Talaud (ANTARA) - Pertalite, merupakan salah satu Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan angka oktan 90 atau lebih tinggi dari premium yang hanya memiliki angka oktan 88. Meski demikian, angka tersebut tak mempengaruhi sebagian warga Kabupaten Kepulauan Talaud, baik pengendara motor, mobil ataupun nelayan untuk beralih.
"Meski premium atau bensin dijual Rp15 ribu, sementara pertalite Rp10 ribu, masyarakat lebih banyak membeli premium dengan harga lebih mahal," ungkap Max Hari, salah seorang penjual BBM eceran di desa Tarohan, Kecamatan Beo Selatan, Senin.
Max mengaku tidak tahu kenapa masyarakat Talaud lebih suka bensin (premium) dibanding pertalite. Ketika menjual pertalite, sangat lama laku dan pengendara yang mampir kebanyakan menanyakan bensin, padahal berita dan info yang diberikan Pertamina BBM tersebut lebih baik ketimbang bensin.
Dikisahkannya, beberapa waktu lalu ketika premium habis dan hanya tersisa pertalite di SPBU, dirinya berinisiatif untuk menjual pertalite di kios tepi jalannya. Namun kata dia, dari 100 liter yang dia jual, dalam kisaran waktu sepekan, hanya laku sekitar 20 liter. Padahal kata dia, jika yang dipajang adalah premium, tak sampai sepekan 100 liter tersebut sudah ludes dibeli pengendara, maupun nelayan setempat.
Nusa, nelayan desa Niampak, Talaud, mengatakan memilih premium karena mesin motor laut yang digunakannya, sudah terbiasa dengan premium dan tak bisa tahan lama jika menggunakan pertalite.
"Dulu saya melaut pakai pertalite, mesin jadi rusak ketika mesin dipacu lebih tinggi. Beruntung saat itu saya menggunakan dua mesin, sehingga saya bisa kembali dari laut ke rumah. Mulai hari itu, saya memilih untuk tak menggunakan pertalite,"ujarnya.
Salah seorang pegawai SPBU Beo yang dimintai tanggapan soal ini, mengakui hal tersebut jika masyarakat Talaud lebih memilih premium ketimbang pertalite.