Jakarta (ANTARA) -
Hal tersebut disampaikan Bagja dalam Rapat Koordinasi Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP) bertema "Potensi dan Situasi Mutakhir Kerawanan Pemilu serta Strategi Nasional Penanggulangan-nya", di Jakarta, Rabu (12/7).
Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Bagja memaparkan sejumlah potensi permasalahan dalam gelaran Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, potensi permasalahan itu muncul dari tiga aspek, yakni dari penyelenggara, peserta pemilu (pemilihan), dan pemilih.
Pada aspek penyelenggara pemilu, kata dia, beberapa potensi permasalahan meliputi pemutakhiran data pemilih, pengadaan dan distribusi logistik pemilu seperti surat suara, atau beban kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi. Hal lainnya, lanjutnya, sinergi antara Bawaslu dan KPU terkait dengan peraturan KPU (PKPU) dan peraturan Bawaslu (perbawaslu) yang belum optimal.
"Data pemilih ini banyak sekali masalah, sampai-sampai satu keluarga beda TPS (tempat pemungutan suara) saja, sampai marah-marah. Begitu juga surat suara, itu banyak permasalahannya. Misalnya, kekurangan surat suara dari TPS A ke TPS B. Itu juga bisa menimbulkan masalah," ujar dia.
Ia melanjutkan permasalahan kedua berasal dari aspek peserta pemilu, seperti masih maraknya politik uang serta transparansi pelaporan dana kampanye dan netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang belum optimal. Selain itu, ada pula persoalan penggunaan alat peraga kampanye yang tidak tertib.
Terakhir, Bagja menyampaikan potensi permasalahan ketiga dari aspek pemilih meliputi adanya pemilih yang kesulitan dalam menggunakan hak pilih, menghadapi ancaman dan gangguan terkait kebebasan dalam memilih, serta penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian.
"Ini nanti kalau sudah penetapan calon presiden dan wakil presiden kemungkinan berita bohong dan ujaran kebencian akan ramai kembali. Kita perlu melakukan antisipasi," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bawaslu usul bahas opsi tunda Pilkada Serentak 2024