New York (ANTARA Sulut) - Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal, pada Senin mendatangi Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat di Washington DC guna menyampaikan betapa film "Innocence of Muslims" yang dibuat di Amerika sangat menyerang dan menyinggung umat Islam karena menghina Nabi Muhammad SAW.
Dalam kesempatan itu, Indonesia juga meminta Pemerintah AS untuk segera mengemukakan posisi yang tegas, keras dan jelas terhadap isu-isu sensitif seperti penodaan agama.
"Tadi kami sampaikan pandangan Pemerintah Indonesia tentang video Islamophobia yang diproduksi di California. Video tersebut sangat ofensif dan menyinggung umat Islam karena profil Nabi Muhammad bagi umat Islam sangat sakral dan bukan untuk dipermainkan," kata Dino ketika dihubungi ANTARA-New York usai pertemuannya dengan para pejabat di Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri.
Di Gedung Putih, Dubes Dino bertemu dengan Senior Director National Security Council, Daniel Russel, sementara di Deplu AS ia melakukan pertemuan dengan Principal Deputy Assistant Secretary of State, Joseph Y. Yun.
Pertemuan itu terjadi atas permintaan Indonesia sejak pekan lalu.
"Satu hal penting yang saya tegaskan, demokrasi di AS bisa punya satu bentuk, tapi di Indonesia kebebasan berbicara tidak termasuk kebebasan untuk menghina Nabi Muhammad. Mereka akui ini isu sensitif," kata Dino.
"Video itu mengganggu semangat upaya kita bersama untuk menciptakan dunia yang toleran agama," tambahnya.
Dalam pertemuan dengan pihak Pemerintah AS, Dino disertai oleh dua anggota perwakilan diaspora di AS dari unsur agama Islam, Oscar Zaki, dan dari unsur agama Kristen, Pendeta Tanos.
Indonesia kutuk
Dubes menyampaikan bahwa Indonesia, baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono maupun para pemimpin agama, sangat mengecam dan mengutuk video itu, namun pada saat yang bersamaan mereka mengimbau agar masyarakat tidak terpancing oleh isi video yang disebut Dino "murahan".
Pejabat-pejabat pemerintahan AS yang ditemui, seperti yang dikatakan Dino, mendengarkan dengan seksama posisi Indonesia berkaitan dengan dampak video "Innocence of Muslims".
"Mereka menyatakan Amerika telah mengecam keras video tersebut, seperti yang sudah dikemukakan oleh Presiden Obama dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton. Mereka juga menyatakan itu adalah aksi satu orang Amerika, bukan wajah Amerika secara keseluruhan," kata Dino.
"Kita tekankan agar untuk ke depannya Pemerintah AS terus mengambil posisi yang tegas dan jelas guna meredam respon dari dunia luar," katanya.
Mengenai apa yang bisa dilakukan AS dalam kasus ini, tampaknya pemerintah setempat tidak bisa berbuat banyak untuk menindak pelaku pembuatan video.
"Kita bisa pahami bahwa mereka masih terombang-ambing karena terkait prinsip penghormatan terhadap kebebasan berekspresi. Namun seperti yang kita ketahui, saat ini mereka sedang menyelidiki isi video yang beredar di `Youtube` dan melakukan interogasi terhadap si pembuat video," ujarnya.
Beredarnya film "Innocence of Muslims" baru-baru ini di laman jejaring internet "Youtube" telah memicu aksi-aksi protes di berbagai negara.
Video itu juga disebut-sebut menjadi penyebab tersulutnya kemarahan sekelompok orang Muslim garis keras hingga mereka melakukan penyerangan ke Konsulat AS di Benghazi, Libya, awal pekan lalu.
Akibat serangan itu, Duta Besar AS untuk Libya, Christopher Steven, tiga diplomat AS serta sejumlah staf lokal Libya tewas.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti yang disampaikan oleh juru bicaranya, Teuku Faizasyah, mengutuk keras serangan di Benghazi dan pada saat yang bersamaan menyayangkan munculnya video berisi penghinaan terhadap Nabi Muhammad itu.