa depan.
Sertifikasi tersebut menentukan penangkapan ikan untuk tetap berada pada tingkat praktik terbaik global dengan pengelolaan stok yang baik.
Perolehan ini menjadi komitmen yang harus tetap dijaga selama waktu lima tahun untuk mempertahankan sertifikatnya, terkait dengan stok dan manajemen.
Tentu saja dukungan seluruh pemangku kepentingan terkait terhadap perikanan tuna skala kecil menjadi hal yang sangat penting dalam mendorong percepatan proses menuju keberlanjutan sehingga Indonesia bangga saat ini memiliki perikanan ketiga yang memenuhi standar keberlanjutan perikanan tertinggi.
Koordinator Proyek GMC UNDP Indonesia Jensi Sartin sepakat bahwa kesuksesan AP2HI, perusahaan anggota, dan nelayan mitranya ini menyediakan praktik terbaik sekaligus menjadi model bagi usaha serupa oleh perikanan lainnya.
Berkaca dari kesuksesan perikanan pole and line dan handline tuna, perikanan tuna lainnya, yaitu tuna longline (rawai tuna) yang dikoordinatori oleh Asosiasi Tuna Longline Indonesia juga sudah memulai inisiatif perbaikan perikanan (fishery improvement project).
Pihaknya mengapresiasi dan mendukung usaha perikanan longline tuna karena mereka adalah ujung tombak Indonesia untuk mendorong produksi dari Zona Ekonomi Eksklusif dan laut lepas, khususnya produk segar.
Kemajuan-kemajuan itu memberi kontribusi bagi pencapaian target nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) serta pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goal/SDG), khususnya tujuan 14, yaitu melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera.
Alhasil, dengan torehan prestasi berskala global tuna Indonesia itu, lagi-lagi membuktikan bahwa kerja bersama mampu mengatasi tekanan-tekanan saat pandemi, yang membuahkan kebanggaan bersama.
Capaian gemilang itu diharapkan bisa menular pada sektor dan bidang lain di negeri ini, yakni tetap berprestasi di setiap tantangan.