Kejagung tahan lagi satu tersangka korupsi anak perusahaan PT Antam, Tbk
Jakarta (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali melakukan penahanan terhadap satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi jual beli izin usaha pertambangan (IUP) batu bara di Kabupaten Sarolangun, Jambi oleh anak perusahaan PT Antam Tbk, Kamis malam.
Penahanan terhadap satu tersangka berinisial AT itu, menambah jumlah tersangka yang ditahan oleh penyidik Kejagung menjadi lima orang dari total keseluruhan tersangka yang ditetapkan sebanyak enam orang.
"Tersangka AT ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Tersangka AT dibawa ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, setelah menjalani pemeriksaan terlebih dulu di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pukul 17.46 WIB.
Leonard mengungkapkan, peranan AT selaku Direktur Operasional PT Indonesia Coal Resources (ICR) anak perusahaan PT Antam Tbk dalam perkara ini, adalah mengajukan penambahan modal Rp121 miliar, dan pengajuan tersebut tanpa melakukan pengecekan di lapangan dan bahkan menggunakan data dari penjual.
"Pasal yang disangkakan sama dengan empat tersangka lainnya yang telah ditahan pada Rabu (2/6) kemarin," kata Leonard.
Setelah penahanan satu tersangka itu, tim penyidik Kejagung juga akan melakukan upaya penahanan terhadap satu tersangka lainnya, yakni MT menjabat sebagai Komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkara.
Leonard mengatakan MT berhalangan hadir pemeriksaan hari ini karena alasan sakit, dan rencana akan dilakukan pemanggilan ulang minggu depan.
Sebelumnya, penyidik Kejagung melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara seluas 400 hektare di Kabupaten Sarolangun, Jambi, dari anak perusahaan PT Antam Tbk.
Empat tersangka itu, yakni AL selaku Direktur Utama PT Antam Tbk periode 2008-2013, HW selaku Direktur Operasional PT Antam Tbk, BM selaku mantan Direktur Utama PT ICR periode 2008-2014, dan MH selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional periode 2009-sekarang.
Tim penyidik telah menetapkan para tersangka untuk dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak 2 Juni 2021 sampai dengan 21 Juni 2021 ditempatkan di Rutan Salemba Cabang Kejagung tiga orang, dan satu orang di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp92,5 miliar tersebut, tim penyidik Kejagung sudah menetapkan enam orang sebagai tersangka sejak Januari 2019.
Perkara dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi pada saat Direktur Utama PT ICR bekerja sama dengan PT Tamarona Mas International selaku Kontraktor dan Komisaris PT Tamarona Mas International yang telah menerima penawaran penjualan atau pengambilalihan IUP operasi produksi batu bara atas nama PT Tamarona Mas International seluas 400 hektare yang terdiri dari IUP OP seluas 199 hektare dan IUP OP seluas 201 hektare.
Kemudian, diajukanlah permohonan persetujuan pengambilalihan IUP OP seluas total 400 hektare itu kepada Komisaris PT ICR melalui surat Nomor 190/EXT-PD/XI/2010 tanggal 18 November 2010 kepada Komisaris Utama PT ICR perihal Rencana Akuisisi PT TMI dan disetujui dengan surat Nomor 034/Komisaris/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Pada kenyataannya, PT TMI mengalihkan IUP OP seluas 199 hektare dan IUP eksplorasi seluas 201 hektare sesuai surat Nomor TMI-0035-01210 tanggal 16 Desember 2010 perihal Permohonan Perubahan Kepemilikan IUP Ekplorasi seluas 201 hektare dari PT TMI kepada PT Citra Tobindo Sukses Perkasa.
Tindakan tersebut bertentangan dengan hukum, karena persetujuan rencana akuisisi PT TMI yang diberikan oleh Komisaris Utama PT ICR adalah aset properti PT TMI yang menjadi objek akuisisi adalah IUP yang sudah ditingkatkan menjadi operasi produksi sesuai dengan surat Nomor 034/Komisaris/XI/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Selain itu, ada laporan penilaian properti/aset Nomor File: KJPP-PS/Val/XII/2010/057 tanggal 30 Desember 2010 dan Laporan Legal Due Diligence dalam rangka akuisisi tanggal 21 Desember 2010. Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp92,5 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Leonard menambahkan, penahanan terhadap para tersangka ini merupakan salah satu program penyelesaian tunggakan perkara tahun 2018-2019 sebagaimana instruksi Jaksa Agung.
