Manado (ANTARA) - Di usia 30-an tahun, hidup membawa Jesica Lely Pongajow pada persimpangan jalan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Kehidupan harmonis yang dahulu ia nikmati bersama suami dan ketiga anaknya di Jakarta terasa seperti cerita indah yang kini hanya tersisa dalam ingatan. Suaminya memiliki pekerjaan yang baik, begitu pula dirinya. Mereka tinggal nyaman di ibu kota Jakarta , menikmati hiruk-pikuk kota besar dengan keyakinan bahwa masa depan telah tertata rapi.
Namun, badai datang tanpa peringatan. Prahara rumah tangga membuat hubungan mereka tak bisa lagi dipertahankan. Lebih menyakitkan lagi, keputusan itu diambil tepat ketika dunia tengah dilanda pandemi Covid-19 yakni di tahun 2020.
Saat itu dunia tengah berhenti, ekonomi lumpuh, dan ketidakpastian mencekam. Prahara rumah tangga yang tak lagi bisa dibendung memaksa Jesica untuk mengambil keputusan berat.
Jesica harus mengambil keputusan berat yakni berpisah dari suami dan kembali ke tanah kelahirannya di Manado, Sulawesi Utara.
Saat kebanyakan orang disibukkan dengan kecemasan menghadapi virus COVID-19 dan krisis ekonomi, Jesica harus menanggung beban ganda yakni menyembuhkan luka perpisahan sekaligus menjadi satu-satunya penopang hidup bagi ketiga anaknya.
Tapi bagi Jesica, tantangan terbesar bukan hanya soal pandemi, melainkan bagaimana ia bisa berdiri tegar seorang diri untuk tiga buah hati yang sangat ia cintai.
Setiap hari ia berjuang menahan air mata, menyembunyikan rasa lelah, agar anak-anak tetap merasa ada pelindung yang kuat di samping mereka.
Kepulangan ke Manado bukan akhir, melainkan awal baru yang penuh ujian. Dari yang tadinya terbiasa hidup di ibukota dengan segala fasilitas, Jesica kini harus memulai segalanya dari nol.
Hari-hari pertama di Manado tidaklah mudah. Dari kehidupan mapan di ibu kota, ia kini harus kembali memulai segalanya dari awal. Ia sempat termenung, bertanya-tanya apakah ia mampu.
Namun setiap kali melihat wajah anak-anaknya, Jesica tahu bahwa menyerah bukan pilihan. Ia adalah ibu sekaligus ayah bagi mereka, dan hanya dirinya yang bisa memastikan anak-anak tetap punya harapan.
Justru dari titik terendah itulah semangat barunya lahir. Ia sadar, sebagai seorang ibu tunggal, ia bukan hanya penopang ekonomi keluarga, tetapi juga sumber harapan, semangat, dan masa depan bagi anak-anaknya.
Dari Dapur Kecil
Berawal dari dapur kecil rumahnya di Matungkas, Kabupaten Minahasa Utara, Jesica mencoba mencari jalan keluar. Ia ingat betul, anak-anaknya selalu menyukai ayam goreng buatannya. Gurih, renyah, dan berbeda dari kebanyakan ayam goreng lainnya, dari situlah ide sederhana muncul yakni mengubah resep rumah menjadi sumber penghasilan.
Dengan modal seadanya, ia memberanikan diri berjualan ayam goreng di depan rumah.
Hari-hari pertama tidaklah mudah. Pembeli masih sedikit, peralatan terbatas, bahkan kadang hasil penjualan hanya cukup untuk membeli bahan keesokan harinya. Namun Jesica tak menyerah, baginya, setiap pelanggan yang datang adalah harapan baru.
Namun, semangat Jesica tidak pernah padam. Ia percaya, setiap keping usaha kecil yang ia lakukan adalah batu pijakan untuk masa depan ketiga anaknya.
Peralatan sederhana, wajan yang tidak terlalu besar, dan bahan baku yang dibeli dari hasil uang tabungan yang tersisa.
Lama-kelamaan, kabar tentang ayam goreng yang bermerek "Ayank Fried Chicken" buatannya mulai menyebar, tetangga dan teman memuji kelezatan rasanya, lalu merekomendasikan ke orang lain.
Meski perlahan, usahanya mulai tumbuh. Namun Jesica sadar, jika ingin lebih berkembang, ia butuh lebih dari sekadar semangat. Ia perlu modal yang lebih besar, pengetahuan mengelola usaha, hingga cara memasarkan produk dengan lebih luas.
Berdaya Bareng CIMB Niaga
Harapan itu akhirnya datang ketika Jesica bertemu dengan Program Berdaya Bareng CIMB Niaga. Program ini tidak hanya memberikan bantuan modal, tetapi juga membuka jalan bagi para pelaku usaha kecil sepertinya untuk tumbuh lebih terarah.
