Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan mendukung upaya penghapusan merkuri yang dilakukan pemerintah di sektor pertambangan emas skala kecil (PESK) disertai juga dengan langkah mendukung alih profesi sebagai bagian dari solusi.
"Pemerintah ketika melarang dia untuk menambang emas dengan merkuri dan kemudian harus beralih profesi, pemerintah juga harus membantu dia alih profesinya seperti apa," kata Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati dalam diskusi virtual terkait merkuri, yang diikuti di Jakarta, Jumat.
PESK sendiri merupakan salah satu sektor yang menjadi prioritas untuk penghapusan dan pengurangan merkuri, sesuai Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri yang dituangkan lewat Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019.
Pada sektor prioritas PESK dan kesehatan ditargetkan penghapusan 100 persen. Sementara sektor manufaktur ditargetkan pengurangan 50 persen dan 33,2 persen untuk bidang energi.
Terkait PESK, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan KLHK juga telah mendampingi sembilan lokasi PESK untuk peralihan menggunakan teknologi penambangan yang tidak menggunakan merkuri.
Pendamping Kelompok Pelindung Hutan Bakti Wana Sari di Banyumas, Jawa Tengah, Dhani Armanto, dalam diskusi itu mengatakan di daerahnya telah terjadi pengurangan aktivitas PESK menggunakan merkuri.
Menurutnya, hal itu disebabkan karena sulitnya akses untuk mendapatkan merkuri dan digunakannya metode pertambangan yang tidak menggunakan merkuri.
"Tapi di sisi lain yang penting untuk saya sampaikan, faktor yang berpengaruh adalah mulai tumbuhnya kewirausahaan di masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan bahwa peralihan itu juga disebabkan adanya risiko dalam aktivitas PESK seperti kehabisan oksigen dan tersengat listrik di lubang tambang.
Hal tersebut menjadikan kewirausahaan menjadi alternatif ekonomi yang dilirik oleh warga sekitar untuk memenuhi kebutuhan.
"Jadi sudah jauh berkurang dibandingkan katakanlah 5-10 tahun yang lalu saat marak-maraknya," demikian Dhani Armanto,