Manado (ANTARA) - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI memeriksa ketua dan pimpinan Bawaslu Kota Manado, Sulawesi Utara, dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu, di ruang sidang Bawaslu Provinsi Sulawesi Utara, selama tiga jam, Senin.
Sidang yang dipimpin oleh J Kristiadi sebagai anggota DKPP RI, didampingi Presly Prayogo anggota tim pemeriksa daerah (TPD) dari unsur masyarakat dan Zulkifly Densi, anggota Bawaslu Sulawesi Utara, mendengarkan pembacaan aduan dari pengadu, Azhar A. Kandji, mengenai sikap Bawaslu yang menurutnya tidak profesional karena tidak meloloskan dia sebagai anggota panwascam untuk pemilihan kepala daerah.
Dalam aduan, Azhar mengatakan, sudah melakukan semua tugasnya dengan baik selaku Panwascam, bahkan pernah diancam preman saat bertugas melakukan pengawasan dan selalu tidur di sekretariat selama tahapan pemilu, namun dia tidak lolos menjadi Panwas Pilkada, dan mengaku baru tahu alasannya, karena penyebabnya, disebut dia pernah menjadi saksi partai, padahal bukan anggota salah satu partai dan tidak punya KTA.
"Saya tak diloloskan tanpa ada klarifikasi dan pembinaan, dan yang lolos justru adalah pihak terkait, yang saat menjadi sebagai Panwascam Singkil pernah menerima uang Rp1 juta dari Caleg provinsi Dapil Manado yang ada bukti transfer uang," kata Azhar.
Sementara pihak teradu yakni pimpinan Bawaslu, Abdul Gafur Subaer, ketua Brilliant Maengko dan Heard Runtuwene, menjawab semua aduan tersebut, dengan mengatakan, bahwa mereka bekerja menurut peraturan Bawaslu, mengenai tidak lolosnya pengadu, karena yang bersangkutan dinilai tidak memenuhi syarat yang ditetapkan, seperti tidak mengisi laporan hasil pengawasan (LHP) dengan benar, sebab mengatakan tidak ada temuan, tetapi dalam klarifikasi justru menjawab yang kontra fakta dengan mengatakan, ada dugaan temuan politik uang oleh salah satu Caleg Gerindra yang akhirnya bermuara di PN dan sudah ada putusan hukum tetap.
"Sebagai koordinator wilayah, saya juga menegaskan, tidak pernah bertemu dengan pengadu selama melakukan supervisi atau mendatangi sekretariat Panwascam Singkil, bahkan kami pernah hampir menyuruh polisi untuk menjemputnya secara paksa dari rumah, untuk membawa data dari PTS, sebab sudah diundang tetapi tidak datang. Padahal data yang dipegangnya sangat dibutuhkan dan Manado sudah ditekan Bawaslu provinsi dan RI, untuk memasukkan semua data, " kata Pimpinan Bawaslu, Abdul Gafur Subaer, dalam sidang tersebut.
Mengenai aduan, bahwa pihak terkait yang diloloskan menerima uang dari Caleg Dapil Manado, diakui oleh pihak terkait, Reinhard Andaki. Namun dia menegaskan, transfer uang itu, untuk membantu pelayanan pemuda, di gereja mereka, sebab dia dan Caleg yang bernama Sonny Lela satu gereja dan sama-sama adalah pelayan di situ, dan sering memberikan bantuan untuk pelayanan pemuda.
Namun Andaki menjelaskan, uang itu kemudian dipinjam dulu karena selama pleno rekapitulasi tidak ada dana untuk keperluan operasional, maka dipakai untuk keperluan tersebut dulu, dan semuanya disampaikan kepada Azhar baik bukti transfer maupun undangan dari Caleg dan pengadu Azhar bersama Rein mendatangi rumah Caleg bahkan separuh dari uang Rp1 juta itu, yakni Rp500 ribu, langsung ditransfer Rein kepada Azhar dan diterimanya. Setelah Rein mengatakan uang diberikan pada pengadu sebagian, baru Azhar mengakui menerima dan mengatakan, itu sebagai pengembalian pinjaman.
Baik pengadu maupun teradu semuanya memasukkan bukti-bukti untuk menguatkan dalil masing-masing. Sementara anggota majelis Presly Prayogo, menanyakan apakah benar, pengadu tidak diloloskan karena dinilai adalah saksi parpol, teradu menjawab tidak pernah menyebutkan dia sebagai saksi pelapor, hanya menegaskan, bahwa dia tidak berkoordinasi dan tidak membuat LHP dengan benar, serta tidak bertemu setiap mendatangi sekretariat Bawaslu.
Sidang kemudian ditutup dan majelis akan mempertimbangkan semua fakta yang muncul dalam persidangan, serta alat bukti yang dimasukkan masing-masing pihak, untuk memutuskan perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tersebut.