Dirut Meidyatama paparkan model bisnis baru ANTARA di KTT Media Dunia
Beijing (ANTARA) - Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat memaparkan model bisnis baru yang dikembangkan di satu-satunya lembaga kantor berita di Indonesia itu pada Konferensi Tingkat Tinggi Media Dunia.
KTT yang diselenggarakan Kantor Berita China Xinhua secara daring pada Senin itu dihadiri sekitar 200 orang dari kalangan pemimpin media di ASEAN, China, Korea Selatan, Jepang, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Latin.
"Pertama yang akan saya sampaikan bahwa, baik saat krisis maupun situasi berubah, aspek yang terpenting bukanlah pada perubahan itu sendiri, melainkan bagaimana mengelola perubahan," ujar pria yang akrab disapa Dimas itu mengawali pidato berbahasa Inggris berjudul "Managing Change in a Time of Change".
Selalu ada pengkritik dan penentang, namun menurut dia, jika seorang pemimpin mampu mengelola perubahan dengan apik, maka stafnya pun akan terbuka dan siap untuk berubah.
"Di sinilah aspek kepemimpinan menjadi sangat penting," ujarnya.
Ia menggarisbawahi bahwa kunci perubahan itu adalah teknologi.
Sulit mengubah pola pikir dan pola kerja 1.000 orang, namun dengan bantuan teknologi seorang pemimpin bisa mengarahkan stafnya menerapkan cara-cara baru dalam melakukan semua pekerjaan, demikian Dimas menggambarkan.
"Di ANTARA kami memperkenalkan sistem redaksional konvergensi berbasis TI (teknologi informasi) dan sistem manajemen baru sejak setahun sebelum pandemi merebak," katanya saat berbicara dalam sesi bertemakan "Media Development: New Technology, Better Vision" itu.
Oleh karena itu, meskipun sekarang ruang redaksi sedang kosong tanpa kehadiran fisik para stafnya, produktivitas ANTARA sama sekali tidak terganggu selama ini.
"Maka dalam hal ini, kami di ANTARA memiliki visi dengan menerapkan teknologi yang sesuai dengan perubahan itu," kata Dimas menceritakan pengalamannya mengelola kantor berita yang kini telah memasuki usia yang ke-84 tahun itu.
Mengenai masa depan media sebagai sebuah entitas bisnis, mantan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post itu sangat percaya bahwa yang menjadi masalah bukan pada penurunan kualitas bisnis, munculnya platform baru, atau kebangkitan media sosial. Justru dia yakin masih ada tempat bagi jurnalis cakap meskipun media sosial tumbuh pesat dan konsumsi media berubah total. Apalagi jurnalis muda saat ini lebih mahir dengan platform baru.
Media konvensional dan jurnalis profesional sedang dalam situasi yang tidak menguntungkan karena mayoritas perusahaan media tidak menemukan model bisnis baru.
Menurut dia, sebagian besar media masih mengandalkan iklan konvensional untuk mengais pendapatan.
"Kami terlambat menyadari adanya pendapatan baru di tengah situasi ekonomi yang berubah. Perlu saya jelaskan, meskipun ANTARA sebagai kantor berita milik negara, kami adalah perusahaan yang berorientasi profit. Seperti halnya kebanyakan dari Anda di (forum) sini, saya juga mencari profit untuk mengembangkan perusahaan," ucapnya.
"Untuk mengubah model bisnis, kami me-'rebranding' diri sendiri dulu agar (perannya) tidak sesederhana kantor berita, melainkan perusahaan penyedia layanan komunikasi dan media terintegrasi kepada berbagai jenis klien kami," ujarnya.
Bahkan ANTARA sekarang tidak hannya menjual berita, melainkan juga jaringan, keahlian, dan kompetensi di semua sektor komunikasi.
"Pada saat semua orang terpikat dengan tampilan halaman, hit, like, dan jumlah pengunjung, kami menyadari masih ada kekosongan di ruang publik secara fisik. Oleh karena itu, kami mulai berinvestasi di layar televisi di ruang publik, seperti stasiun kereta api, rumah sakit, gedung perkantoran dan lain-lain," kata Dimas.
Ia menyebutkan ANTARA kini memiliki lebih dari 400 unit layar yang menyediakan informasi publik sehingga dapat pula dimonetisasi menjadi saluran distribusi.
"Layar ini sangat berguna di masa pandemi sebagai sarana edukasi untuk menggugah kesadaran akan COVID-19 dan norma-norma baru yang harus kita jalankan," kata Dirut ANTARA.
KTT Media Dunia digelar bersamaan dengan ulang tahun Xinhua. Semula perwakilan media di China diundang untuk menghadiri forum tersebut secara fisik di salah satu hotel di Beijing.
