Manado (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo meminta semua bidan yang ada di Indonesia untuk dapat memberikan edukasi mengenai program Keluarga Berencana (KB) kepada masyarakat melalui cara-cara yang santun.
“Kalau belum menikah ya... tidak boleh pakai KB. Kalau masih di bawah umur ya... dilarang untuk menikah, jadi tetap dilarang tapi dengan santun. Kita boleh melarang tapi jangan ketus,” katanya saat dihubungi oleh ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan bahwa baik bidan maupun tenaga kesehatan lainnya, perlu memperhatikan sikap saat bekerja karena dapat mempengaruhi aspek psikologis pasien saat ingin melakukan konsultasi atau pemeriksaan di fasilitas kesehatan.
Dalam memberikan pelayanan, bidan sebagai salah satu pihak yang sedang digerakkan pihaknya untuk memberikan pendampingan pada keluarga sejak sebelum menikah, perlu menerapkan tiga aspek dalam pilar komunikasi persuasif.
Ketiga pilar itu, kata dia, adalah ethos yang berhubungan dengan etika, logos yang menyangkut logika serta pathos yang erat dengan empati saat melakukan komunikasi dengan orang lain.
Dengan menerapkan tiga pilar itu, pasien akan mendapatkan rasa nyaman, tidak merasa takut untuk bertanya mengenai informasi-informasi yang berhubungan dengan KB serta mengikuti anjuran-anjuran yang diberikan.
Menurut Hasto saat mengedukasikan masyarakat mengenai pemakaian KB, bidan-bidan dapat memberikan penjelasan bahwa penting bagi Pasangan Usia Subur (PUS) yang ingin menikah untuk mengenal jenis-jenis KB tiga bulan sebelum menikah.
Bidan juga dapat menjelaskan bahwa pemakaian KB tidak hanya membantu memberikan jarak kehamilan saja, tetapi juga bisa digunakan untuk mengatur siklus mensturasi pada perempuan maupun mengatur hormon androgen dalam tubuh
Kemudian bagi remaja yang bertanya mengenai KB, dapat lebih diarahkan pada bagaimana menjaga kesehatan reproduksi, memberikan pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan dengan seksualitas serta menekankan slogan 4T (tidak terlalu muda, tidak terlalu tua, tidak terlalu sering, tidak terlalu banyak) untuk mencegah terjadinya pernikahan dini pada anak.
“Pada remaja itu lebih baik yang dipelajari siklus tentang reproduksi dan kesehatan reproduksi itu saja. Kalau terkait dengan masalah KB, dia belum membutuhkan karena dibutuhkan setelah menikah,” katanya menegaskan.
Pihaknya telah merekrut sebanyak 200.000 bidan pada bulan November, untuk mendampingi keluarga yang berada di desa. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk menekan kematian pada ibu dan bayi sekaligus menjalankan amanah Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting.
Ia berharap semua bidan dapat menjadi lebih dekat dengan masyarakat dalam meningkatkan edukasi ber-KB serta mampu membimbing masyarakat untuk menjalankan hidup sehat.
“Saya berharap semua bidan menguasai risiko menikah dini, kemudian saya berharap bidan-bidan bisa menjelaskan semua ilmu yang didapatkan dengan santun dan sesuai dengan apa yang diajarkan di akademi,” kata Hasto Wardoyo.
Sebelumnya, masyarakat sempat meributkan sebuah video pada media sosial Twitter yang memperlihatkan ekspresi wajah seorang bidan yang dinilai tidak menghargai pasien saat melakukan pemeriksaan melalui program KB.
Hal tersebut, telah mengundang ribuan komentar masyarakat yang mempertanyakan sikap tenaga medis saat memberikan pelayanan kesehatan.