Penahanan terhadap satu tersangka berinisial AT itu, menambah jumlah tersangka yang ditahan oleh penyidik Kejagung menjadi lima orang dari total keseluruhan tersangka yang ditetapkan sebanyak enam orang.
"Tersangka AT ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejari Jakarta Selatan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Tersangka AT dibawa ke Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan, setelah menjalani pemeriksaan terlebih dulu di Gedung Bundar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pukul 17.46 WIB.
Leonard mengungkapkan, peranan AT selaku Direktur Operasional PT Indonesia Coal Resources (ICR) anak perusahaan PT Antam Tbk dalam perkara ini, adalah mengajukan penambahan modal Rp121 miliar, dan pengajuan tersebut tanpa melakukan pengecekan di lapangan dan bahkan menggunakan data dari penjual.
"Pasal yang disangkakan sama dengan empat tersangka lainnya yang telah ditahan pada Rabu (2/6) kemarin," kata Leonard.
Setelah penahanan satu tersangka itu, tim penyidik Kejagung juga akan melakukan upaya penahanan terhadap satu tersangka lainnya, yakni MT menjabat sebagai Komisaris PT Citra Tobindo Sukses Perkara.
Leonard mengatakan MT berhalangan hadir pemeriksaan hari ini karena alasan sakit, dan rencana akan dilakukan pemanggilan ulang minggu depan.
Sebelumnya, penyidik Kejagung melakukan penahanan terhadap empat orang tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam proses pengalihan izin usaha pertambangan (IUP) batu bara seluas 400 hektare di Kabupaten Sarolangun, Jambi, dari anak perusahaan PT Antam Tbk.
Empat tersangka itu, yakni AL selaku Direktur Utama PT Antam Tbk periode 2008-2013, HW selaku Direktur Operasional PT Antam Tbk, BM selaku mantan Direktur Utama PT ICR periode 2008-2014, dan MH selaku Komisaris PT Tamarona Mas Internasional periode 2009-sekarang.
Tim penyidik telah menetapkan para tersangka untuk dilakukan penahanan selama 20 hari terhitung sejak 2 Juni 2021 sampai dengan 21 Juni 2021 ditempatkan di Rutan Salemba Cabang Kejagung tiga orang, dan satu orang di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp92,5 miliar tersebut, tim penyidik Kejagung sudah menetapkan enam orang sebagai tersangka sejak Januari 2019.
Perkara dugaan tindak pidana korupsi itu terjadi pada saat Direktur Utama PT ICR bekerja sama dengan PT Tamarona Mas International selaku Kontraktor dan Komisaris PT Tamarona Mas International yang telah menerima penawaran penjualan atau pengambilalihan IUP operasi produksi batu bara atas nama PT Tamarona Mas International seluas 400 hektare yang terdiri dari IUP OP seluas 199 hektare dan IUP OP seluas 201 hektare.
Kemudian, diajukanlah permohonan persetujuan pengambilalihan IUP OP seluas total 400 hektare itu kepada Komisaris PT ICR melalui surat Nomor 190/EXT-PD/XI/2010 tanggal 18 November 2010 kepada Komisaris Utama PT ICR perihal Rencana Akuisisi PT TMI dan disetujui dengan surat Nomor 034/Komisaris/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Pada kenyataannya, PT TMI mengalihkan IUP OP seluas 199 hektare dan IUP eksplorasi seluas 201 hektare sesuai surat Nomor TMI-0035-01210 tanggal 16 Desember 2010 perihal Permohonan Perubahan Kepemilikan IUP Ekplorasi seluas 201 hektare dari PT TMI kepada PT Citra Tobindo Sukses Perkasa.
Tindakan tersebut bertentangan dengan hukum, karena persetujuan rencana akuisisi PT TMI yang diberikan oleh Komisaris Utama PT ICR adalah aset properti PT TMI yang menjadi objek akuisisi adalah IUP yang sudah ditingkatkan menjadi operasi produksi sesuai dengan surat Nomor 034/Komisaris/XI/XI/2010 tanggal 18 November 2010 perihal Rencana Akuisisi PT TMI.
Selain itu, ada laporan penilaian properti/aset Nomor File: KJPP-PS/Val/XII/2010/057 tanggal 30 Desember 2010 dan Laporan Legal Due Diligence dalam rangka akuisisi tanggal 21 Desember 2010. Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara senilai Rp92,5 miliar.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20/2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Leonard menambahkan, penahanan terhadap para tersangka ini merupakan salah satu program penyelesaian tunggakan perkara tahun 2018-2019 sebagaimana instruksi Jaksa Agung.