Manado (ANTARA) - Sejak bulan Maret 2020, Indonesia dilanda Pandemi Covid-19 yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola interaksi antar manusia. Hal ini disebabkan pola penyebaran/penularan Covid-19 terjadi akibat adanya kontak lansung/kontak dekat dengan penderita Covid-19. Untuk itu pemerintah mengatur pola interaksi manusia dengan menggunakan Protokol Kesehatan.
Protokol kesehatan yang harus dipatuhi semua warga adalah menggunakan masker, menjaga jarak/menghindari kerumunan dan rajin-rajin mencuci tangan dengan sabun menggunakan air mengalir. Dengan adanya protokol kesehatan tersebut juga mengubah, pola pelayanan instansi/lembaga pelayanan publik, baik instansi pemerintah maupun swasta. Salah satu perubahan pelayanan yang terjadi adalah perubahan dari pelayanan Tatap Muka ke Pelayanan Dalam jaringan (daring).
Direktorat Jenderal Perbendaharaan sebagai salah instansi pemerintah yang mempunyai instansi vertikal di daerah yang bertugas memberikan pelayanan kepada stakeholder dalam hal ini satuan kerja (satker) juga menerapkan protokol kesehatan dalam pemberian pelayanan. Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor SE-25/PB/2020 tanggal 16 Maret 2020 tentang Tindak Lanjut Implementasi Surat Edaran Menteri Keuangan Nomor SE-5/MK.1/2020 di Lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan, mengatur pelayanan secara online pada Kantor wilayah Ditjen Perbendaharaan dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Selanjutnya Direktur Jenderal Perbendaharaan melalui Surat Edaran nomor SE-31/PB/2020 tentang Mekanisme Pengajuan Dokumen Tagihan secara Elektronik pada Masa Keadaan darurat COVID-19, mengubah pengajuan SPM yang semula melalui email diganti menjadi penyampaian melalui aplikasi e-SPM. Aplikasi e-SPM adalah aplikasi yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Perbandaharaan untuk menjembatani penyampaian Surat Perintah Membayar (SPM) dari satuan kerja ke KPPN.
KPPN di wilayah Propinsi Sulawesi Utara yang terdiri dari KPPN Manado, KPPN Kotamobagu, KPPN Tahuna dan KPPN Bitung sebagai instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan juga telah melaksanakan pelayanan secara daring sejak bulan maret 2020. Dengan demikian sejak bulan Maret 2020, penyampaian SPM yang sebelumnya disampaikan secara langsung selanjutnya disampaikan secara online.
Pertanyaan kritis atas adanya perubahan pelayanan di atas adalah apakah pelayanan secara online/daring mampu menggantikan seutuhnya pelayanan secara tatap muka, apa tantangan ataupun resiko yang mungkin timbul dengan adanya pelayanan secara online, apa yang perlu disiapkan/ dilakukan agar pelayanan secara online tetap memberikan kepuasan kepada satker dan memberikan keamanan kepada pemberi pelayanan (KPPN).
Philip Kotler dalam bukunya Manajemen Pemasaran (2003) menyebutkan bahwa pelayanan (Service) ialah sebagai suatu tindakan ataupun kinerja yang bisa diberikan pada orang lain. Pelayanan atau juga lebih dikenal dengan service bisa di klasifikasikan menjadi dua yaitu.
1. High contact service ialah sebuah klasifikasi dari sebuah pelayanan jasa dimana kontak diantara konsumen dan juga penyedia jasa yang sangatlah tinggi, konsumen selalu terlibat di dalam sebuah proses dari layanan jasa tersebut.
2. Low contact service ialah klasifikasi pelayanan jasa dimana kontak diantara konsumen dengan sebuah penyedia jasa tidaklah terlalu tinggi. Physical contact dengan konsumen hanyalah terjadi di front desk yang termasuk ke dalam klasifikasi low contact service. Misalkan ialah lembaga keuangan. Dari beberapa definisi di atas ada benang merah yang dapat diambil yaitu adanya kontak secara langsung antara pemberi dan penerima layanan. Hal ini dapat dimaklumi karena pada saat penulis menulis buku di atas pelayanan secara online belum berkembang atau masih relatif sedikit.