Namun karena otoritas Beijing sedang menerapkan prokes ketat COVID-19 menjelang Winter Olympic, maka forum tersebut digelar secara daring, kecuali untuk pihak penyelenggara dan para pejabat kantor berita Xinhua.
KTT yang diselenggarakan Kantor Berita China Xinhua secara daring pada Senin itu dihadiri sekitar 200 orang dari kalangan pemimpin media di ASEAN, China, Korea Selatan, Jepang, Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Latin.
"Pertama yang akan saya sampaikan bahwa, baik saat krisis maupun situasi berubah, aspek yang terpenting bukanlah pada perubahan itu sendiri, melainkan bagaimana mengelola perubahan," ujar pria yang akrab disapa Dimas itu mengawali pidato berbahasa Inggris berjudul "Managing Change in a Time of Change".
Selalu ada pengkritik dan penentang, namun menurut dia, jika seorang pemimpin mampu mengelola perubahan dengan apik, maka stafnya pun akan terbuka dan siap untuk berubah.
"Di sinilah aspek kepemimpinan menjadi sangat penting," ujarnya.
Ia menggarisbawahi bahwa kunci perubahan itu adalah teknologi.
Sulit mengubah pola pikir dan pola kerja 1.000 orang, namun dengan bantuan teknologi seorang pemimpin bisa mengarahkan stafnya menerapkan cara-cara baru dalam melakukan semua pekerjaan, demikian Dimas menggambarkan.
"Di ANTARA kami memperkenalkan sistem redaksional konvergensi berbasis TI (teknologi informasi) dan sistem manajemen baru sejak setahun sebelum pandemi merebak," katanya saat berbicara dalam sesi bertemakan "Media Development: New Technology, Better Vision" itu.
Oleh karena itu, meskipun sekarang ruang redaksi sedang kosong tanpa kehadiran fisik para stafnya, produktivitas ANTARA sama sekali tidak terganggu selama ini.
"Maka dalam hal ini, kami di ANTARA memiliki visi dengan menerapkan teknologi yang sesuai dengan perubahan itu," kata Dimas menceritakan pengalamannya mengelola kantor berita yang kini telah memasuki usia yang ke-84 tahun itu.
Mengenai masa depan media sebagai sebuah entitas bisnis, mantan Pemimpin Redaksi The Jakarta Post itu sangat percaya bahwa yang menjadi masalah bukan pada penurunan kualitas bisnis, munculnya platform baru, atau kebangkitan media sosial. Justru dia yakin masih ada tempat bagi jurnalis cakap meskipun media sosial tumbuh pesat dan konsumsi media berubah total. Apalagi jurnalis muda saat ini lebih mahir dengan platform baru.
Media konvensional dan jurnalis profesional sedang dalam situasi yang tidak menguntungkan karena mayoritas perusahaan media tidak menemukan model bisnis baru.
Menurut dia, sebagian besar media masih mengandalkan iklan konvensional untuk mengais pendapatan.
"Kami terlambat menyadari adanya pendapatan baru di tengah situasi ekonomi yang berubah. Perlu saya jelaskan, meskipun ANTARA sebagai kantor berita milik negara, kami adalah perusahaan yang berorientasi profit. Seperti halnya kebanyakan dari Anda di (forum) sini, saya juga mencari profit untuk mengembangkan perusahaan," ucapnya.
"Untuk mengubah model bisnis, kami me-'rebranding' diri sendiri dulu agar (perannya) tidak sesederhana kantor berita, melainkan perusahaan penyedia layanan komunikasi dan media terintegrasi kepada berbagai jenis klien kami," ujarnya.
Bahkan ANTARA sekarang tidak hannya menjual berita, melainkan juga jaringan, keahlian, dan kompetensi di semua sektor komunikasi.
"Pada saat semua orang terpikat dengan tampilan halaman, hit, like, dan jumlah pengunjung, kami menyadari masih ada kekosongan di ruang publik secara fisik. Oleh karena itu, kami mulai berinvestasi di layar televisi di ruang publik, seperti stasiun kereta api, rumah sakit, gedung perkantoran dan lain-lain," kata Dimas.
Ia menyebutkan ANTARA kini memiliki lebih dari 400 unit layar yang menyediakan informasi publik sehingga dapat pula dimonetisasi menjadi saluran distribusi.
"Layar ini sangat berguna di masa pandemi sebagai sarana edukasi untuk menggugah kesadaran akan COVID-19 dan norma-norma baru yang harus kita jalankan," kata Dirut ANTARA.
KTT Media Dunia digelar bersamaan dengan ulang tahun Xinhua. Semula perwakilan media di China diundang untuk menghadiri forum tersebut secara fisik di salah satu hotel di Beijing.
Namun karena otoritas Beijing sedang menerapkan prokes ketat COVID-19 menjelang Winter Olympic, maka forum tersebut digelar secara daring, kecuali untuk pihak penyelenggara dan para pejabat kantor berita Xinhua.