Manado (ANTARA) - Saham-saham Jepang tergelincir pada perdagangan Senin pagi, karena investor membukukan keuntungan menyusul reli selama beberapa minggu terakhir, tetapi produsen mobil naik setelah Toyota Motor mengisyaratkan bahwa mereka masih bisa mencapai rencana produksi setahun penuh meskipun kekurangan chip.
Indeks acuan Nikkei 225 di Bursa Efek Tokyo (TSE) merosot 0,28 persen menjadi diperdagangkan pada 28.987,66 poin di tengah hari, mundur setelah naik ke 29.144.33 poin, level tertinggi sejak 1 Oktober.
Investor juga berhati-hati dengan meningkatnya ketidakpastian pada ekonomi China ketika perusahaan properti China yang sarat utang Evergrande berjuang untuk bertahan hidup dan karena PDB negara itu melambat pada kuartal ketiga.
“Banyak investor yang ingin mengambil untung ketika Nikkei berada di atas 29.000. Perasaan saya adalah mereka juga waspada terhadap masalah Evergrande menjelang tenggat waktu untuk menghindari gagal bayar,” kata Hiroyuki Ueno, ahli strategi senior di Sumitomo Mitsui Trust Asset Management.
Indeks Topix yang lebih luas kehilangan 0,37 persen menjadi diperdagangkan pada 2.016,53 poin, tetapi indeks pembuat peralatan transportasi dalam Topix terangkat 1,8 persen untuk mencapai level tertinggi sejak 2015.
Toyota Motor meningkat 2,5 persen setelah memangkas produksi global yang direncanakan untuk November sebanyak 15 persen karena kekurangan chip yang sedang berlangsung, tetapi mengindikasikan akan meningkatkan produksi mulai Desember dengan tetap berpegang pada target produksi setahun penuh terbaru.
Pembuat mobil saingannya juga naik, dengan Suzuki Motor naik 2,5 persen, Subaru naik 2,2 persen dan pembuat suku cadang mobil Denso naik 2,6 persen, karena yen yang lebih lemah dipandang meningkatkan keuntungan mereka.
Saham-saham terkait sumber daya adalah titik cerah lainnya berkat kekuatan pasar komoditas. Mitsui Mining melonjak 5,1 persen, sementara Sumitomo Metal bertambah 2,1 persen dan perusahaan eksplorasi minyak Inpex melambung 5,0 persen.
BayCurrent Consulting kehilangan 11,7 persen karena laba kuartalannya jauh dari ekspektasi investor yang lebih kuat. Harga sahamnya masih naik hampir 150 persen sepanjang tahun ini.
Perusahaan rintisan fintech, Money Forward, anjlok 12,8 persen setelah melaporkan kerugian kuartalan yang lebih besar dari perkiraan.