Manado (ANTARA) - Direktur Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) Kementerian Hukum dan HAM Rachmayanthy mengatakan penerapan keadilan restoratif (restorative justice) di Indonesia membutuhkan dukungan masyarakat, termasuk dalam upaya reintegrasi sosial para individu pelanggar hukum.
“Selama ini, kegagalan itu (penerapan keadilan restoratif) berada di masyarakat. Masyarakat belum menerimanya. Bahkan ketika lembaga pemasyarakatan melakukan pembinaan, begitu narapidana keluar, ada penolakan dari masyarakat,” ucap Rachmayanthy saat menjadi narasumber dalam webinar nasional Fakultas Hukum Universitas Pamulang bertajuk “Relevansi Penerapan Restorative Justice dengan Pengurangan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan” yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Prodi Ilmu Hukum S1 Universitas Pamulang, dipantau dari Jakarta, Senin.
Menurut Rachmayanthy, keadilan restoratif sebagai sebuah penyelesaian perkara tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban, dan keluarga korban sebenarnya sama dengan social engagement, yaitu model pelibatan masyarakat dalam upaya reintegrasi sosial narapidana.
Untuk itu, lanjutnya, fokus perhatian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM terhadap penerapan keadilan restoratif di Indonesia ini, bahkan reintegrasi sosial narapidana tidak hanya berada pada individu pelanggar hukum, namun meluas kepada masyarakat.
Ketika seorang yang melakukan tindak pidana menerima keadilan restoratif, masyarakat diharapkan dapat mendukung proses reintegrasi sosial para pelaku. Dengan demikian, pemulihan hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan di antara kedua pihak dapat tercapai sepenuhnya.
Permasalahan yang ada di lembaga pemasyarakatan dapat pula diatasi, seperti kepadatan penghuni, peredaran narkoba, penularan penyakit, gangguan keamanan, pembengkakan anggaran, dan muncul kelompok residivis yang mengulangi tindak kejahatan.
Selain itu, Rachmayanthy mengatakan implementasi keadilan restoratif di Tanah Air sudah mulai dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dengan membentuk Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas).
“Direktur Pemasyarakatan telah melakukan implementasi restorative justice dengan adanya Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmas Lipas),” jelasnya.
Kelompok ini merupakan kumpulan mitra kerja yang berkepedulian tinggi dan bersedia berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemasyarakatan. Di dalamnya, masyarakat berpartisipasi untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar mereka dapat menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima masyarakat, bahkan dapat memiliki kehidupan yang lebih baik.
Pembentukan Pokmas Lipas didasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor PAS-06.OT.02.02 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan.
Melalui Pokmas Lipas, dimunculkan pembinaan berbasis masyarakat untuk mengembalikan para pelanggar hukum ke tengah-tengah kehidupan sosial. Dengan demikian, menurut Rachmayanthy, pemulihan konflik yang ada di tengah masyarakat sebenarnya tidak terpisah dari masyarakat itu sendiri. Apabila kesungguhan untuk menerapkan keadilan restoratif memang ada, masyarakat perlu mendukung dan mengambil peran untuk mewujudkannya.