Jakarta, 23/3 (AntaraSulut) - Dosen Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Haryadi, mengatakan menjelang Kongres PDI Perjuangan pada April 2015, setidaknya sudah ada dua ekspose hasil survei persepsi publik yang menunjukkan ambivalensi (bercabang) sikap publik terhadap Megawati Soekarnoputri.
"Satu sisi publik mengakui keberhasilan Megawati memimpin PDI-Perjuangan. Sisi lain, sebagian besar publik tak menginginkan Megawati memimpin kembali PDI-Perjuangan," kata Haryadi dalam keterangannya, di Jakarta, Senin.
Menurut dia, dalam survei-survei itu tak ditanyakan kepada publik bagaimana reaksinya jika internal PDI-Perjuangan ternyata masih membutuhkan Megawati sebagai pemimpin partainya.
"Disinilah tampak ada pengetahuan dan kebutuhan yang tak nyambung antara publik di luar partai dengan kader dan simpatisan PDI-Perjuangan. Sebagian besar publik di luar partai lebih banyak menerima informasi semu via media," kata Haryadi.
Menurut dia, kerap kali informasi tentang partai itu lebih mencerminkan realitas media dari pada realitas faktual partai, sehingga wajar kalau kemudian sebagian besar publik punya persepsinya sendiri berdasar informasi media.
Sementara kader dan simpatisan PDI Perjuangan, kata dia, mempunyai pengalaman dan pengetahuan autentik tentang dinamik partainya. Berdasar dinamik partai ini, para kader dan simpatisan PDI Perjuangan meyakini kepemimpinan Megawati masih diperlukan untuk memungkasi konsolidasi partai, dan sekaligus menjaga kinerja Presiden Joko Widodo sebagai kader partai.
"Jadi, keberadaan kepemimpinan Megawati bagi PDI Perjuangan merupakan keharusan untuk persiapan transisi kepemimpinan partai 5 tahun ke depan. Saya kira Megawati ingin memastikan konsolidasi, pondasi ideologi, dan regenerasi kepemimpinan partai sebesar PDI Perjuangan tak boleh serampangan," paparnya.
Titik paling krusial bagi survival dan masa depan partai, tambah dia, adalah pada pemungkasan konsolidasi partai era transisi kepemimpinan. Untuk kebutuhan itu, Megawati memang masih harus memimpin PDI Perjuangan.