Dari definisi di atas, diketahui bahwa Pelayanan KPPN termasuk ke dalam klasifikasi Low Contact sevice, karena semenjak tahun 2007 telah menerapkan pelayanan hanya di front desk. Untuk mengetahui pelayanan KPPN lingkup Sulawesi Utara sebelum dan sesudah pelaksanaan pelayanan online, berikut ini disajikan data jumlah SP2d yang diterbitkan KPPN, periode triwulan I 2020 ketika pelayanan masih tatap muka dan data triwulan II ketika pelayanan sudah dilakukan secara online.
Tabel.1
Perbandingan Penerbitan SP2D Sebelum dan Sesudah Pelayanan Online
KPPN Lingkup Kanwil DJPb Prop. Sulut
Tahun 2020
No. |
KPPN |
Jumlah SP2D Triwulan I |
Jumlah SP2D Triwulan II |
Selisih |
% |
1. |
Manado |
12.071 |
12.827 |
756 |
6 |
2. |
Tahuna |
1.816 |
1.763 |
(53) |
(3) |
3. |
Kotamobagu |
2.753 |
3.485 |
732 |
26 |
4. |
Bitung |
2.642 |
3.100 |
458 |
17 |
Jumlah |
19.282 |
21.175 |
1.893 |
9 |
Sumber : aplikasi OMSPAN
Dari data di atas, dapat diketahui bahwa dari segi output pelayanan dalam hal ini SP2D yang diterbitkan KPPN, tidak terdapat perubahan yang signifikan antara Triwulan I dan II tahun 2020, sehingga dapat disimpulkan bahwa perubahan pelayanan dari tatap muka ke pelayanan online/daring tidak mengurangi secara signifikan output pelayanan. Data triwulan I 2020 pada saat pelayanan masih tatap muka jumlah yang diterbitkan sebanyak 19.282 SP2Dsedangkan pada triwulan II sebanyak 21.175 SP2D, terjadi kenaikan sekitar 9 %.
Pada Triwulan II hampir semua KPPN terjadi peningkatan jumlah SP2D dibandingkan Triwulan I 2020, kecuali KPPN Tahuna yang mengalami penurunan sebesar 53 SP2D, atau sekitar (-3%). Sementara untuk KPPN Kotamobagu terjadi kenaikan yang cukup signifikan sebanyak 732 SP2D atau sekitar 26 % dibandingkan triwulan I 2020.
Selanjutnya akan dibahas juga data penerbitan SP2D untuk Triwulan II Tahun 2019 dan Triwulan II 2020 untuk mengetahui perbandingan penerbitan SP2D sebelum dan sesudah Pandemi Covid 19.
Tabel.2
Perbandingan Penerbitan SP2D Sebelum dan Masa Pandemi
KPPN Lingkup Kanwil DJPb Prop. Sulut
No. |
KPPN |
Jumlah SP2D Triwulan II 2019 |
Jumlah SP2D Triwulan II 2020 |
Selisih |
% |
1. |
Manado |
20.355 |
12.827 |
(7.528) |
(58) |
2. |
Tahuna |
2.768 |
1.763 |
(1.005) |
(57) |
3. |
Kotamobagu |
4.530 |
3.485 |
(1.045) |
(30) |
4. |
Bitung |
4.509 |
3.100 |
(1.409) |
(45) |
Jumlah |
32.162 |
21.175 |
(10.987) |
(52) |
Sumber : aplikasi OMSPAN
Dari data data terlihat bahwa aktivitas perkantoran dimasa pandemi memang terjadi penurunan yang signifikan dibandingkan sebelum pandemi. Pada Triwulan II tahun 2019 SP2D yang diterbitkan KPPN lingkup wilayah Sulawesi Utara sebanyak 32.162 SP2D sedangkan pada Triwulan II 2020, SP2D yang diterbitkan sebanyak 21.175 SP2D atau terjadi penurunan sebanyak 10.987 SP2D atau secara prosentase sebesar 52%.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan layanan Tatap Muka ke layanan online/daring tidak mengurangi penurunan output pelayanan KPPN, tetapi adanya pandemi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan output layanan KPPN, karena penrbitan SP2D tergantung jumlah SPM yang diajukan oleh satker ke KPPN.
