Manado (ANTARA) - Lanjutan sidang dugaan kasus dana hibah GMIM masih berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Manado, Rabu.
Sidang masih di tahapan pembuktian yang menghadirkan tujuh saksi, termasuk Ketua DPRD Provinsi Sulut, Andi Silangen, dua pejabat eselon II Pemprov, mantan Sekprov dan mantan kepala Bapenda Sulut.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tipikor Achmad Peten Sii serta didampingi Iriyanto Tiranda dan Kusnanto Wibowo, selaku hakim anggota.
Sejumlah saksi hadir, dan dua staf Biro Kesra Setda yang hadir mengaku lupa atau tidak ingat dan tidak melihat ketika ditanya hakim dan JPU. Namun ada saksi mengatakan mendapatkan perintah dari kepala biro untuk memproses dana hibah itu.
Ketua DPRD Sulut, Andi Silangen yang menjadi saksi menjawab pertanyaan seputar pembahasan anggaran, dimana dia berperan sebagai ketua badan anggaran.
Meski begitu, ada fakta baru yang muncul dari pernyataan saksi Widya Mea dan Silvia bahwa penerima hibah terus menerus itu, berdasarkan Pergub nomor 30, ada 35 organisasi yang bisa menerima bantuan hibah secara terus menerus, antara lain, Keuskupan, MUI, Sinode Germita, GMIST, NU dan beberapa organisasi lainnya.

Fakta lainya yang muncul adalah pernyataan saksi Femmy Suluh, yang kala itu menjabat sebagai kepala BKAD Sulut.
Bahwa semua persyaratan untuk hibah ke sinode GMIM sudah memenuhi syarat, sebab semua daftar berkas telah dicentang dan NPHD juga disertakan, SK, penerima hibah, dan pertanggungjawaban semuanya lengkap, maka dia menandatangani pencairan dana hibah.
Sementara saksi mantan kepala Bapenda Sulut, Olvi Ateng, yang menjadi saksi selanjutnya juga hanya menjawab pertanyaan seputar pembahasan anggaran dan tidak mengetahui alur dana hibah. Sebab semuanya menurutnya secara teknis dilaksanakan di perangkat daerah terkait, termasuk di Biro Kesra. Ia juga menjelaskan pembahasan bahwa dalam pembahasan di DPRD tidak menyinggung dana hibah secara khusus, hanya gelondongan saja.
"Saya juga masuk TAPD hanya dalam kapasitas untuk pendapatan daerah bukan hal lainnya, belanja dan lainnya bukan kompetensi saya, juga tak pernah melihat proposal dana hibah," tegas Ateng.
Hal senada juga disampaikan oleh Sandra Moniaga, mantan Sekwan Sulut. Posisinya sebagai sekwan dan tak berkaitan dengan anggaran, hadir selalu dalam kapasitas sekretaris DPRD, termasuk dana hibah secara khusus termasuk proposal tidak diketahui.
Sedangkan Praseno Hadi, menjawab tidak melihat proposal dana hibah dan pembahasan tentang itu, hanya secara umum saja di TAPD, karena lainnya sudah diatur di SKPD terkait. Namun tidak ada yang merinci atau menyebutkan peran ketua sinode, SK, AGK maupun JFK dalam pencairan dana tersebut, tetapi justru mengaku tidak pernah tahu tentang adanya dana insentif daerah (DID).
Namun Femmy Sulu, mengatakan, jika dalam pembahasan anggaran memang tidak secara langsung menyebutkan siapa penerima hibah, sebab sudah berproses di SKPD dan dia hanya bertugas mencairkan dana.

Sementara penasihat hukum AGK, Franky Weku, mengakui sejak awal persidangan hingga pemeriksaan saksi, belum ada satupun saksi yang menyebutkan tentang peran para terdakwa, atau menyebut-nyebut nama termasuk kliennya, dan apa kesalahan yang membuat AGK dan terdakwa lainnya terseret ke pengadilan.
"Jadi satu hal, semenjak kami diminta menjadi pengacara AGK mempelajari semua dokumen, intinya saya lihat kalaupun ada kekeliruan atau kesalahan hanya administrasi saja, karena dikaji dari bawah, maka kewenangan AGK menyetujui, karena sudah diputuskan gubernur dan masih juga wagub hingga sekda," kata Weku.
Dia bahkan mengatakan, apa yang disampaikan oleh salah satu saksi itu benar, bahwa mereka menerima perintah mencairkan karena diperintah pimpinan yakni Gubernur Sulut.

