KPK memanggil empat anggota DPRD Muara Enim
Manado (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin, memanggil empat anggota DPRD Kabupaten Muara Enim dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim pada tahun anggaran 2019.
Empat anggota DPRD Kabupaten Muara Enim tersebut, yakni Kasman, Mardalena, Verra Erika, dan Samudera Kelana. Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka anggota DPRD Kabupaten Muara Enim Ahmad Reo Kusuma (ARK) dan kawan-kawan.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, pada tahun 2019 untuk tersangka ARK dan kawan-kawan," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Kota Palembang.
KPK pada hari Kamis (30/9) telah mengumumkan 10 anggota DPRD Kabupaten Muara Enim 2019—2023 sebagai tersangka, yakni Indra Gani BS (IG), Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB), dan Piardi (PR).
Dalam kasus tersebut, KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka.
Lima orang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Robi Okta Fahlefi dari pihak swasta, mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, mantan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin M.Z. Muchtar.
Selanjutnya, mantan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan mantan Plt. Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi.
Sementara itu, Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah saat ini perkaranya masih tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin M.Z. Muchtar.
Adapun pemberian uang tersebut diterima oleh Ahmad Yani sekitar Rp1,8 miliar, Juarsah sekitar Rp2,8 miliar, dan untuk para tersangka diduga dengan total sebesar Rp5,6 miliar.
Terkait dengan penerimaan para tersangka, diberikan secara bertahap dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta.
Peneriman uang oleh para tersangka selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemkab Muara Enim, khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019.
Selain itu, uang tersebut juga diduga digunakan oleh para tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Empat anggota DPRD Kabupaten Muara Enim tersebut, yakni Kasman, Mardalena, Verra Erika, dan Samudera Kelana. Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka anggota DPRD Kabupaten Muara Enim Ahmad Reo Kusuma (ARK) dan kawan-kawan.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan Pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, pada tahun 2019 untuk tersangka ARK dan kawan-kawan," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Kota Palembang.
KPK pada hari Kamis (30/9) telah mengumumkan 10 anggota DPRD Kabupaten Muara Enim 2019—2023 sebagai tersangka, yakni Indra Gani BS (IG), Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB), dan Piardi (PR).
Dalam kasus tersebut, KPK sebelumnya telah menetapkan enam tersangka.
Lima orang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Robi Okta Fahlefi dari pihak swasta, mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, mantan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin M.Z. Muchtar.
Selanjutnya, mantan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan mantan Plt. Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi.
Sementara itu, Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah saat ini perkaranya masih tahap persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar kemudian dilakukan pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin M.Z. Muchtar.
Adapun pemberian uang tersebut diterima oleh Ahmad Yani sekitar Rp1,8 miliar, Juarsah sekitar Rp2,8 miliar, dan untuk para tersangka diduga dengan total sebesar Rp5,6 miliar.
Terkait dengan penerimaan para tersangka, diberikan secara bertahap dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta.
Peneriman uang oleh para tersangka selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemkab Muara Enim, khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019.
Selain itu, uang tersebut juga diduga digunakan oleh para tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.