Manado (ANTARA) - Penasihat Riset Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) Teguh Dartanto mengatakan bahwa kenaikan cukai rokok sampai 45 persen dapat menambah penerimaan negara hingga Rp7,92 triliun.
“Kenaikan cukai rokok sampai 45 persen akan meningkatkan pendapatan negara Rp7,92 triliun, meningkatkan output sebesar Rp26,2 triliun, dan menciptakan lapangan kerja baru setara 149 ribu lapangan kerja,” kata Teguh yang juga Ketua Klaster Penelitian Ekonomi Pembangunan FEB UI dalam diseminasi hasil penelitian secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) sampai 46 persen tidak akan membuat penerimaan negara menurun meskipun konsumsi rokok legal berpotensi terkoreksi.
“Tapi kalau CHT naik lebih tinggi dari 46 persen, penerimaan negara dapat turun karena penurunan konsumsi jauh lebih besar,” terang Teguh.
Karena itu, dengan kenaikan CHT sampai maksimal 46 persen, pemerintah dapat melakukan belanja dengan lebih optimal.
Selain tidak menurunkan penerimaan negara, kenaikan CHT juga tidak berdampak negatif terhadap perekonomian nasional. Pasalnya, meskipun konsumsi rokok legal berpotensi menurun, perokok bisa mengalokasikan uangnya untuk mengonsumsi produk lain.
“Efek totalnya kalau kita naikkan cukai rokok 30 persen sebenarnya tidak ada masalah luar biasa terkait output dalam perekonomian. Kalau 45 persen juga ternyata tidak memengaruhi omzet atau output perekonomian,” imbuh Teguh.
Teguh juga mengatakan bahwa kenaikan CHT tidak banyak berpengaruh terhadap omzet pelaku industri rokok sebagaimana kenaikan CHT pada 2020 lalu sebesar rata-rata 23 persen.
“Kita lihat di tahun 2020 kenaikannya tidak banyak memengaruhi omzet dari industri rokok,” ucapnya.