Semarang (ANTARA) - Ketua Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC Doktor Pratama Persadha menyatakan pemberian suara secara elektronik (e-Voting) pada Pemilihan Umum 2024 sangat memungkinkan guna mengantisipasi pandemi COVID-19 yang belum pasti kapan berakhirnya.
"Apalagi, sudah ada data kependudukan yang dimanfaatkan secara digital oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri," kata Pratama Persadha menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Jumat.
Pratama yang pernah sebagai Ketua Tim Lembaga Sandi Negara (sekarang BSSN) Pengamanan Teknologi Informasi KPU pada Pemilu 2014 mengemukakan hal itu ketika merespons wacana pengunduran waktu pemilu dari 2024 menjadi 2027.
Akan tetapi, lanjut pakar keamanan siber ini, praktik e-Voting ini memerlukan proses, misalnya berawal di kota-kota besar yang infrastrukturnya sudah mapan.
Pratama memandang perlu memilih model e-Voting apakah langsung dari smartphone atau harus lewat tempat pemungutan suara (TPS) khusus. Hal ini mengingat di Amerika Serikat, misalnya, masih menyediakan tempat khusus untuk e-Voting.
Sementara itu, di Estonia, pemilu elektronik disebut sebagai i-Voting, terdiri atas voting lewat mesin elektronik khusus yang disiapkan pemerintah; kedua, voting secara remote lewat internet dengan personal computer (PC) serta smarphone.
Jika melihat sejarah e-Voting, kata Pratama, awalnya dibuat untuk percepat penghitungan suara. Dalam hal ini, pemilih melakukan pilihan di TPS khusus dengan alat pilih dan hitung elektronik sehingga hasil pemilu bisa diketahui langsung pada hari yang sama atau sehari setelahnya.
Dengan adanya pandemi, kata dia, kebutuhan e-Voting telah bergeser ke voting secara remote lewat internet, yakni bisa dengan PC maupun smartphone pemilih. Hal ini yang lebih rumit dan membutuhkan pengamanan sistem yang lebih maju (advance).
"Apakah dalam jangka waktu 3 tahun ke depan bangsa ini mampu menyiapkan infrastruktur terkait dengan e-Voting?" tanya ANTARA, Pratama lantas menjawab bahwa hal itu tergantung pada model e-Voting seperti apa dan sejauh mana kota yang akan uji coba yang sudah siap secara infrastruktur.
"Prinsipnya bisa. Hanya secara regulasi di DPR ini yang akan memakan waktu lama. Soal teknis teknologinya, sebenarnya tidak menghabiskan banyak waktu," katanya.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), kata dia, sudah memiliki teknologi e-Voting. Bahkan, pada tahun 2019 sudah diimplementasikan di 981 pemilihan kepala desa di Tanah Air.
Namun, sistem yang dikembangkan BPPT adalah e-Voting di lokasi TPS, yang secara fungsi menghilangkan surat suara dan mempercepat hitungan karena tidak ada hitung manual. Model ini, menurut Pratama, nantinya bisa dilengkapi dengan teknologi voting via internet.
Berita Terkait
Kontrak pelatih timnas Indonesia STY ditentukan usai Piala Asia U-23
Jumat, 29 Maret 2024 7:09 Wib
Tingkat partisipasi pemilih pilpres di Tomohon capai 88,73 persen
Jumat, 29 Maret 2024 7:06 Wib
Sufmi Dasco: Gerindra tak pernah tawari Ganjar dan Anies kursi kabinet
Rabu, 27 Maret 2024 17:13 Wib
Ganjar Pranowo sentil perjuangan pahlawan reformasi di sidang MK
Rabu, 27 Maret 2024 16:58 Wib
BI perkirakan enam risiko perekonomian Sulut 2024
Rabu, 27 Maret 2024 15:40 Wib
Xiaomi perkenalkan tiga jam tangan pintar
Rabu, 27 Maret 2024 7:03 Wib
BSG sosialisasikan KUR kepada pelaku UMKM di Ngabuburit Fest 2024
Rabu, 27 Maret 2024 5:25 Wib
Pemkot Bitung tingkatkan penanggulangan kemiskinan di 2024
Selasa, 26 Maret 2024 13:25 Wib