Manado (ANTARA) - Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa mengutarakan rasa optimistisnya bahwa dengan peningkatan kerja sama antardaerah dapat menjadi harapan mengendalikan laju inflasi serta mengungkit neraca perdagangan nasional.
"Sesuai arahan Gubernur Bank Indonesia bahwa laju inflasi dapat dikendalikan antara lain melalui peningkatan kerjasama antar daerah. Sebelum arahan ini muncul, Jatim sudah keliling. Kita terus gerilya untuk memperkuat kerja sama antar daerah melalui misi dagang sejak tahun 2019,” kata Khofifah pada acara Misi Dagang dan Investasi antara Jawa Timur dan Sulawesi Utara di Manado, Sulawesi Utara, Kamis.
Selama misi dagang ini dilaksanakan, Khofifah mengakui adanya antusiasme yang kuat baik dari pelaku usaha maupun pembeli dan ini tampak dalam 'Misi Dagang dan Investasi" yang dihelat di Kota Manado. Transaksi dimulai pukul 09.00 WITA dengan serangkaian perkenalan pedagang serta peragaan busana tenun dan batik dari kedua provinsi.
Sementara pembukaan dilakukan pada pukul 11.45 dengan ditandai pemukulan alat musik khas Sulawesi Utara berupa Tambor oleh Gubernur Khofifah dan Wagub Sulut Steven Kandouw, delapan jam berikutnya pukul 18.00 WITA, transaksi ditutup, tercatat total 40 transaksi mencapai Rp 159 miliar.
Dalam misi dagang kali ini, Khofifah membawa puluhan pelaku usaha asal Jatim untuk memasarkan hasil usahanya, antara lain produk tas anyam, produk tile (granit dan keramik), batik tulis, jasa kepelabuhanan, olahan ikan, olahan kopi dan cokelat, beragam produk hortikultura dan sebagainya.
Sementara dari Provinsi Sulawesi Utara menghadirkan sebanyak 100 pelaku usaha yang bergerak di berbagai bidang seperti olahan ikan atau frozen food, arang batok kelapa, rempah, produk hortikultura, gula aren, sarang burung walet dan masih banyak lagi.
“Tahun 2021 kita sempat mengalami defisit perdagangan ekspor luar negeri karena kelangkaan kontainer, sehingga ekspor ke luar negeri Jatim agak terhambat. Namun di tahun yang sama, tahun 2021 neraca perdagangan antar daerah surplus Rp233,02 triliun,” jelasnya.
Sementara pada semester I tahun 2022, neraca perdagangan Jatim dengan antarprovinsi dan pulau telah mencapai Rp151 triliun.
Khofifah menilai, besarnya potensi yang harus dimanfaatkan antardaerah se Indonesia, sebab jika tidak, maka pasar tersebut akan dibanjiri produk luar negeri meski memiliki kemampuan untuk memenuhinya.
“Kita harus saling proaktif mendatangi daerah-daerah. Karena pasar kita sangat besar potensinya. Jika tidak, kita manfaatkan, maka pihak luar negeri yang akan menguasai pasar kita, sementara kita punya kemampuan untuk memenuhinya,” ungkapnya.
Gubernur perempuan pertama di Jatim ini juga menyampaikan, industri manufaktur di Jatim memiliki kontribusi besar yakni lebih dari 30 persen, dengan demikian kondisi tersebut juga dinilai bisa menjadi potensi kerja sama strategis antara Jatim dengan Sulut.
“Misi Dagang dan Investasi artinya peluang untuk berinvestasi baik dari Jatim ke Sulut maupun sebaliknya sama pentingnya. Kenapa? Industri manufaktur di Jawa Timur itu lebih 30 persen. Katakanlah bahan mentahnya dari Sulut. Rempah-rempahnya di sini luar biasa, kemudian proses manufakturnya di Jatim dan kemudian kembali menemukan pasar di Sulut. Ini akan jadi kontrak bisnis yang win-win profit,” jelas Khofifah.
Berdasarkan data BPS, catatan transaksi perdagangan antara Jatim dan Sulut pada tahun 2021 mencapai total nilai Rp1,75 triliun. Rinciannya, nilai muat (Jatim ke Sulut) sebesar Rp1,45 triliun dan nilai bongkar (Sulut ke Jatim) sebesar Rp300,45 miliar atau neraca perdagangan Jatim atas Sulut mengalami surplus sebesar Rp1,15 triliun.