Minahasa Tenggara (ANTARA) - Penulis mengambil frasa latin 'Dictum Faktum' atau terjemahannya 'apa yang dikatakan, itu yang dilakukan' untuk mendeskripsikan kondisi hampir tujuh tahun era Kepemimpinan James Sumendap.
Menoleh ke September 2013, ketika pemimpin baru Minahasa Tenggara hasil pemilihan rakyat dilantik, Bupati James Sumendap mengatakan targetnya membawa daerah tersebut keluar dari mimpi buruk disclaimer dalam pengelolaan keuangan, dan akan membawa ke titik tertinggi dalam opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Apa yang dikatakannya bukan celotehan kosong. Mengejar dari kekosongan menuju keniscayaan yang mustahil diwujudkan, bisa dilakukannya meski hanya memanfaatkan waktu yang sempit.
Tak bisa dipungkiri, dalam waktu tiga bulan, Minahasa Tenggara mampu keluar dari mimpi buruk disclaimer. Tentu bukan perkara mudah dalam waktu singkat, tapi karakter progresif dan revolusioner mampu merubah jalannya pemerintahan di Minahasa Tenggara.
Capaian pun tak langsung puncak. Prosesnya harus diawali opini 'Tidak Wajar'. Hasil yang masih jauh dari kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Tapi sekali lagi 'apa yang dikatakan, itu yang dilakukan'. Minahasa Tenggara keluar dari Disclaimer.
Merintis jalan keluar dari keterpurukan, sekali lagi bukan perkara mudah, tapi benang kusut harus diurai, setiap persoalan harus diselesaikan bukan diratapi. Motivasi dari sang pemimpin mulai menyemangati para pasukannya. Minahasa Tenggara terus berbenah. Tekad itu masih tetap dijaga, karena keluar dari Disclaimer bukan tujuan akhir. Dan 'hasil tidak pernah mengkhianati perjuangan'. Minahasa Tenggara mencatat hasil opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Kembali menegaskan 'Apa yang dikatakan, itu yang dilakukan'. Minahasa Tenggara berada dalam rel menuju opini WTP.
Mengutip kalimat dari Bung Karno 'Jika kita memiliki keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya'. Keinginan kuat itu pun datang, meraih mimpi opini WTP, ketika Minahasa Tenggara mulai 'mengambil peran' di antara daerah lainnya di Sulawesi Utara.
Keinginan meraih opini tertinggi bukan hanya keinginan dari sang pemimpin, tapi kerja keras dan kerja cerdas seluruh jajaran dapat membuahkan hasil. Tanpa ragu lembaga pemeriksa tersebut mengganjar opini WTP bagi Minahasa Tenggara. Sekali lagi WTP bukan lagi hanya sekedar mimpi. Apa yang dikatakan, maka itulah yang dilakukan. Pernyataan pada September 2013, terwujud dalam waktu hampir tiga tahun.
Capaian itu pun menjadi 'tradisi' bagi Minahasa Tenggara, yang pada 2020 kembali mendapatkan opini WTP. Dan perlu dicatat dan diingat ini ada WTP yang kelima secara berturut-turut.
Apakah kita di Minahasa Tenggara harus jenuh dengan capaian ini? Sekali lagi penulis meminjam kalimat dari Bung Karno 'Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang'.(*)
Catatan
Arce Kalalo SH (Kabag Umum Setdakab Minahasa Tenggara)