Manado (ANTARA) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejagung RI, Fadil Zumhana menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice) dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu atas nama tersangka Aluman Ampai yang diduga melakukan tindak pidana penganiayaan.
Plt Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Sulut) Fredy Runtu, di Manado, Kamis, mengatakan telah melaksanakan ekspos perkara restorative justice secara virtual dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI.
"Perkara restorative justice tersebut berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotamobagu dengan perkara tindak pidana pengancaman atas nama tersangka Aluman Ampai yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP," kata Runtu melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulut Theodorus Rumampuk.
Ekspos tersebut dilakukan Kajati Sulut Fredy Runtu diwakili Asisten Tindak Pidana Umum Jefrry P. Maukar didampingi Koordinator Anthony Nainggolan dan Kasi Kamnegtibum Yudi Aryanto.
Ia mengatakan kasus pengniayaan dilakukan tersangka Aluman Ampai terhadap saksi kotban Yoga Nayoan terjadi pada 4 Desember 2021, di Desa Payowa Besar 2 Kecamatan Kotamobagu Selatan, Kota Kotamobagu.
Pada saat itu antara lain saksi korban Yoga Nayoan duduk tepat bersebelahan dengan tersangka Aluman Ampai, kemudian tersangka langsung mencekik dengan kedua tangannya.
Lalu tersangka melepaskan tangan kanannya sedangkan tangan kirinya masih tetap mencekik korban Yoga kemudian tersangka dengan tangan kanan terkepal memukuli wajah saksi korban berkali kali.
Saat itu saksi korban kaget, lalu saksi korban bertanya apa salah saksi korban, kemudian tersangka mengatakan "mana kita pe ayam” (mana ayam saya) berulang kali dikatakan.
Pada saat itu saksi korban mengatakan tidak tahu ayam milik tersangka.
Tersangka menuduh saksi korban telah mencuri ayam miliknya, sedangkan saksi korban tidak mencuri ayam milik tersangka.
Tersangka tidak melepaskan cekikan dengan tangan kirinya ke leher saksi korban, sambil tangan kanan terkepal tersangka tetap memukuli saksi korban berulang kali hingga orang tua perempuan korban Tilda Pakaya melerainya.
Terwujudnya perdamaian karena jaksa sebagai fasilitator mencoba mendamaikan dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang disaksikan oleh pendamping pihak korban dan tersangka serta perwakilan masyarakat.
Hasilnya tersangka meminta maaf atas kesalahan dan perilaku yang tidak pantas serta tidak layak yang dilakukan oleh tersangka dengan cara menganiaya serta menuduh saksi korban yang telah mengambil ayam miliknya.
Serta saksi korban secara ikhlas telah memaafkan tersangka sehingga perkara ini dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative dan perkara tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan.
Dari perkara tindak pidana umum yang dilakukan ekspos tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana memberikan persetujuan untuk dilakukan restorative justice dan selanjutnya akan dilakukan penghentian penuntutan oleh Kejaksaan Negeri yang bersangkutan.
Bahwa perkara tindak pidana tersebut dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutan berdasarkan keadilan restorative justice oleh karena telah memenuhi syarat untuk dilakukan restorative justice, seperti tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
"Kemudian tindak pidana yang dilakukan tersangka diancam pidana penjara tidak lebih dari lima tahun, telah adanya kesepakatan perdamaian antara tersangka dan korban, telah ada pemulihan kembali pada keadaan semula yang dilakukan oleh tersangka, masyarakat merespon positif,"katanya.