Manado (ANTARA) - Acub Zaenal adalah sosok yang tidak bisa dilupakan begitu saja oleh masyarakat penggemar olahraga di Tanah Papua (dulu Irian Jaya), terutama penggemar sepak bola. Kaum milenial sekarang mungkin sudah tidak banyak yang mengenal lebih dalam sosok pria kelahiran Bogor, Jawa Barat, pada 19 September 1927 itu.
Acub, ayah dengan empat anak itu, meninggal pada 4 Oktober 2008 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata Jakarta. .
Meski bukan putra daerah, Acub dinilai sangat menyelami isi hati masyarakat sehingga ia seperti sudah menyatu dengan rakyat setempat di wilayah paling timur Indonesia itu ketika menjadi Pangdam Cendrawasih dan kemudian menjadi gubernur pada 1973--1975.
Sejak awal, pria dengan pangkat terakhir brigadir jenderal TNI itu sudah menyadari bahwa masyarakat Papua memiliki bakat yang terpendam dalam bermain sepak bola, ibarat mutiara yang belum dipoles. Ia juga menyadari sepak bola bisa menjadi alat yang mempersatukan dan mengangkat harga diri rakyat Papua di pentas nasional.
Di awal kepemimpinannya yang tergolong singkat, baik sebagai Pangdam maupun gubernur Papua, Acub Zaenal langsung membuat gebrakan untuk memajukan olahraga sebagai kebanggaan masyarakat setempat. Di antara gebrakannya adalah menggelar kejuaraan sepak bola antarsekolah dasar (SD) se-Jayapura dan kemudian ditingkatkan menjadi tingkat kabupaten se-Irian Jaya untuk memperebutkan Piala Acub Zaenal.
Hanya dengan kompetisi yang dimulai dari tingkat bawah, akan ditemukan bibit-bibit berbakat yang akan menjadi pemain sepak bola yang benar-benar berkualitas. Stadion Mandala pun yang merupakan warisan penjajah Belanda, kemudian dirombak dan dibangun tribun yang lebih representatif.
Dari kompetisi yang dimulai dari tingkat bawah itu, bermunculanlah pemain-pemain berbakat dan terkenal yang kemudian menjadi langganan tim sepak bola nasional dan menjadi rebutan klub di Tanah Air. Mereka di antaranya Timo Kapisa, Yafet Sibi, Hengky Heipon, Hengky Rumere, Tinus Heipon, Fred Imbiri, Yacobus Makanwei, Mettu Duaramuri,Binur, Benny Yansenen, Yohanis Auri, dan Rully Nere.
Acub Zaenal terus menata Persipura dengan mendatangkan pelatih Cho Seng Que asal Singapura. Hanya dalam tempo dua tahun, Persipura menjadi sebuah kesebelasan elite yang mampu menjadi juara PSSI pada musim kompetisi perserikatan 1975/1976.
Meski sudah tidak lagi menjabat sebagai gubernur Irian Jaya, Acub Zaenal tetap berkomunikasi dengan para pemain Persipura untuk memberikan semangat sebelum mereka berlaga di berbagai kompetisi.
Reuni legenda Persipura
Meski Acub Zaenal sudah meninggal sejak 2008 lalu, kenangan keluarga almarhum Acub dengan Persipura ternyata tidak bisa dihapus begitu saja. Selalu ada kerinduan dari keluarga Acub untuk bertemu dan menyambung tali silaturahim.
Atas prakarsa Andhika Vishnu, yang tidak lain adalah menantu Acub Zaenal, beberapa mantan pemain Persipura angkatan 1970-an pun menggelar temu kangen di Restoran B-One di pinggir pantai Kota Jayapura pada Minggu (3/10), sehari setelah upacara pembukaan PON XX Papua di Stadion Lukas Enembe.
Kebetulan, Andhika yang merupakan seorang perwira polisi berpangkat komisaris besar dan bertugas di Baintelkam Mabes Polri, sedang berada di Jayapura, khusus untuk pengamanan upacara pembukaan PON XX Papua yang berlangsung sukses dan meriah.
“Saya sering mendengar cerita mengenai Persipura dari Bapak (Acub), mertua saya. Karena kebetulan saya sudah berada di Jayapura untuk dinas, saya mewakili keluarga ingin memanfaatkan momen ini untuk bersilaturahim,” kata Andhika yang ditemui saat menjamu beberapa mantan pemain klub berjuluk Mutiara Hitam itu.
Di antara legenda Persipura yang hadir terlihat Rully Nere, Mettu Duaramuri, Yafet Sibi, Yakobus Mobilala, dan Benny Jansenen. Mereka terlihat gembira karena bisa melepaskan kerinduan sambil mengenang masa-masa keemasan mereka pada era 1970-an.
"Di antara mereka, saya adalah yang paling junior, tapi saya yang sering dipanggil untuk memperkuat tim nasional," kata Rully Nere sambil bercanda, yang disambut senyum oleh rekan-rekannya yang lebih senior.
Dari legenda sepak bola Persipura itu, memang Rully Nere lah yang terlihat paling gembira dan sering bercanda. Bisa jadi itu karena pria bernama lengkap Rully Rudolf Nere, kelahiran 13 Mei 1957, itu baru saja dipercaya sebagai salah satu pembawa bendera PON pada upacara pembukaan PON XX Papua yang dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada malam sebelumnya.
Andhika kemudian menegaskan bahwa pertemuannya dengan para legenda Persipura tersebut untuk membuktikan bahwa keluarga Acub Zainal masih tetap peduli dengan mereka, meski secara fisik sudah tidak lagi bertemu.
Benny Jansenen, salah satu dari legenda tersebut, mengakui bahwa prestasi yang pernah diraih oleh Persipura tidak terlepas dari peran Acub Zaenal yang mampu membuat gebrakan, meski dalam waktu singkat sebagai Gubernur Irian Jaya.
Sebagai bentuk penghormatan kepada sosok Acub Zainal, Benny pun melontarkan gagasan untuk dibuatkan patung agar jasa-jasanya tetap bisa dikenang sepanjang masa.
"Sebagai bentuk terima kasih, kami memiliki keinginan membuat monumen atau patung untuk mengenang jasa beliau. Semoga keinginan kami dapat terwujud dengan bantuan berbagai pihak terkait," kata Benny menambahkan.
Benny yang berada di posisi gelandang Persipura era 1970-an, ternyata pernah mendapat surat dari almarhum Acub Zaenal yang ditujukan kepada tim Mutiara Hitam yang berjuang melawan Persija Jakarta di final Piala Soeharto III tahun 1976 di Stadion Gelora Senayan. Dalam pertarungan tersebut Persipura berhasil mengalahkan Persija yang bertabur bintang dengan skor 4-3.
“Kalau ada manusia yang paling bangga pada saat ini, karena Persipura masuk final adalah saya. Saya sangat bangga atas hasil gemilang yang telah dicapai oleh putra-putra Irianku, meskipun saya kini bukan apa-apa lagi dan tidak berada di Irian lagi..”, demikian penggalan surat tersebut yang ikut membakar semangat para pemain tim Mutiara Hitam.