Manado (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Utara menyelesaikan dua perkara pidana dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa dan Kejari Minahasa Selatan (Minsel) secara keadilan restoratif
Kepala Kejati Sulawesi Utara (Sulut) Andi Muhammad Taufik SH melalui Kasi Penerangan Hukum Januarius Lega Bolitobi di Manado, Selasa, mengatakan Wakil Kepala Kejati Sulut Transiswara Adhi telah melaksanakan ekspos perkara restorative justice yang berasal dari Kejari Minahasa dan Kejari Minsel.
"Ekspos perkara tersebut dilaksanakan secara virtual yang dipimpin Direktur Orang dan Harta Benda (Oharda) Nanang Ibrahim Soleh," katanya.
Pada saat ekspos perkara itu Wakil Kepala Kejati Sulut Transiswara Adhi didampingi Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Mohamad Faid Rumdana beserta jajaran pada bidang tindak pidana umum.
Ia mengatakan ekspos perkara restorative justice berasal dari Kejari Minahasa atas nama tersangka JL alias Jolvi dalam perkara Tindak Pidana kekerasan terhadap anak yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Subsidair Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Terkait dengan perkara ini bahwa telah dilakukan upaya perdamaian oleh Kejari Minahasa dan telah mencapai kesepakatan damai antara pihak korban dan orang tua korban dengan pelaku dan dihadiri oleh saksi-saksi dan perwakilan masyarakat di Minahasa.
Atas kesepakatan tersebut, Kepala Kejari Minahasa mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ke Kejati Sulut.
Setelah mempelajari kasus tersebut, Wakil Kepala Kejati Sulut Transiswara Adhi sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada Direktur Oharda untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan permohonan pun disetujui pada, hari ini, Selasa 8 Oktober 2024.
Pertimbangannya tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka, ancaman pidana penjaranya tidak lebih dari lima tahun.
"Tersangka menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya lagi baik terhadap korban maupun kepada orang lain, bahwa tersangka dan anak korban masih memiliki hubungan keluarga serta telah melakukan perdamaian di hadapan penuntut umum yang dihadiri oleh para saksi dan perwakilan masyarakat," katanya.
Sementara ekspose perkara restorative justice yang berasal dari Kejari Minsel dalam perkara penganiayaan dengan tersangka LM alias Levi yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Untuk perkara tersebut Wakil Kepala Kejati Sulut Transiswara Adhi, juga sependapat dengan Kejari Minsel untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, karena pihak korban dan pelaku telah bersepakat untuk berdamai di hadapan Jaksa Penuntut Umum dan dihadiri oleh saksi-saksi dan perwakilan masyarakat di Minsel.
Bahwa kedua perkara tersebut pun mendapat persetujuan dari Direktur Oharda untuk dihentikan perkaranya berdasarkan keadilan restoratif.
Atau dengan kata lain untuk kedua perkara tersebut tidak lagi dilimpahkan ke pengadilan karena telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspos perkara ini juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa, Kepala Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan, serta Jajaran Bidang Pidana Umum Kejari Minahasa dan Kejari Minahasa Selatan.