Terjun ke dunia agen perjalanan di Kota Manado, Sulawesi Utara sejak 1998, membuat Hj Karmin Mustafa Thalib, Direktur Rachmat Tour, banyak belajar bagaimana mempertahankan kepercayaan konsumen agar tidak beralih ke tempat lain.
Membangun kepercayaan menjadi sangat sulit di tengah ekspansi besar-besaran antar sesama kompetitor bisnis perjalanan yang menawarkan harga miring dengan fasilitas yang tak kalah menarik, serta kemudahan-kemudahan akses informasi dan teknologi.
"Kadang-kadang kita merasa servis yang diberikan sudah cukup baik. Ternyata tidak. Memang agak sulit kita mengerti apa maunya konsumen, tapi bukan berarti menutupi ruang untuk semakin banyak belajar dan mencoba memberikan yang terbaik," kata dia.
Bagi dia, bergelut dengan usaha ini tidak sekadar hanya melanjutkan usaha orang tua. Tapi, bagaimana mengisi hidup dengan nilai-nilai yang akan memberikan manfaat di kemudian hari.
"Dari usaha ini saya banyak belajar mengasah kesabaran, menejemen, pemasaran dan kemandirian. Ini nilai-nilai yang saya dapatkan dari pekerjaan yang saya geluti saat ini," kata dia.
Belasan tahun berkecimpung sebagai pengusaha agen perjalanan, kata dia, penuh dinamika. Sisi manisnya, bisa mendapatkan pengalaman karena terus mendampingi konsumen ke berbagai negara dengan karakteristik khasnya.
Sementara pahitnya, ketika harus meyakinkan konsumen bahwa pelayanan dan fasilitas yang diberikan tidak akan mengecewakan dibanding agen perjalanan lainnya.
"Ada konsumen yang beralih ke travel lain karena selisih harga. Berbeda harga itu pasti. Karena masing-masing operator punya standar. Tapi syukur hingga saat ini banyak konsumen yang masih menggantungkan kepercayaaan kepada kami," kata dia.
Menurut dia, maju pesatnya biro perjalanan di Sulawesi Utara bila tidak dikontrol pemerintah, akan merusak pasar dan membunuh usaha travel karena tidak ada standar harga dan pelayanan.
Sekarang ini, begitu mudahnya seseorang menawarkan diri menjadi agen perjalanan hanya bermodalkan uang tanpa harus memiliki kantor sebagai pusat pelayanan.
Bahkan kata dia, ada yang "Tour Guide" yang sudah berperan ganda sebagai penjual tiket dan paket tur.
"Kalau untuk alasan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan keinginan orang untuk berusaha, tidak jadi persoalan. Tapi butuh sebuah aturan main atau aturan baku tentang harga dan standar pelayanan," ungkapnya.
Dengan demikian, tidak ada agen perjalanan yang jual tiket ataupun paket tur seenaknya dengan harga yang merusak pasar dan menipu konsumen, kata dia.
Karmin yang dipercayakan sebagai Sekretaris Asosiasi Pengusaha Travel (ASITA) Sulawesi Utara mengatakan, kira-kira seratusan operator perjalanan yang beroperasi di Sulawesi Utara.
Namun, hanya sekitar 60 pengusaha yang menjadi anggota. Itupun tinggal 40 pengusaha yang aktif.
"Kami ingin ada dialog rutin dengan agenda-agenda yang jelas dengan pemerintah, sehingga bisa mewadahi semua pengusaha travel di daerah ini. Salah satu tujuannya agar muncul sebuah kebijakan atau aturan," kata dia.
Apalagi kata dia, dijadikannya Kota Manado sebagai salah satu provinsi di Indonesia tujuan "Meeting, Incentive, Convention and Exhibition" (MICE), semakin membuka ruang meningkatnya jumlah kunjungan ke daerah ini.
"Nah ketika akan ke Manado, mereka butuh operator atau biro perjalanan. Ini akan jadi peluang munculnya travel-travel baru bila tidak ditata dengan aturan," ujar ibu yang menjalani S3 Manajemen di Unsrat tersebut.
Meski begitu kata dia, nilai kepercayaan yang sudah dibangun sekian lama dengan konsumen, akan menjadi modal utama dalam berkompetisi dengan agen perjalanan ke depan. @antarasulutcom