Namun demikian, meskipun layanan daring/online tidak berpengaruh secara signifikan atas output layanan KPPN, tetapi berpengaruh terhadap keakraban/ kedekatan pegawai yang sudah terbangun antara pegawai KPPN dan petugas satker. Selain itu apabila kesalahan atau kekuranglengkapan dokumen petugas KPPN tidak dapat menyampaikan secara langsung kepada petugas satker, apabila dilakukan menggunakan alat komunikasi lain misal WA atau email, terdapat resiko miskomunikasi ataupun kesalahan persepsi.
Disamping ada kekurangan layanan online/daring juga mempunyai kelebihan terutama dari pihak yang dilayani, karena dapat menghemat waktu dan biaya untuk mendatangi KPPN. Selain itu dimasa pandemi Covid-19 untuk menghindari kontak langsung dan kerumunan massa,m maka layanan daring merupakan suatu keharusan.
Tantangan terbesar yang dihadapi KPPN dalam pelayanan online/daring adalah kewajiban KPPN untuk menyimpan Hardcopy dokumen SPM dan dokumen SPM harus asli artinya bertandantangan basah oleh Pejabat yang berwenang dan distempel dari instansi berwenang. Terdapat jeda waktu antara pengiriman softcopy SPM dengan hardcopy, yang sampai saat ini belum diatur tegas berapa lama jeda waktu antara softcopy dan hardcopy dikirimkan KPPN. Hal ini dapat memberikan beberapa resiko terhadap KPPN yaitu pertama adanya perbedaan antara softcopy yang telah diterbitkan SP2D-nya dengan hardcopy SPM yang dikirimkan belakangan. Kedua kerawanan adanya pemalsuan SPM ataupun adanya pengingkaran dari pihak satker yang tidak mengakui adanya pengiriman softcopy SPM yang telah diterbitkan SP2D-nya. Selain itu kapasitas dan kualitas jaringan juga menjadi tantangan tersendiri terutama didaerah relatif remote dalam pelayanan daring/online.
Untuk menghindari ataupun mengurangi kemungkinan adanya resiko yang telah diuraikan di atas, maka perlu adanya langkah-langkah mitigasi yang perlu dilakukan oleh KPPN sebagai pemberi layanan, maupun Ditjen Perbendaharaan sebagai atasan KPPN. Langkap pertama yang perlu dilakukan KPPN adalah memberikan edukasi kepada Satker mitra kerja agar SPM yang dikirimkan dalam bentuk softcopy sama dengan hardcopy. Kedua, KPPN agar menginformasikan kepada Satker Mitra Kerja KPPN agar segera hardcopy disampaikan ke KPPN setelah softcopy disampaikan, apabila perlu diberikan batas waktu penyampaian hardcopy. KPPN agar segera memeriksa dan meneliti hard copy untuk dicocokan dengan softcopy yang telah diterbitkan SP2D-nya.
Sedangkan untuk Kantor Pusat perlu merancang proses bisnis baru agar satker cukup mengirim softcopy tanpa hardcopy namun dapat dipastikan bahwa softcopy tersebut berasal dari satker yang bersangkutan. Selain itu perlu juga ditingkatkan kualitas dan kapasitas agar lalu lintas penyampaian data dapat berjalan lancar.
Dalam hasil pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perubahan pemberian layanan dari tatap muka ke layanan online/daring tidak berpengaruh secara signifkan terhadap output layanan KPPN dalam hal ini penerbitan SP2D. Ada tantangan tersendiri dalam pelayanan daring di KPPN yaitu penyampaian hardcopy SPM dan permasalahan jaringan.
Dengan langkah-langkah dan antisipasi yang tepat pelayanan daring/online dapat menjadi alternatif utama pelayanan di KPPN di masa depan. Perlu ada perubahan proses bisnis di KPPN agar pelayanan daring dapat memuaskan penerima layanan dan memberikan perlindungan pemberi layanan.
*) Penulis adalah Kepala Bidang Supervisi KPPN dan Kepatuhan Internal
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Propinsi Sulawesi Utara