Manado, (ANTARA Sulut) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Utara mengkhawatirkan terjadinya krisis air di Pulau Bangka, Kabupaten Minahasa Utara, menyusul beroperasinya industri pertambangan bijih besi di pulau kecil tersebut yang menguasai sumber-sumber mata air masyarakat.
"Perusahaan pertambangan di pulau tersebut terus melakukan ekspansi penguasaan wilayah masyarakat melalui proses jual beli lahan hingga ke lokasi sumber-sumber mata air warga," kata Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Utara (Walhi Sulut) Anggelin A Palit di Tomohon, Rabu.
Sebelum ada perusahan tambang, warga Desa Kahuku memanfaatkan tiga sumber mata air, dan saat ini dua di antaranya yang berkapasitas besar sudah dikuasai perusahaan.
Setelah perusahaan menguasai lahan yang terdapat dua sumber mata air tersebut, maka yang tersisa saat ini adalah mata air cadangan dengan kapasitas kecil, kata dia.
"Kondisi ini mengkhawatirkan masyarakat karena sangat berpotensi mengalami kekeringan dan pada gilirannya terjadi krisis air bersih," katanya.
Dalam lembaran fakta yang dirilis Walhi Sulut, dengan mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) dari Bupati Minahasa Utara tahun 2010 dengan luas konsesi 2.000 hektare, perusahaan tambang PT MMP diduga akan memberikan perubahan bentang alam.
Pulau Bangka masuk kategori pulau-pulau kecil yang sangat rentan terhadap perubahan alam, sehingga dengan pertimbangan kerentanan tersebut pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak memberikan rekomendasi.
KKP yang memiliki tanggung jawab mengelola pulau-pulau kecil di Indonesia, kata Anggelin, telah mengeluarkan surat perintah penghentian sementara bentuk aktivitas PT MMP di Pulau Bangka.
Di pulau tersebut hidup komunitas masyarakat sebanyak 2.649 jiwa atau 724 kepala keluarga yang menyebar di empat desa yaitu Lihunu, Kahuku, Libas dan Desa Ehen yang bermata pencarian sebagai nelayan dan bercocok tanam.
Di daratan sempit tersebut penduduk yang berprofesi petani berhasil memanfaatkan setiap jengkal tanah menghasilkan produk bernilai ekonomi seperti kelapa yang dijadikan kopra, pisang dengan berbagai jenis serta tanaman buah-buahan mangga dan jambu mente.