Melalui pelatihan yang ia ikuti di Musim Kedua Program Berdaya Bareng CIMB NIAGA tahun 2023 ini, Jesica belajar banyak hal baru, bagaimana mengelola keuangan sederhana agar modal tidak bercampur dengan kebutuhan rumah tangga, bagaimana membangun strategi pemasaran yang efektif, hingga cara menjaga kualitas produk agar konsisten.
Tidak hanya itu, ia juga mendapat pendampingan dan dukungan moral dari sesama pelaku usaha yang sedang berjuang. Semua itu membuat Jesica merasa tidak lagi sendirian.
Setelah mengikuti berbagai pelatihan baik online maupun offline, akhirnya bisa menerima bantuan pembiayaan dari CIMB NIAGA dan yang paling menarik dari pinjaman ini yakni tanpa bunga, memang untuk membantu mengangkat pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Sulut agar bisa naik kelas.
Berkat program ini, usahanya mengalami perkembangan signifikan, dari sekadar berjualan di depan rumah, ia kini mampu menambah peralatan produksi, membuat kemasan yang lebih menarik, dan mulai memasarkan ayam gorengnya secara digital dan saat ini mampu meraup omzet hingga Rp30juta-an per bulan.
Bahkan, anak-anaknya pun sering ikut membantu, menjadikan usaha ini bukan hanya sumber nafkah, tapi juga ikatan kebersamaan keluarga.
Kini, setiap kepingan ayam goreng yang keluar dari dapur Jesica bukan hanya soal rasa. Ada cerita perjuangan, keteguhan, dan cinta seorang ibu tunggal di dalamnya. Usahanya semakin dikenal, dan pelan-pelan, kehidupan mereka membaik.
Jesica tahu jalan masih panjang, namun ia percaya dirinya sudah berada di jalur yang benar.
“Kalau dulu saya merasa hidup saya hancur, sekarang saya merasa hidup saya sedang dibangun kembali lebih kuat, lebih mandiri, dan lebih berarti, terutama untuk anak-anak,” tutur Jesica dengan mata berbinar.
Jesica percaya, perjalanannya belum berakhir. Tapi satu hal yang pasti, dari titik terendah di tengah pandemi, kini ia berdiri lebih kuat. Semua demi tiga buah hati yang menjadi alasan terbesarnya untuk terus melangkah, dan berkat dukungan Program Berdaya Bareng CIMB Niaga, ia merasa tidak lagi berjuang sendirian.
Founder Berdaya Bareng Nicky Clara menjelaskan Program "Berdaya Bareng" bersama CIMB Niaga di Manado adalah program pemberdayaan ekonomi berkelanjutan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang fokus pada pelatihan kewirausahaan dan literasi keuangan untuk meningkatkan kapabilitas dan menciptakan peluang usaha bagi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas di Indonesia Timur.
Program ini dilaksanakan bersama yayasan Berdaya Bareng untuk mewujudkan lingkungan inklusif di Indonesia Timur.
Ia mengatakan hal ini adalah bentuk kontribusi yang luar biasa kolaborasi dengan Bank CIMB Niaga dari tahun 2017.
Pihaknya berkomitmen secara penuh untuk mendukung perempuan penyandang disabilitas dan juga pemuda dan awalnya di Indonesia Barat, tapi sekarang pihaknya mulai di Indonesia Timur.
Head or Regional Timur & Bali Nusra Region CIMB Niaga Ahmad S Ilham mengatakan CIMB niaga saat ini fokus ke Indonesia timur dan apa yang dilakukan saat ini adalah bagian dari memberikan kontribusi terhadap lingkungan masyarakat sekitar di Manado khususnya, dan Indonesia Timur secara umum.
CIMB Niaga akan terus memberikan pelayanan yang terbaik pada masyarakat, dan berupaya memberi dampak pada UMKM juga pertumbuhan ekonomi di daerah.
Kepala Biro Perekonomian Sulawesi Utara Reza Dotulung mengatakan UMKM masih menjadi pilar utama penggerak ekonomi di Sulawesi Utara.
Berdasarkan data Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi, lebih dari 98 persen unit usaha aktif di wilayah ini merupakan UMKM.
Sektor ini, katanya, bukan hanya menyerap sebagian besar tenaga kerja, tetapi juga mendukung perputaran ekonomi lokal, khususnya di sektor perdagangan, kuliner, dan kerajinan rakyat.
UMKM memiliki fleksibilitas tinggi dan mampu bertahan dalam berbagai kondisi krisis, termasuk saat pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu. Hal ini menjadikannya sebagai fondasi yang kuat dalam menjaga stabilitas ekonomi daerah.*

