Manado (ANTARA) - Tim jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Manado, Edwin Tumundo, dan Yasmin Samahati tetap pada tuntutannya agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam hibah ke Sinode GMIM, menghukum para terdakwa JRK, AGK, SHK dan HA, dengan hukuman kurungan satu tahun enam bulan penjara dan membayar denda Rp 100 juta serta membayar uang pengganti sesuai yang dibacakan sebelumnya.
"Bahwa apa yang disampaikan oleh penasihat hukum para terdakwa keliru, karena itu kami tetap memohon kepada yang mulia majelis hakim, agar dalam amar putusan menghukum terdakwa JRK, AGK, SHK dan HA satu tahun enam bulan penjara, dikurangkan dan dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan," kata Edwin Tumundo dan Yasmin Samahati, dalam sidang yang dipimpin oleh Achmad Peten Sili sebagai hakim ketua didampingi dua hakim anggota, di ruang Hatta Ali, Senin sore.
Secara bergantian Edwin dan Yasmin mengatakan, untuk terdakwa JRF dianggap terbukti melakukan perbuatan seperti yang didakwakan dalam dakwaan subsidair, sehingga harus dihukum selama satu tahun enam bulan penjara, membayar denda Rp 100 juta namun tidak membayar uang pengganti.
Demikian pula AGK tetap dituntut satu tahun enam bulan penjara, membayar denda Rp 100 juta dan uang pengganti Rp 28,8 juta, jika tak dibayar akan diganti kurungan badan sembilan bulan.

Sedangkan terdakwa SHK juga dianggap memenuhi dakwaan subsidair dan harus dihukum satu tahun dan enam bulan penjara, ditambah membayar denda Rp 100 juta dan uang pengganti Rp 25 juta dan jika tak dibayar harus diganti kurungan badan.
Terakhir HA tetap dianggap terbukti melakukan dakwaan primair dan harus dihukum satu tahun enam bulan penjara dan denda Rp 100 juta serta membayar uang pengganti Rp 8,9 miliar, jika tak dibayar diganti dengan kurungan badan.
Sementara para penasihat hukum terdakwa juga tetap pada pembelaan yang sudah disampaikan, dan berharap majelis hakim juga berpandangan sama dengan mereka, jika pun tidak memberikan hukuman yang seringan-ringannya, seperti yang disampaikan, Emil Sumba, Jansi Lontoh, Arichandra Hinta, penasihat hukum SHK, Eduard Manalip, PH dari Pdt. HA, Franky Weku, Zemy Leihitu, dan Maulud Buchari, serta PH dari AGK, yang tetap pada pembelaan.
"Kami berterima kasih pada JPU yang sudah menegaskan bahwa mereka tetap, tetapi kami juga tetap pada pembelaan, yang intinya adminsitrasi yang keliru dalam proses dana hibah sepenuhnya bukan pidana, dan berangkat dari NPHD bahwa itu perbuatan perdata sehingga pertanggungjawaban harus proses keperdataan artinya ganti rugi," kata Franky Weku. PH AGK kepada wartawan.
Weku mengatakan, dia meminta agar klien mereka harus dibebaskan, sebab yang cukup beralasan, minta tiga hal yakni membebaskan AGK kemudian bukan perbuatan pidana sehingga hukum dan minta agar supaya ketika ada pendapat lain dari majelis wajib hormati dan berikan hukum seringan-ringannya, jadi tetap pada pledoi dan menunggu putusan tanggal 10 Desember.

Sementara Zemy Leihitu, mengatakan, dalam perkara tersebut, tidak ada mens rea atau unsur perbuatan melawan hukum, sehingga jaksa tidak dapat membuktikan itu, sehingga dia harus dibebaskan.
"Itu hanya masalah administrasi dan perbuatan melawan hukum itu, adalah kerugian negara sementara terdakwa tidak menerima satupun uang yang disebutkan, mudah-mudahan hakim sependapat dengan kami dan membebaskan terdakwa," katanya.

