Ketua KPK: SPI perbaiki sistem pemerintahan cegah praktik korupsi
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan Survei Penilaian Integritas (SPI) dapat berperan dalam memperbaiki sistem pemerintahan guna mencegah atau menutup celah terjadinya praktik-praktik korupsi di Tanah Air.
"SPI, seperti SPI pada tahun 2021 dengan indeks integritas nasional 72,43, menjadi titik awal untuk bergerak melakukan perbaikan, yaitu perbaikan terhadap individu agar tidak melakukan korupsi dan perbaikan sistem pemerintahan supaya tidak terjadi celah dan peluang korupsi," kata Firli.
Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam sosialisasi pelaksanaan SPI bertajuk "Ukur Risiko Korupsi di Instansi melalui SPI", yang disiarkan langsung di kanal YouTube KPK RI, sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, dia menyampaikan SPI merupakan survei pengukuran integritas yang mengukur tingkat korupsi, baik di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, maupun seluruh instansi Pemerintah.
Hasil SPI menjadi tolok ukur dalam memperbaiki integritas setiap individu di dalamnya, sistem pemerintahan agar lebih efektif menutup celah korupsi, dan mengukur sektor rawan korupsi.
Selanjutnya, Firli pun mengatakan bahwa SPI merupakan amanat dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Dalam RPJMN, kata dia, Pemerintah menargetkan hasil SPI pada angka 70.
Dalam praktiknya, kata Firli, hasil SPI termutakhir, yaitu pada tahun 2021, telah berada di atas target RPJMN, yakni sebesar 72,43 atau 2,43 di atas target. Meskipun begitu, KPK akan senantiasa menyempurnakan sistem penilaian integritas.
Bahkan, kata dia, melalui SPI pada tahun 2021 KPK menemukan lima sektor atau daerah yang rawan dan berisiko terjadi korupsi.
Pertama, kata Firli, korupsi kerap terjadi terkait dengan penggunaan fasilitas kantor yang tidak tepat atau bukan untuk kepentingan dinas. Kedua, korupsi juga kerap terjadi berkenaan dengan jual beli jabatan. Ada pula gratifikasi, pelayanan publik yang kental dengan suap dan gratifikasi, dan penyalahgunaan kekuasaan yang bisa menciptakan ruang terjadi korupsi.
Pada tahun 2022, Firli berharap SPI tidak hanya kembali dilaksanakan, tetapi juga mendorong pihak-pihak di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, serta instansi Pemerintah lainnya untuk belajar dari hasil SPI pada tahun 2021.
"Kami akan menggelar kembali SPI pada tahun 2022. Saya sungguh berharap tidak hanya menjalankan survei, tetapi juga belajar dari SPI 2021. Lakukanlah perbaikan pada setiap kelemahan. Lakukanlah perubahan untuk mencapai tujuan kita. Manusia yang baik adalah manusia yang selalu berpikir untuk perubahan dan membuat perencanaan untuk mencapai suatu tujuan," ucap Firli.
"SPI, seperti SPI pada tahun 2021 dengan indeks integritas nasional 72,43, menjadi titik awal untuk bergerak melakukan perbaikan, yaitu perbaikan terhadap individu agar tidak melakukan korupsi dan perbaikan sistem pemerintahan supaya tidak terjadi celah dan peluang korupsi," kata Firli.
Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam sosialisasi pelaksanaan SPI bertajuk "Ukur Risiko Korupsi di Instansi melalui SPI", yang disiarkan langsung di kanal YouTube KPK RI, sebagaimana dipantau di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, dia menyampaikan SPI merupakan survei pengukuran integritas yang mengukur tingkat korupsi, baik di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, maupun seluruh instansi Pemerintah.
Hasil SPI menjadi tolok ukur dalam memperbaiki integritas setiap individu di dalamnya, sistem pemerintahan agar lebih efektif menutup celah korupsi, dan mengukur sektor rawan korupsi.
Selanjutnya, Firli pun mengatakan bahwa SPI merupakan amanat dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). Dalam RPJMN, kata dia, Pemerintah menargetkan hasil SPI pada angka 70.
Dalam praktiknya, kata Firli, hasil SPI termutakhir, yaitu pada tahun 2021, telah berada di atas target RPJMN, yakni sebesar 72,43 atau 2,43 di atas target. Meskipun begitu, KPK akan senantiasa menyempurnakan sistem penilaian integritas.
Bahkan, kata dia, melalui SPI pada tahun 2021 KPK menemukan lima sektor atau daerah yang rawan dan berisiko terjadi korupsi.
Pertama, kata Firli, korupsi kerap terjadi terkait dengan penggunaan fasilitas kantor yang tidak tepat atau bukan untuk kepentingan dinas. Kedua, korupsi juga kerap terjadi berkenaan dengan jual beli jabatan. Ada pula gratifikasi, pelayanan publik yang kental dengan suap dan gratifikasi, dan penyalahgunaan kekuasaan yang bisa menciptakan ruang terjadi korupsi.
Pada tahun 2022, Firli berharap SPI tidak hanya kembali dilaksanakan, tetapi juga mendorong pihak-pihak di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, serta instansi Pemerintah lainnya untuk belajar dari hasil SPI pada tahun 2021.
"Kami akan menggelar kembali SPI pada tahun 2022. Saya sungguh berharap tidak hanya menjalankan survei, tetapi juga belajar dari SPI 2021. Lakukanlah perbaikan pada setiap kelemahan. Lakukanlah perubahan untuk mencapai tujuan kita. Manusia yang baik adalah manusia yang selalu berpikir untuk perubahan dan membuat perencanaan untuk mencapai suatu tujuan," ucap Firli.