Jakartq (ANTARA) -
"Peluncuran buku tersebut menjadi bagian dari strategi diplomasi dan promosi alat musik tradisional kayu asal Minahasa, Sulawesi Utara, tersebut agar mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya tak benda dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO)," kata Prof. Dr. Marsetio melalui keterangan yang diterima ANTARA, Jumat.
Menurut dia, musik kolintang tidak hanya dikenal di Minahasa, namun juga di seluruh Indonesia dan luar negeri. Alat musik ini dapat dimainkan diberbagai acara seperti ulang tahun provinsi, kabupaten, kotamadya hingga tingkat kelurahan, acara pesta, syukuran, penyambutan tamu, dan sebagainya.
Ketua Umum DPP PINKAN Indonesia, Ibu Penny Iriana menambahkan ini merupakan salah satu perjuangan untuk mendorong pengakuan Kolintang dari UNESCO merupakan sebuah upaya pelestarian alat musik tradisional dari kayu asal Minahasa, Sulawesi Utara.
Saat ini Kolintang dan Balafor, alat musik dari Afrika diajukan bersama dengan Burkina Faso, Mali dan Pantai Gading dengan pola ekstensi. Pola tersebut ditempuh karena UNESCO melihat budaya musik kolintang sangat beragam dan tersebar di berbagai negara termasuk Indonesia.
"Kami sangat mengapresiasi upaya pelestarian dan promosi Kolintang yang dilakukan oleh PINKAN Indonesia baik dari penerbitan buku hingga penampilan ansambel yang sangat apik," ujar Asisten Deputi Pemerataan Pembangunan Wilayah Kemenko PMK, Andre Notohamijoyo.
Penampilan ansambel kolintang tersebut menyuguhkan tampilan irama yang sangat dinamis dan mencerminkan ekspresi budaya yang sangat kaya dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Banyak pihak yang menegaskan bahwa di masa mendatang, pelestarian kolintang harus terus diperkuat pemajuannya sebagaimana amanat dari Undang-Undang No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.*