Jakarta (ANTARA) - Chief Economist PT Danareksa (Persero) Rima Prama Artha menyebut dampak ekonomi perang Rusia-Ukraina kepada Indonesia relatif kecil, karena kedua negara tersebut bukan mitra dagang utama.
“Secara langsung dampaknya kepada Indonesia sebenarnya kecil karena bukan main partner kita,” katanya dalam Sharing Season Research & Innovation Initiative BUMN yang dilaksanakan secara daring dan dipantau di Jakarta, Kamis.
Porsi ekspor dan impor Indonesia tahun 2022 dengan Rusia masing-masing sebesar 0,64 persen. Sedangkan dengan Ukraina masing-masing sebesar 0,18 persen dan 0,53 persen.
Komoditas yang diekspor ke Rusia dan Ukraina sebagian besar adalah CPO, namun nilai ekspor tersebut kecil dan masing-masing sebesar 2,42 persen dan 0,92 persen dari total ekspor CPO Indonesia.
Selain itu komoditas yang diimpor dari Rusia adalah besi/baja yang hanya mencakup 2,64 persen dari total impor besi dan baja. Untuk impor dari Ukraina adalah gandum yang mencakup 24,45 persen dari total impor gandum.
Kendati demikian, Rima menyebut kenaikan harga minyak yang berpengaruh ke seluruh dunia tentu juga turut berdampak pada Indonesia yang dirasakan dalam bentuk inflasi yang ancamannya bisa melebar ke berbagai sektor.
“Inflasi yang paling hebat bulan ini karena setiap tahun bulan Ramadhan adalah inflasi tertinggi dan kemudian adanya kenaikan harga beberapa komoditas dan krisis energi yang bisa membuat inflasi lebih tinggi,” ujarnya.
Lebih lanjut Rima menyampaikan perang Rusia-Ukraina kepada pasar uang juga tidak terlalu mengkhawatirkan karena dana asing masuk ke pasar saham, namun keluar dari pasar utang.
“Sekarang tidak terlalu mengkhawatirkan karena kepemilikan asing di pasar uang kita hanya kecil 18 persen,” tuturnya.
Kendati demikian kebijakan bank sentral AS, Federal Reserve (Fed), terkait suku bunga hingga 7 kali tentu akan berdampak. Hal tersebut dinilainya membuat perbankan lebih tertarik untuk memberikan kredit yang membuat yield pada bond berubah dan memberi beban pada APBN.
Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi melambat di tengah konflik geopolitik Rusia-Ukraina serta normalisasi kebijakan moneter. Dalam laporan World Economic Outlook April 2022, IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen di tahun 2022.
Selain itu Danareksa memperkirakan pemulihan masih berlanjut di tengah kenaikan harga dan potensi kenaikan BI7DRR.
“Proyeksi kami pertumbuhan berkisar 4,7-5,1 di kuartal pertama dan secara umum itu 4,66-5,31 kemudian suku bunga naik sekitar 0,5 sampai 0,75 basis poin karena basisnya BI menaikkan suku bunga adalah inflasi, sehingga kenaikannya belum terlalu banyak,” ucap dia.